Negatif Ebola, Pasien asal Jatim Tetap Dikarantina
A
A
A
KEDIRI - Dua pasien asal Jawa Timur (Jatim) yang diduga terjangkit virus ebola dipastikan tidak mengidap virus ganas tersebut. Hasil tes laboratorium Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan dua pria yang pernah bekerja di Liberia, Afrika, itu negatif ebola. Meski demikian, keduanya tetap dikarantina hingga masa inkubasi virus selesai, yakni 21 hari.
”Perawatan intensif di ruang isolasi itu sesuai dengan standar WHO,” kata Direktur RSUD dr Soedono, Madiun, Sasongko kemarin. Sesuai dengan prosedur itu, tenaga medis yang merawat pasien juga mengenakan seragam khusus. Rumah sakit juga memberlakukan larangan masuk bagi siapa pun yang tidak berkepentingan dengan penanganan penyakit itu.
Disinggung mengani perkembangan kondisi pasien, dia menjelaskan, secara klinis sudah bagus. Suhu tubuh yang mencapai 39 derajat Celsius perlahan turun ke normal. ”Hasil tes darah menunjukkan positif malaria, itu akan terus dipantau,” katanya.
Seperti diketahui, dua mantan TKI yang baru pulang dari Liberia mengalami gejala awal seragan ebola. Muklis, warga Gemarang, dirawat di RSUD Madiun, sementara GN dirawat di RSUD Pelem, Pare, Kediri. Keduanya mengalami panas tinggi, sakit kepala, dan muntahmuntah. Mereka merupakan bagian rombongan TKI yang baru pulang dari pedalaman Liberia, Minggu (26/10).
Dokter Hernowo yang merawat GN mengungkapkan kondisi pasien itu stabil. Suhu tubuhnya juga menunjukkan tanda-tanda penurunan. ”Pemeriksaan hari ini (kemarin), pasien stabil dalam arti tanda-tanda vital seperti tensi dan suhu tubuh normal. Suhunya 36,9 derajat Celsius,” kata Harnowo.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan, kesimpulan kedua pasien negatif ebola berdasarkan pengawasan dan observasi laboratorium selama 48 jam. Dalam kurun waktu itu, gejala-gejala yang mengarah ke ebola tidak ditemukan. ”Jika mengarah ke ebola, suspect akan mengalami mual, muntah, diare hingga panas tinggi yang nyeri,” kata dia.
Menurut Nila, fase kritis pasien jika dinyatakan ebola adalah mengalami perdarahan di dalam dan luar tubuh. Dalam kasus suspect Madiun dan Kediri, tidak ditemukan hal tersebut dan mereka berdua hanya menderita malaria.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, petugas laboratorium Balitbangkes Kemenkes telah selesai memeriksa sampel kasus suspect ebola di Madiun dan Kediri. Ada delapan sampel darah EDTA dan serum yang diperiksa. Dari pembacaan PCR dengan elektroforesis petugas menyimpulkan pasien yang terduga terkena virus ebola ternyata negatif. ”Laporannya No Band. Artinya semua sampel hasilnya negatif ebola,” tegas dia.
Kembali Merebak di Sierra Leone
Kabar buruk melanda Sierra Leone. Ketika wabah ebola di beberapa negara lain mereda, virus maut itu malah mengganas di negara ini. Penyebaran ebola sembilan kali lebih cepat daripada dua bulan lalu. Setiap hari rata-rata muncul 12 kasus baru yang melanda daerah perdesaan sekitar Freetown.
Berdasarkan laporan dari spesialis kesehatan Africa Govee Initirnancative (AGI), jumlah kasus ebola sebanyak 12 kejadian per hari. Bandingkan dengan awal September lalu yang rata-rata hanya 1,3 kasus. Analisis ini didasarkan pada catatan Kemenkes Sierra Leone yang merekam kasus-kasus ebola selama dua bulan terakhir. ”Sementara kasus baru tampaknya telah melambat di Liberia, ebola terus menyebar cepat di beberapa bagian Sierra Leone,” demikian bunyi pernyataan AGI seperti dilansir ABC kemarin.
Laporan ini hadir sesaat setelah Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) mengumumkan melambatnya penyebaran ebola di Liberia. Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair selaku penggagas AGI pun menyarankan PBB dan pemerintah Afrika untuk tak mengendurkan pemeriksaan. Menurut Blair, kendati wabah ebola telah mengalami penurunan di beberapa daerah, situasi di Afrika Barat masih dalam kondisi kritis.
