SBY Curhat ke Ketua MK Soal UU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengakui dihubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Minggu, 28 September 2014.
Dalam komunikasinya itu, Hamdan mengaku SBY menyinggung soal Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada. "Bapak Presiden menyampaikan tentang dinamika pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR yang menurut Presiden tidak mendapatkan update terakhir," tutur Hamdan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014).
Menurut dia, Presiden SBY merasa kecewa terhadap keputusan rapat paripurna yang mengesahkan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD. "Pada prinsipnya, itulah yang disampaikan oleh presiden," ungkapnya.
Hamdan mengaku juga menyampaikan ke Presiden SBY mengenai praktik ketatanegaraan yang selama ini dilakukan MK.
"Yang selama ini kita lakukan adalah persetujuan bahwa proses pengambilan keputusan itu didahului oleh pendapat DPR melalui fraksi-fraksinya. Kemudian sambutan dari pemerintah ya," ucapnya.
Hamdan pun memberikan contoh Undang-Undang pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tetap sah, walaupun tidak memperoleh tanda tangan Presidensaat itu, Megawati Soekarnoputri.
"Berdasarkan Pasal 20 ayat 5 UUD di tanda tangan atau tidak Undang-Undang itu otomatis berlaku. Saya hanya menyampaikan itu," tuturnya.
Dalam komunikasinya itu, Hamdan mengaku SBY menyinggung soal Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada. "Bapak Presiden menyampaikan tentang dinamika pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR yang menurut Presiden tidak mendapatkan update terakhir," tutur Hamdan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014).
Menurut dia, Presiden SBY merasa kecewa terhadap keputusan rapat paripurna yang mengesahkan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD. "Pada prinsipnya, itulah yang disampaikan oleh presiden," ungkapnya.
Hamdan mengaku juga menyampaikan ke Presiden SBY mengenai praktik ketatanegaraan yang selama ini dilakukan MK.
"Yang selama ini kita lakukan adalah persetujuan bahwa proses pengambilan keputusan itu didahului oleh pendapat DPR melalui fraksi-fraksinya. Kemudian sambutan dari pemerintah ya," ucapnya.
Hamdan pun memberikan contoh Undang-Undang pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tetap sah, walaupun tidak memperoleh tanda tangan Presidensaat itu, Megawati Soekarnoputri.
"Berdasarkan Pasal 20 ayat 5 UUD di tanda tangan atau tidak Undang-Undang itu otomatis berlaku. Saya hanya menyampaikan itu," tuturnya.
(dam)