Fraksi di DPR Pendukung Jokowi-JK Ajak KMP Kompromi
A
A
A
JAKARTA - Paripurna DPR yang digelar fraksi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hari ini mengamanatkan kepada pemimpin sementara untuk melakukan pendekatan dan membuka komunikasi intensif agar semua elemen menata kembali DPR.
Maka itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Sirmadji menyarankan semua pihak harus duduk bersama agar DPR bisa melaksanakan fungsi check and balances terhadap pemerintahan saat ini.
“Pertarungan di pemilu sudah selesai, saatnya DPR menata mandat yang diberi ke anggota dewan yang tergabung di fraksi-fraksi supaya bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Janganlah ada peminggiran dan untuk sekadar menang-menangan," ujar Sirmadji kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (4/11/2014).
Sirmadji mengakui untuk mencapai DPR yang bersatu butuh waktu dan kesabaran dan diperlukan komunikasi intens antar pemimpin fraksi bisa terjalin.
Namun, dia mengkritik kehendak fraksi di DPR yang tergabung dalam koalisi merah putih (KMP) terkesan mau mengambil semua alat kelengkapan dewan.
“Pasti ada maksudnya mau mengambil alat kelengkapan dewan. Kenapa KMP selalu memaksakan voting. Ini bisa menimbulkan kecurigaan,” cetusnya.
Dia juga menjelaskan alasan pihaknya bersama fraksi pendukung Jokowi-JK melakukan perlawanan terhadap apa yang dilakukan oleh kubu KMP.
“Proses penyusunan alat kelengkapan dewan itu inkonstitusional dan pimpinan DPR telah mengabaikan Pasal 95 dan 96 UU MD3, Pasal 55 peraturan tata tertib DPR, dan risalah rapat Paripurna DPR tanggal 16 Oktober 2014 lalu,” terangnya.
Bahkan, dia meminta risalah rapat paripurna yang ditandatangani oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk dibuka kembali.
“Rapat paripurna menyetujui penetapan jumlah dan komposisi anggota fraksi pada alat kelengkapan dewan antara 46 sampai 56 anggota dalam satu komisi,” tegasnya.
Maka itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Sirmadji menyarankan semua pihak harus duduk bersama agar DPR bisa melaksanakan fungsi check and balances terhadap pemerintahan saat ini.
“Pertarungan di pemilu sudah selesai, saatnya DPR menata mandat yang diberi ke anggota dewan yang tergabung di fraksi-fraksi supaya bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Janganlah ada peminggiran dan untuk sekadar menang-menangan," ujar Sirmadji kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (4/11/2014).
Sirmadji mengakui untuk mencapai DPR yang bersatu butuh waktu dan kesabaran dan diperlukan komunikasi intens antar pemimpin fraksi bisa terjalin.
Namun, dia mengkritik kehendak fraksi di DPR yang tergabung dalam koalisi merah putih (KMP) terkesan mau mengambil semua alat kelengkapan dewan.
“Pasti ada maksudnya mau mengambil alat kelengkapan dewan. Kenapa KMP selalu memaksakan voting. Ini bisa menimbulkan kecurigaan,” cetusnya.
Dia juga menjelaskan alasan pihaknya bersama fraksi pendukung Jokowi-JK melakukan perlawanan terhadap apa yang dilakukan oleh kubu KMP.
“Proses penyusunan alat kelengkapan dewan itu inkonstitusional dan pimpinan DPR telah mengabaikan Pasal 95 dan 96 UU MD3, Pasal 55 peraturan tata tertib DPR, dan risalah rapat Paripurna DPR tanggal 16 Oktober 2014 lalu,” terangnya.
Bahkan, dia meminta risalah rapat paripurna yang ditandatangani oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk dibuka kembali.
“Rapat paripurna menyetujui penetapan jumlah dan komposisi anggota fraksi pada alat kelengkapan dewan antara 46 sampai 56 anggota dalam satu komisi,” tegasnya.
(kur)