Irman Gusman Nilai UU MD3 Kikis Hak DPD
Selasa, 04 November 2014 - 14:35 WIB

Irman Gusman Nilai UU MD3 Kikis Hak DPD
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan atau Pengujian Undang-undang (PUU) Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Dalam sambutannya sebagai pemohon, Ketua DPD Irman Gusman menilai, UU MD3 telah menghilangkan hak kontitusional anggota DPD. Pasalnya, lahirnya UU MD3 tanpa melibatkan DPD dalam proses pembahasannya.
Menurut Irman, berbekal putusan MK Nomor 92/PUU/2012, DPD berharap adanya perubahan UU MD3 yang selaras dengan putusan MK tersebut.
"Namun sungguh kami terkejut, tidak menyangka bahwa UU Nomor 17 Tahun 2014 yang hadir sebagai pengganti UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sama sekali tidak merujuk pada putusan MK," kata Irman, dalam Sidang MK, Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Irman menjelaskan, pihaknya mengguggat UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3 karena kewenangan DPD dalam UU MD3 justru menjadi hilang dan tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.
Adapun kata Irman, substansi UU Nomor 17 Tahun 2014 atau UU MD3 tersebut, mengatur juga tentang DPRD yang merupakan organ pelaksana otonomi daerah (otda).
"Undang-undang (MD3) yang dilahirkan tetap saja memuat ketentuan pasal-pasal yang mereduksi, menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional DPD," ungkapnya.
Dalam gugatannya pula, Irman berpendapat, dalam UUD 1945 menyatakan semua putusan MK bersifat final dan binding. Sehingga baik DPR, presiden maupun DPD, secara norma hukum haruslah mentaati putusan MK.
"Jika DPR tidak melaksanakan putusan MK, maka ini merupakan pelanggaran terhadap sumpah jabatan dan juga merupakan contempt of court," ujarnya.
Atau dengan kata lain, menurut Irman, DPR dianggap tidak menghormati, mematuhi dan melaksanakan putusan MK sebagai penjelmaan konstitusi negara.
"DPR juga dianggap tidak taat asas, bahkan secara sengaja meruntuhkan wibawa negara hukum," tandasnya.
Dalam sambutannya sebagai pemohon, Ketua DPD Irman Gusman menilai, UU MD3 telah menghilangkan hak kontitusional anggota DPD. Pasalnya, lahirnya UU MD3 tanpa melibatkan DPD dalam proses pembahasannya.
Menurut Irman, berbekal putusan MK Nomor 92/PUU/2012, DPD berharap adanya perubahan UU MD3 yang selaras dengan putusan MK tersebut.
"Namun sungguh kami terkejut, tidak menyangka bahwa UU Nomor 17 Tahun 2014 yang hadir sebagai pengganti UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sama sekali tidak merujuk pada putusan MK," kata Irman, dalam Sidang MK, Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Irman menjelaskan, pihaknya mengguggat UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3 karena kewenangan DPD dalam UU MD3 justru menjadi hilang dan tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.
Adapun kata Irman, substansi UU Nomor 17 Tahun 2014 atau UU MD3 tersebut, mengatur juga tentang DPRD yang merupakan organ pelaksana otonomi daerah (otda).
"Undang-undang (MD3) yang dilahirkan tetap saja memuat ketentuan pasal-pasal yang mereduksi, menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional DPD," ungkapnya.
Dalam gugatannya pula, Irman berpendapat, dalam UUD 1945 menyatakan semua putusan MK bersifat final dan binding. Sehingga baik DPR, presiden maupun DPD, secara norma hukum haruslah mentaati putusan MK.
"Jika DPR tidak melaksanakan putusan MK, maka ini merupakan pelanggaran terhadap sumpah jabatan dan juga merupakan contempt of court," ujarnya.
Atau dengan kata lain, menurut Irman, DPR dianggap tidak menghormati, mematuhi dan melaksanakan putusan MK sebagai penjelmaan konstitusi negara.
"DPR juga dianggap tidak taat asas, bahkan secara sengaja meruntuhkan wibawa negara hukum," tandasnya.
(maf)