Mengubah Singkong Racun Jadi Litium

Minggu, 02 November 2014 - 11:54 WIB
Mengubah Singkong Racun...
Mengubah Singkong Racun Jadi Litium
A A A
Singkong karet selama ini dianggap sebagai tanaman yang tidak bisa dimanfaatkan untuk konsumsi.

Namun di tangan orang-orang kreatif dan cerdas, singkong beracun ini bisa menjadi bahan dasar karbon untuk baterai litium pada mobil listrik. Namun, baterai litium yang selama ini disematkan pada mobil listrik, sebagian besar masih impor. Tetapi, masalah baterai untuk kendaraan berbasis energi listrik sekarang mulai teratasi dengan dimanfaatkannya arang sebagai bahan karbon. Setidaknya, hal inilah yang dilakukan Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Lembaga ini sejak tahun lalu melakukan riset dan pengembangan arang sebagai karbon sphere nano porous untuk baterai litium sekunder yang digunakan pada mobil listrik. Menariknya, bahan dasar dari karbon sphere nano porous berasal dari singkong karet yang beracun. ”Ide ini muncul diakibatkan baterai litium, baik untuk mobil listrik maupun keperluan lain seperti hand phone, masih impor. Padahal, komponen untuk membuat baterai litium, seluruh bahan bakunya terdapat di Indonesia seperti litium, fosfat, mangan, dan karbon,” kata peneliti Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Gustan Pari .

Gustan menjelaskan, pihaknya mendapat mandat dalam pembuatan meso carbon micro beads (MCMB), material karbon yang banyak digunakan pada perangkat penyimpan energi. Sejatinya, penelitian arang (karbon) di Litbang Kehutanan sudah dimulai sejak 100 tahun silam. Selama ini bahan baku untuk pembuatan MCMB adalah grafit, material karbon yang tidak dapat diperbarui yang persediaannya mulai berkurang.

”Sehingga, perlu dicari sumber bahan baku lain yang bersifat renewable,” ujarnya. Salah satu syarat untuk membuat MCMB yang baik bentuk karbonnya harus sphere (bulat seperti kelereng) dengan ukuran nano dan porous . MCMB ini merupakan bahan baku unggulan untuk meningkatkan kerapatan energi baterai litium sekunder dengan konduktivitas dan luas permukaan yang tinggi. Menurut Gustan, bahan baku yang memenuhi syarat tersebut adalah singkong racun yang kerap dikenal sebagai singkong hutan.

Gustan bersama timnya memilih pati singkong racun sebagai bahan pembuat karbon, selain ramah lingkungan, bahan bakunya mudah didapatkan, waktu panen singkat, dan berkesinambungan. ”Untuk membuatnya, tetap dihilangkan unsur racunnya,” kata Saptadi, salah satu anggota tim Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

Proses teknologi pati singkong racun bisa menjadi nano karbon diawali dengan proses hydro thermal carbonization (HTC), yang merupakan proses konversi termokimia biomass menjadi produk padat atau disebut arang hidro yang dilakukan pada suhu 250 derajat Celcius selama 8-10 jam dengan sistem rotary (berputar). Proses selanjutnya adalah aktivasi dalam suatu retort pada suhu 800 derajat Celcius selama 60 menit yang sebelumnya ditambahkan kalium hidroksida (KOH) untuk meningkatkan konduktivitas.

”Selanjutnya untuk meningkatkan kristalinitas dan kinerja dilakukan proses sintering pada suhu 1.300 derajat Celcius yang diinterkalasi dengan litium dengan menggunakan spark plasma sintering (SPS),” papar Gustan. Riset pembuatan karbon sphere dimulai tahun 2013, dan pertengahan tahun ini dicoba diproduksi untuk skala pabrik.

Karena itu, dalam upaya pengembangan karbon sphere, dibentuk Konsorsium Baterai Lithium yang melibatkan lebih dari 11 institusi, satu di antaranya adalah Balitbang Kehutanan.

Yani a
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1044 seconds (0.1#10.140)