9 Dalil Muktamar PPP Jakarta Dinilai Ilegal oleh Kubu Romi
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu M Romahurmuziy (Romi), Amirul Tamim menyebut Muktamar VIII yang digelar Suryadharma Ali (SDA) di Jakarta, dinilai ilegal.
Ia menyebut ada sembilan alasan, sehingga muktamar yang digelar mantan Menteri Agama (Menag) itu dinilainya cacat hukum.
Pertama, materi yang digunakan sebagai dasar pembahasan sidang komisi ialah materi yang dikirimkan oleh SDA dan muktamar bentukannya.
"Bukan materi yang disiapkan oleh pengurus harian DPP PPP masa bakti 2014-2019," kata Amirul di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Dia juga menyampaikan, DPP PPP masa bakti 2011-2014 telah berhenti per tanggal 28 Oktober 2014 sesuai perundang-undangan.
"Karenanya, seluruh persidangan Muktamar Sahid batal demi hukum karena tidak dipimpin oleh pengurus harian DPP PPP masa bakti 2011-2014," ucapnya.
Lanjut dia, kegiatan itu juga dinilainya tidak memenuhi kuorum karena hanya dihadiri oleh enam DPW yang terdiri atas delapan dari 66 orang.
Keempat, kegiatan tersebut dianggap bertentangan dengan amar kelima putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 yang mengharuskan surat undangan ditandatangani oleh Ketua Umum SDA dan Sekjen Romi.
"Kenyataannya undangan ditandatangani oleh Ketua OC (Organizing Committe) Ahmad Farial dan Ketua SC (Steering Commite) Zainut Tauhid," kata dia.
Selanjutnya, Muktamar SDA dianggap abal-abal karena terhitung 28 Oktober 2014 telah terjadi perubahan nomenklatur organisasi PPP.
Keenam, Djan Faridz dipilih menjadi ketua umum secara aklamasi dan dianggap mengabaikan aspirasi peserta muktamar yang menolak pemilihan secara aklamasi.
"Sidang dipimpin oleh Habil Marati yang menurut Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 bukan Pengurus Harian," tuturnya.
Alasan berikutnya ialah karena Muktamar PPP yang digelar di Hotel Grand Sahid hanya dihadiri empat dari 39 anggota Fraksi PPP DPR RI yaitu Epyardi Asda, Achmad Dimyati Natakusuma, Irna Narulita, dan Wardatul Asriah.
"Dengan demikian Muktamar Sahid tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan keberadaan Fraksi PPP DPR RI," lanjutnya.
Kedelapan, muktamar itu hanya dihadiri 11 dari 54 orang Pengurus Harian DPP PPP masa bakti 2014-2019 yakni Suryadharma Ali, Epyardi Asda, Achmad Dimyati Natakusuma, Wardatul Asriah, Fernita Darwis, Ratih Sanggarwati, Dyah Anita Prihapsari, Masykur Hasyim, Gojali Harahap, Munawaroh.
"(Terakhir) Muktamar Sahid tidak memiliki Surat Tanda Terima pemberitahuan (STTP) baik dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya maupun Polres Jakpus," pungkasnya.
Ia menyebut ada sembilan alasan, sehingga muktamar yang digelar mantan Menteri Agama (Menag) itu dinilainya cacat hukum.
Pertama, materi yang digunakan sebagai dasar pembahasan sidang komisi ialah materi yang dikirimkan oleh SDA dan muktamar bentukannya.
"Bukan materi yang disiapkan oleh pengurus harian DPP PPP masa bakti 2014-2019," kata Amirul di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Dia juga menyampaikan, DPP PPP masa bakti 2011-2014 telah berhenti per tanggal 28 Oktober 2014 sesuai perundang-undangan.
"Karenanya, seluruh persidangan Muktamar Sahid batal demi hukum karena tidak dipimpin oleh pengurus harian DPP PPP masa bakti 2011-2014," ucapnya.
Lanjut dia, kegiatan itu juga dinilainya tidak memenuhi kuorum karena hanya dihadiri oleh enam DPW yang terdiri atas delapan dari 66 orang.
Keempat, kegiatan tersebut dianggap bertentangan dengan amar kelima putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 yang mengharuskan surat undangan ditandatangani oleh Ketua Umum SDA dan Sekjen Romi.
"Kenyataannya undangan ditandatangani oleh Ketua OC (Organizing Committe) Ahmad Farial dan Ketua SC (Steering Commite) Zainut Tauhid," kata dia.
Selanjutnya, Muktamar SDA dianggap abal-abal karena terhitung 28 Oktober 2014 telah terjadi perubahan nomenklatur organisasi PPP.
Keenam, Djan Faridz dipilih menjadi ketua umum secara aklamasi dan dianggap mengabaikan aspirasi peserta muktamar yang menolak pemilihan secara aklamasi.
"Sidang dipimpin oleh Habil Marati yang menurut Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 bukan Pengurus Harian," tuturnya.
Alasan berikutnya ialah karena Muktamar PPP yang digelar di Hotel Grand Sahid hanya dihadiri empat dari 39 anggota Fraksi PPP DPR RI yaitu Epyardi Asda, Achmad Dimyati Natakusuma, Irna Narulita, dan Wardatul Asriah.
"Dengan demikian Muktamar Sahid tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan keberadaan Fraksi PPP DPR RI," lanjutnya.
Kedelapan, muktamar itu hanya dihadiri 11 dari 54 orang Pengurus Harian DPP PPP masa bakti 2014-2019 yakni Suryadharma Ali, Epyardi Asda, Achmad Dimyati Natakusuma, Wardatul Asriah, Fernita Darwis, Ratih Sanggarwati, Dyah Anita Prihapsari, Masykur Hasyim, Gojali Harahap, Munawaroh.
"(Terakhir) Muktamar Sahid tidak memiliki Surat Tanda Terima pemberitahuan (STTP) baik dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya maupun Polres Jakpus," pungkasnya.
(maf)