Ebola masih memiliki kemungkinan untuk menyebar kembali di wilayah Afrika Barat, bahkan mungkin memakan jumlah korban lebih besar.
Dili eyato/Imas damayanti/Neneng zubaedah/Rini agustina
”Perawatan intensif di ruang isolasi itu sesuai dengan standar WHO,” kata Direktur RSUD dr Soedono, Madiun, Sasongko kemarin. Sesuai dengan prosedur itu, tenaga medis yang merawat pasien juga mengenakan seragam khusus. Rumah sakit juga memberlakukan larangan masuk bagi siapa pun yang tidak berkepentingan dengan penanganan penyakit itu.
Disinggung mengani perkembangan kondisi pasien, dia menjelaskan, secara klinis sudah bagus. Suhu tubuh yang mencapai 39 derajat Celsius perlahan turun ke normal. ”Hasil tes darah menunjukkan positif malaria, itu akan terus dipantau,” katanya.
Seperti diketahui, dua mantan TKI yang baru pulang dari Liberia mengalami gejala awal seragan ebola. Muklis, warga Gemarang, dirawat di RSUD Madiun, sementara GN dirawat di RSUD Pelem, Pare, Kediri. Keduanya mengalami panas tinggi, sakit kepala, dan muntahmuntah. Mereka merupakan bagian rombongan TKI yang baru pulang dari pedalaman Liberia, Minggu (26/10).
Dokter Hernowo yang merawat GN mengungkapkan kondisi pasien itu stabil. Suhu tubuhnya juga menunjukkan tanda-tanda penurunan. ”Pemeriksaan hari ini (kemarin), pasien stabil dalam arti tanda-tanda vital seperti tensi dan suhu tubuh normal. Suhunya 36,9 derajat Celsius,” kata Harnowo.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan, kesimpulan kedua pasien negatif ebola berdasarkan pengawasan dan observasi laboratorium selama 48 jam. Dalam kurun waktu itu, gejala-gejala yang mengarah ke ebola tidak ditemukan. ”Jika mengarah ke ebola, suspect akan mengalami mual, muntah, diare hingga panas tinggi yang nyeri,” kata dia.
Menurut Nila, fase kritis pasien jika dinyatakan ebola adalah mengalami perdarahan di dalam dan luar tubuh. Dalam kasus suspect Madiun dan Kediri, tidak ditemukan hal tersebut dan mereka berdua hanya menderita malaria.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, petugas laboratorium Balitbangkes Kemenkes telah selesai memeriksa sampel kasus suspect ebola di Madiun dan Kediri. Ada delapan sampel darah EDTA dan serum yang diperiksa. Dari pembacaan PCR dengan elektroforesis petugas menyimpulkan pasien yang terduga terkena virus ebola ternyata negatif. ”Laporannya No Band. Artinya semua sampel hasilnya negatif ebola,” tegas dia.
Kembali Merebak di Sierra Leone
Kabar buruk melanda Sierra Leone. Ketika wabah ebola di beberapa negara lain mereda, virus maut itu malah mengganas di negara ini. Penyebaran ebola sembilan kali lebih cepat daripada dua bulan lalu. Setiap hari rata-rata muncul 12 kasus baru yang melanda daerah perdesaan sekitar Freetown.
Berdasarkan laporan dari spesialis kesehatan Africa Govee Initirnancative (AGI), jumlah kasus ebola sebanyak 12 kejadian per hari. Bandingkan dengan awal September lalu yang rata-rata hanya 1,3 kasus. Analisis ini didasarkan pada catatan Kemenkes Sierra Leone yang merekam kasus-kasus ebola selama dua bulan terakhir. ”Sementara kasus baru tampaknya telah melambat di Liberia, ebola terus menyebar cepat di beberapa bagian Sierra Leone,” demikian bunyi pernyataan AGI seperti dilansir ABC kemarin.
Laporan ini hadir sesaat setelah Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) mengumumkan melambatnya penyebaran ebola di Liberia. Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair selaku penggagas AGI pun menyarankan PBB dan pemerintah Afrika untuk tak mengendurkan pemeriksaan. Menurut Blair, kendati wabah ebola telah mengalami penurunan di beberapa daerah, situasi di Afrika Barat masih dalam kondisi kritis.
Ebola masih memiliki kemungkinan untuk menyebar kembali di wilayah Afrika Barat, bahkan mungkin memakan jumlah korban lebih besar.
Dili eyato/Imas damayanti/Neneng zubaedah/Rini agustina
(bbg)