Hari Idul Adha Tidak Harus Sama dengan Arab

Senin, 29 September 2014 - 15:41 WIB
Hari Idul Adha Tidak...
Hari Idul Adha Tidak Harus Sama dengan Arab
A A A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau agar perbedaan Hari Raya Idul Adha 1435 H tidak dipersoalkan.

Perbedaan itu misalnya, terkait waktu atau Hari Raya Idul Adha antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, serta sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Hal itu disampaikan, Plt Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Muchtar Ali terkait keputusan Sidang Isbat yang menetapkan 10 Zulhijjah 1435 H jatuh pada Minggu 5 Oktober 2014 berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkan pada Sabtu 4 Oktober 2014.

"Putusan ini juga sesuai dengan negara-negara yang tergabung dalam Mabims yakni, Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura," kata Muchtar, Senin (29/9).

Menurut dia, sistem penanggalan Indonesia berbeda dengan Arab Saudi yang menggunakan kalender Ummul Qura.

Pada penanggalan itu, penetapan 1 Zulhijjah bertepatan pada 25 September dan diperkuat dengan laporan terlihatnya hilal. Dengan demikian, 10 Zulhijjah atau Idul Adha jatuh pada 4 Oktober.

Sementara Pemerintah Indonesia berdasarkan hasil sidang isbat yang digelar di seluruh Indonesia dengan menggunakan metode hisab dan rukyat dan memperhatikan kriteria yang telah disepakati yakni, tinggi hilal 2 derajat, sudut elongasi 3 derajat dan umur hilal yang sudah mencapai 8 jam maka 1 Zulhijjah jatuh pada 26 September dan 10 Zulhijjah atau Idul Adha tepat 5 Oktober.

"Perbedaan penetapan Idul Adha antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi adalah hal yang biasa terjadi karena perbedaan matla atau wilayah hukum penentuan hilal," tuturnya.

Dia mengimbau seluruh masyarakat Indonesia khususnya umat muslim untuk tetap memegang teguh dan menjunjung tinggi toleransi beragama.

Apalagi dalam Munas II tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa penetapan awal bulan Zulhijjah dan Idul Adha disesuaikan dengan wilayah hukum masing-masing negara.

"Dengan demikian, Indonesia dalam melakukan salat Idul Adha tidak dibenarkan mengikuti negara lain yang berbeda matla-nya. Kalau kita yakin melaksanakan ibadah pada hari itu ya sudah lakukan, meskipun berbeda jangan sampai mengganggu nilai ibadah itu sendiri," tutur Muchtar.

Menurut dia, ibadah tidak boleh dibangun di atas keragu-raguan. Apalagi bila terjadi perbedaan tempat dan waktu antara wilayah bagian barat dan timur.

"Kita tidak harus mengikuti Arab Saudi. Harus disesuaikan waktu dan tempat dimana kita berada. Yang enggak boleh kalau Idul Adha di Indonesia mendahului Arab Saudi," jelasnya.

Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kemenag dari Planetarium dan Observatorium Cecep Nurwendaya menjelaskan, perbedaan yang terjadi harus dihormati.

Berdasarkan hasil penelitian selama 24 tahun dalam kurun waktu 1975-1999, kata dia, tercatat 13 kali perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha. "Perayaan di sini (Indonesia) bisa sama atau lambat satu hari, tapi tidak bisa mendahului," ucapnya.

Menurut dia, sidang isbat di Indonesia dilakukan untuk menentukan awal Ramadan, Syawal dan penentuan Dzulhijah.

"Kita berada di timur jadi umur hilal lebih muda dibandingkan di Arab Saudi yang lebih tebal karena berada di wilayah barat," paparnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0930 seconds (0.1#10.140)