Cetak SDM Bisnis Berkualitas

Senin, 27 Oktober 2014 - 17:48 WIB
Cetak SDM Bisnis Berkualitas
Cetak SDM Bisnis Berkualitas
A A A
Sekitar 50% dari total penduduk Indonesia adalah kelompok anak muda. Keberadaan mereka diharapkan akan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang.

Apalagi pada akhir tahun depan negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan bersaing menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sayangnya, untuk menghadapi MEA Indonesia masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah, khususnya dalam hal mencetak SDM berkualitas. Pasalnya, akan terjadi pertukaran tenaga kerja lintas negara secara besar-besaran. Sehingga jika kualitas SDM dalam negeri di bawah rata-rata, pos-pos profesional akan banyak ditempati tenaga kerja asing.

Menurut pengamat bisnis Andreas Budiharjo, ada sekitar 90 juta anak muda yang kreatif di negeri ini. Keberadaan mereka dapat dikatakan sebagai kelompok menengah, yang secara pemikiran dikenal progresif dan energik. Hanya saja, jika potensi ini tidak dimaksimalkan bagi pembangunan ekonomi nasional, jumlah demografi anak muda yang demikian besar akan menjadi ancaman negara di masa mendatang. “Jika potensi-potensi ini dapat diberdayakan secara maksimal, tak ada yang meragukan bila Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi ASEAN,” kata Andreas kepada KORAN SINDO.

Meski terlambat, namun tak ada salahnya bila pemerintah baru mulai serius menggarap SDM berkualitas, terutama dari kalangan anak-anak muda kreatif. Indonesia dituntut untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten, berkarakter, dan profesional. Hal ini berlaku bukan hanya di sektor bisnis, melainkan juga di semua profesi pekerjaan.

Menurut dia, dalam beberapa hal orang Indonesia patut belajar dari sikap kerja keras, profesionalitas, kejujuran, dan integritas yang dimiliki sebagian besar tenaga kerja dari luar negeri. Sebab hal ini merupakan bagian dari nilai-nilai profesionalisme yang harus dimiliki setiap orang.

Dengan memiliki nilai-nilai profesionalisme, masa depan bangsa ini akan menjadi lebih cerah. Hal ini juga sekaligus dapat menghapus pandangan buruk yang menyebut bahwa selama ini Indonesia gemar mengirim tenaga kerja yang tidak terampil ke luar negeri. Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk melahirkan palaku usaha dalam jumlah besar demi menghadapi MEA.

Dapat dibayangkan bahwa jumlah penduduk yang begitu besar ini hanya memiliki sekitar 0,4% pebisnis. Sementara dari angka itu, sangat sedikit yang usahanya dikelola secara profesional, apalagi sukses berekspansi ke luar negeri. Karena itu, pelaku usaha yang sudah ada mesti diberikan pemahaman tentang pasar di wilayah domestik dan internasional.

Sebab selama ini jumlah pelaku usaha yang mengekspor produknya ke luar negeri masih sedikit sekali, jika ada itu juga hasil dari investor asing yang masuk ke Indonesia. “Sedikit sekali yang benar-benar sukses mencari pasar luar negeri atas kerja kerasnya sendiri,” ungkap Andreas.

Sementara Direktur Program Sarjana Prasetiya Mulya Business School (PMBS) Rudy Handoko mengatakan, pada dasarnya tidak sedikit SDM dalam negeri yang berkualitas. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar di sejumlah negara. Hanya saja keberadaan mereka belum menjadi satu kesatuan, sehingga belum bisa dimobilisasi untuk membuat satu proyek usaha di dalam negeri.

Selain itu juga, dari sisi penghargaan ilmu pengetahuan dan profesionalitas mereka lebih mendapatkan hal itu di luar negeri, sementara di dalam negeri hanya bergaji minim. “Konteks seperti ini bukan soal nasionalisme, tapi lebih pada aktualisasi diri keterampilan dan ilmu pengetahuan. Justru mereka lebih nasionalis karena mengharumkan nama Indonesia di negeri orang,” ungkap Rudy.

Pandangan yang berbeda diungkapkan Deputy Chief Executive Officer of Spire Research and Consulting, Jeffrey Bahar. Menurut dia, sudah banyak keberhasilan yang negara-negara ASEAN raih dalam satu dekade ini, terutama dalam hal zero free trade . Sebanyak 10 negara di Asia Tenggara ini dapat dikatakan sudah lumayan berhasil, baik dari sisi free flow of goods, free flow of services, free flow of investments, free flow of capital, serta free flow of skilled labour.

“Selama lima tahun ini kita lihat Indonesia juga telah memusatkan perhatiannya terhadap lima hal ini. Saat ini sudah banyak dokter asing yang praktik di rumah sakit di Indonesia, dan juga terjadi sebaliknya. Hal yang sama juga terjadi di profesi-profesi lainnya. Jadi sebenarnya kita sudah berpartisipasi untuk hal ini,” papar Jeffrey.

Nafi muthohirin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0881 seconds (0.1#10.140)