Hati Suci untuk Anak Indonesia

Minggu, 02 November 2014 - 10:58 WIB
Hati Suci untuk Anak...
Hati Suci untuk Anak Indonesia
A A A
PERSOALAN sosial terus menimpa negeri ini. Keterhimpitan ekonomi memaksa bocah-bocah turun ke jalan untuk mengais rezeki.

Lalu, mereka dilabeli anak jalanan. Pun perempuan, karena kemiskinan, mereka terpaksa menjual diri. Mereka dilabeli banyak nama, dari yang paling halus hingga kasar; PSK, wanita panggilan, wanita simpanan, pelacur, dan sebagainya. Tak hanya berprofesi seperti itu, para wanita kerap menjadi “komoditas” yang laris, hingga dikenalah istilah women trafficking. Perdagangan terhadap kaum perempuan tidak hanya terjadi kini, tapi sudah berlangsung sejak dulu. Bisa jadi, publik atau pun penguasa melihat women trafficking sebagai fakta historis yang lumrah dan tak terhindarkan.

Hanya sedikit orang yang melihat dan menilainya dengan mata hati kemanusiaan. Ny. Lie, satu dari sedikit orang yang tergerak hatinya untuk melawan kenyataan itu. Buku bertajuk Ny. Lie Tjian Tjoen: Mendahului Sang Waktu, mengangkat tokoh yang tak kenal lelah berupaya menyelamatkan martabat perempuan dan anakanak Indonesia. Buku karya Boby Pr ini memaparkan, sebelum persoalan women traficking menjadi perhatian masyarakat, Ny. Lie telah menyelamatkan perempuan- perempuan yang dijadikan pelacur, istri muda atau budak belian di Batavia (sekarang Jakarta).

Karena terimpit ekonomi, banyak keluarga yang membuang anak-anak mereka. Pekarangan rumah sering menjadi “tempat pembuangan” bayi-bayi tak berdosa, di antara pot besar, di bawah pohon cemara, depan pintu, dekat pagar, termasuk pekarangan rumah Ny Lie. Ny. Lie menerima anak-anak dengan penuh kasih. Dia menerima bayi-bayi itu dengan penuh kebahagiaan, seolah mendapat bingkisan dari Sinterklas.

Tergerak untuk menyelamatkan nasib anak-anak dan kaum perempuan, Ny. Lie mendirikan Roemah Piatoe Ati Soetji (selanjutnya disebut Hati Suci). Pada saat Hati Suci didirikan pada 27 Oktober 1914, masalah perdagangan perempuan belum menjadi kepedulian masyarakat. Begitu pula dengan hak-hak anak. Baru 45 tahun kemudian, tahun 1959, dunia memberikan perhatian hak anak-anak dengan dideklarasikannya 10 hak dasar anak oleh PBB.

Perempuan malang, bayi yang dibuang, dan anak-anak telantar adalah bagian dari kehidupan Ny. Lie. Lewat Hati Suci, dia menampung mereka yang tersingkir. Mereka mendapatkan kasih yang tulus dari istri Kapten Lie Tjian Tjoen ini. Begitu tulusnya sehingga Ny. Lie tidak mengizinkan anak dan cucunya menyebut mereka dengan sebutan “anak Hati Suci”. Perempuan yang terlahir dengan nama Auw Tjoei Lan ini tidak hanya memberikan makanan dan tumpangan tetapi juga pendidikan, keterampilan, dan terutama kasih.

Untuk anakanak yang tidak memiliki asalusul yang jelas, dia berikan nama keluarga Lie, sebagai sebuah pengakuan dan tanggung jawab yang penuh. Layaknya seorang ibu, dia juga terus mengikuti perkembangan mereka hingga dewasa. Bahkan, ketika usia sudah dewasa, tidak jarang dia terlibat dalam proses perkawinan anak asuhnya. Hal yang menarik dari buku ini adalah bahwa sosok Ny. Lie berasal dari keluarga Tionghoa di Majalengka. Sebuah entitas masyarakat yang selama ini dianggap sebagai kelompok yang sibuk dengan masalah ekonomi sehingga dicap tidak memiliki kepedulian sosial.

Stempel ini luruh dengan karyakarya yang telah dilakukan oleh Ny. Lie. Tentu, masih banyak lagi sosok-sosok Ny. Lie lainnya yang telah memberikan hatinya kepada yang membutuhkan. “Sayangnya, figur mereka tertelan dengan cap yang seolah menjadi karakter masyarakat Tionghoa. Banyak dari antara mereka, seperti Ny. Lie, berkarya dalam keheningan popularitas sehingga kita tidak mengenal karya dan sosok mereka,” kata Aswin Wirjadi,Ketua Umum Yayasan Panti Asuhan Hati Suci pada peluncuran buku biografi NyLiepada Minggu (26/10/214).

Penerbitan dan peluncuran buku biografi itu sendiri diselenggarakan dalam rangka menyambut 100 tahun berdirinya panti asuhan Hati Suci. Yayasan Hati Suci ingin menghadirkan kembali sosok Ny. LieTjianTjoen melalui buku biografi. “Untuk mensyukuri perjalanan kemanusiaan yang begitu panjang ini layaklah kita mengenang sosok Ny. Lie yang telah meletakkan karya kemanusiaan lewat Hati Suci.

Semoga buku ini dapat menggelorakan kembali hasrat keluarga besar Hati Suci, rekan-rekan pengelola panti asuhan, masyarakat pemerhati perempuan dan anak, LSM, para donatur, para pengusaha, dan pemerintah untuk berkolaborasi bersama Hati Suci dalam menghapuskan ketelantaran anak dari bumi Indonesia dengan meneladani sikap Ny. Lie.

Tidak ada perhatian atau pekerjaan yang terlalu besar bagi kita bila menyangkut keterlantaran hak anak,” ujar Ketua Harian Yayasan Panti Asuhan Hati Suci Joseph Dharmabrata.

Donatus nador
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0665 seconds (0.1#10.140)