Untung Sutrisno, Penghijau Hutan Gundul
A
A
A
JAKARTA - Untuk mengupayakan ketersediaan air bersih di daerah kering dan pondok pesantren di daerahnya. Untung Sutrisno juga melakukan edukasi lingkungan serta aktif dalam kegiatan penghijauan.
Ia juga peduli pada orang-orang berkebutuhan khusus (dalam hal keterbatasan fisik) dan menfasilitasi untuk mendapatkan pelayanan medis, melakukan pemberdayaan masyarakat miskin di pinggir hutan, dan sebagai ketua lembaga swadaya masyarakat.
Seluruh kegiatan, Untung melibatkan unsur dari semua agama atau kepercayaan. Jadi selain untuk konservasi lingkungan, apa yang ia lakukan juga untuk menciptakan suasana kerukunan dan keharmonisan hidup.
Karena itu dalam setiap kegiatan, Untung merangkul alim ulama, pendeta, romo dan bhiksuni. Ia juga melibatkan para pemuda dari Budha, Konghucu, Kristen dan Muslim.
Sejak tahun 2005 setelah Bondowoso dilanda banjir besar, baru dia berpikir melakukan penghijauan, dan antisipasi ketersediaan air. Ini ia lakukan dengan cara penanaman bibit. Untung harus mengorbankan sepertiga dari gajinya sebagai PNS untuk membiayai kegiatan ini.
Ia melakukan edukasi ke masyarakat tentang penghijauan, pondok pesantren dan masyarakat pinggir hutan. Awalnya bergerak di enam kecamatan, sekarang sudah mencapai 23 kecamatan.
Tahun 2006, ia mendirikan Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Sosial Masyarakat yang beranggotakan 25 orang. Pendanaannya didapat dari KPH, KLH, honornya sebagai dosen tamu, dan relawan.
Ia juga peduli pada orang-orang berkebutuhan khusus (dalam hal keterbatasan fisik) dan menfasilitasi untuk mendapatkan pelayanan medis, melakukan pemberdayaan masyarakat miskin di pinggir hutan, dan sebagai ketua lembaga swadaya masyarakat.
Seluruh kegiatan, Untung melibatkan unsur dari semua agama atau kepercayaan. Jadi selain untuk konservasi lingkungan, apa yang ia lakukan juga untuk menciptakan suasana kerukunan dan keharmonisan hidup.
Karena itu dalam setiap kegiatan, Untung merangkul alim ulama, pendeta, romo dan bhiksuni. Ia juga melibatkan para pemuda dari Budha, Konghucu, Kristen dan Muslim.
Sejak tahun 2005 setelah Bondowoso dilanda banjir besar, baru dia berpikir melakukan penghijauan, dan antisipasi ketersediaan air. Ini ia lakukan dengan cara penanaman bibit. Untung harus mengorbankan sepertiga dari gajinya sebagai PNS untuk membiayai kegiatan ini.
Ia melakukan edukasi ke masyarakat tentang penghijauan, pondok pesantren dan masyarakat pinggir hutan. Awalnya bergerak di enam kecamatan, sekarang sudah mencapai 23 kecamatan.
Tahun 2006, ia mendirikan Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Sosial Masyarakat yang beranggotakan 25 orang. Pendanaannya didapat dari KPH, KLH, honornya sebagai dosen tamu, dan relawan.
(kri)