PDIP Merasa Kecewa dengan Tatib Sidang Paripurna
Kamis, 02 Oktober 2014 - 16:14 WIB

PDIP Merasa Kecewa dengan Tatib Sidang Paripurna
A
A
A
JAKARTA - Gagal mengajukan paket ketua DPR, Koalisi Indonesia Hebat merasa kecewa dengan tata tertib jalannya sidang paripurna penentuan pimpinan dan alat kelengkapan DPR.
"Dari tatibnya saja saya sudah sampaikan, tatibnya sangat bermasalah," kata Politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2014).
Menurut Rieke, permasalahan yang paling menyolok dalam tatib persidangan DPR periode 2014-2019 adalah terkait dengan kehadiran. Dalam tatib lama, yang dimaksud dengan kehadiran anggota dalam sidang adalah kehadiran fisik.
Sementara dalam tatib yang baru, ketentuan itu diubah sedemikian rupa, sehingga kehadiran anggota tidak dimaknai lagi sebagai kehadiran fisik. Cukup absen saja dan kehadiran absen itu dianggap sudah menjadi hak mengambil keputusan.
"Coba bayangkan, pola itu akan berlaku selama lima tahun di mana sidang-sidang dewan menentukan keputusan yang menyangkut kehidupan rakyat," kata Rieke kesal.
Rieke mengimbau agar seluruh pihak tidak berpikir pragmatis. Bagi dia pemberlakuan tatib sidang bukan hanya persoalan bagaimana kursi pimpinan DPR direbut, tetapi juga terkait dengan produk kebijakan yang akan diputuskan oleh anggota dewan lima tahun mendatang.
"Bayangkan pimpinan DPR ini, milih RT saja serius. Apalagi milih pimpinan DPR," kata Rieke.
"Dari tatibnya saja saya sudah sampaikan, tatibnya sangat bermasalah," kata Politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2014).
Menurut Rieke, permasalahan yang paling menyolok dalam tatib persidangan DPR periode 2014-2019 adalah terkait dengan kehadiran. Dalam tatib lama, yang dimaksud dengan kehadiran anggota dalam sidang adalah kehadiran fisik.
Sementara dalam tatib yang baru, ketentuan itu diubah sedemikian rupa, sehingga kehadiran anggota tidak dimaknai lagi sebagai kehadiran fisik. Cukup absen saja dan kehadiran absen itu dianggap sudah menjadi hak mengambil keputusan.
"Coba bayangkan, pola itu akan berlaku selama lima tahun di mana sidang-sidang dewan menentukan keputusan yang menyangkut kehidupan rakyat," kata Rieke kesal.
Rieke mengimbau agar seluruh pihak tidak berpikir pragmatis. Bagi dia pemberlakuan tatib sidang bukan hanya persoalan bagaimana kursi pimpinan DPR direbut, tetapi juga terkait dengan produk kebijakan yang akan diputuskan oleh anggota dewan lima tahun mendatang.
"Bayangkan pimpinan DPR ini, milih RT saja serius. Apalagi milih pimpinan DPR," kata Rieke.
(kri)