2.647 Pejabat Kena Sanksi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menjatuhkan sanksi terhadap 2.647 orang terkait upaya penyelamatan pajak negara.
Sanksi tersebut merupakan implementasi dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penyelesaian Kasus Pajak dan Penyimpangan Pajak.
Sanksi itu berupa hukuman disiplin maupun administratif atas berbagai pelanggaran.
Wakil Presiden Boediono menjelaskan, secara keseluruhan ada 2.647 pejabat dari berbagai instansi yang dikenai sanksi.
Jumlah itu adalah 1.489 pegawai Kementerian Keuangan, 216 pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan 942 pegawai Kejaksaan.
Mereka terkena sanksi dalam kerangka Inpres Nomor 1 Tahun 2011 ini.
Selain menangani berbagai kasus, kata Boediono, pelaksanaan Inpres ini juga sudah berhasil melakukan serangkaian perbaikan sistem di berbagai kementerian dan lembaga dan penegak hukum yang berfokus pada pengembalian kekayaan negara.
Menurut dia, latar belakang penerbitan Inpres ini adalah untuk memberantas praktik mafia hukum perpajakan.
Oleh karena itu, lanjut dia, pembenahan sistem dalam kerangka Inpres ini fokus pada pembenahan sektor pajak. Antara lain, pembentukan sistem whistleblowing secara internal, analisis restrukturisasi lembaga, serta komputerisasi berbagai proses untuk meminimalkan interaksi fisik dengan petugas.
"Koordinasi dalam kerangka Inpres 1/2011 juga memicu pada pelaksana Inpres di luar perpajakan untuk melakukan pula berbagai sistem di lembaganya masing-masing," tutur Boediono saat jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Seperti pembenahan lembaga pemasyarakatan, keimigrasian, proses kerja kejaksaan dan kepolisian dan sebagainya.
Sebagian perbaikan sistem juga, kata dia, diintegrasikan dalam serangkaian Inpres tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) yang terbit setiap tahun sejak 2011 hingga 2014.
Menurut dia, koordinasi di tingkat tertinggi pemerintahan sangat penting untuk menyatukan dan menyinkronkan berbagai kepentingan sektoral maupun berbagai regulasi dalam menangani kasus-kasus perpajakan yang bersifat lintas sektor dan lintas lembaga.
"Selama ini kami bekerja dalam diam," tuturnya.
Sebab, lanjut dia, penanganan perkara perpajakan adalah hal yang sangat sensitif.
"Ibarat ingin menangkap ikan, kita tidak boleh mengeruhkan airnya. Ikannya nanti tidak terlihat. Dengan bekerja dalam diam, saya rasa hasilnya cukup efektif," tuturnya.
Sanksi tersebut merupakan implementasi dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penyelesaian Kasus Pajak dan Penyimpangan Pajak.
Sanksi itu berupa hukuman disiplin maupun administratif atas berbagai pelanggaran.
Wakil Presiden Boediono menjelaskan, secara keseluruhan ada 2.647 pejabat dari berbagai instansi yang dikenai sanksi.
Jumlah itu adalah 1.489 pegawai Kementerian Keuangan, 216 pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan 942 pegawai Kejaksaan.
Mereka terkena sanksi dalam kerangka Inpres Nomor 1 Tahun 2011 ini.
Selain menangani berbagai kasus, kata Boediono, pelaksanaan Inpres ini juga sudah berhasil melakukan serangkaian perbaikan sistem di berbagai kementerian dan lembaga dan penegak hukum yang berfokus pada pengembalian kekayaan negara.
Menurut dia, latar belakang penerbitan Inpres ini adalah untuk memberantas praktik mafia hukum perpajakan.
Oleh karena itu, lanjut dia, pembenahan sistem dalam kerangka Inpres ini fokus pada pembenahan sektor pajak. Antara lain, pembentukan sistem whistleblowing secara internal, analisis restrukturisasi lembaga, serta komputerisasi berbagai proses untuk meminimalkan interaksi fisik dengan petugas.
"Koordinasi dalam kerangka Inpres 1/2011 juga memicu pada pelaksana Inpres di luar perpajakan untuk melakukan pula berbagai sistem di lembaganya masing-masing," tutur Boediono saat jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Seperti pembenahan lembaga pemasyarakatan, keimigrasian, proses kerja kejaksaan dan kepolisian dan sebagainya.
Sebagian perbaikan sistem juga, kata dia, diintegrasikan dalam serangkaian Inpres tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) yang terbit setiap tahun sejak 2011 hingga 2014.
Menurut dia, koordinasi di tingkat tertinggi pemerintahan sangat penting untuk menyatukan dan menyinkronkan berbagai kepentingan sektoral maupun berbagai regulasi dalam menangani kasus-kasus perpajakan yang bersifat lintas sektor dan lintas lembaga.
"Selama ini kami bekerja dalam diam," tuturnya.
Sebab, lanjut dia, penanganan perkara perpajakan adalah hal yang sangat sensitif.
"Ibarat ingin menangkap ikan, kita tidak boleh mengeruhkan airnya. Ikannya nanti tidak terlihat. Dengan bekerja dalam diam, saya rasa hasilnya cukup efektif," tuturnya.
(dam)