SBY Gugat UU Pilkada, Apa Kata Koalisi Merah Putih?
A
A
A
JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan tidak terima dengan pengesahan UU Pilkada. Dia mempertimbangkan menggugat UU Pilkada yang disokong oleh Koalisi Merah Putih itu ke Mahkamah Konstitusi.
Terkait rencana Ketua Umum Partai Demokrat itu, Koalisi Merah Putih angkat bicara.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, SBY tidak semestinya bersikap demikian. Karena, pemerintah yang notabene dikepalai oleh SBY sudah mengikuti pembahasan dari awal sampai dengan pengambilan putusan di sidnag paripurna kemarin.
Selain itu, lanjut HNW, mekanisme pilkada lewat DPRD ini sudah diperbaiki mekanismenya sehingga, tidak sama bahkan jauh dengan zaman Orde Baru (orba).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga dilibatkan dalam pengawasannya. Serta, sanksi keras bagi anggota DPRD dan calon yang terlibat suap, diberhentikan dari partai, didiskualifikasi, sampai dengan dipidana.
“Kalau ada yang bilang menyuburkan korupsi, berarti tidak pernah baca undang-undang ini,” katanya saat dihubungi, Minggu 28 September kemarin.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat berharap SBY memahami bahwa sebuah UU yang sudah diputuskan oleh DPR maka presiden sudah tidak memiliki kewenangan lagi untuk menahan, aplagi menolaknya.
“Itu adalah sistem, dan penolakan itu hanya akan mempermalukan presiden,” kata Martin kepada KORAN SINDO.
Menurut Martin, jika presiden SBY tidak percaya bahwa sistem pilkada tidak langsung tidak lebih baik, SBY dapat memerintahan agar Partai Demokrat ke depan bisa menjadi contoh sebagai partai yang tidak melakukan politik transaksional dalam memilih kepala daerah.
Kalau SBY bisa mengumumkan bahwa Demokrat tidak akan melakukan hal transaksional itu pengaruhnya luar biasa, partai-partai lain akan merasa malu.
“SBY sebagai ketum bisa menegakkan disiplin itu di kalangan anggotanya. SBY dapat mengundang tokoh-tokoh pemimpin partai lain, dan mengajak pimpinan itu bahwa tidak ada transaksi, itu hebat luar biasa. Kan SBY masih ada 3 minggu lagi jadi presiden, ya undang ketua-ketua partai,” tutupnya.
Kemudian, Wasekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Isa Muchsin mengatakan, revisi UU Pilkada merupakan usulan dari pemerintah lewat Kemneterian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menginginkan agar pilkada diubah menjadi lewat DPRD.
“Pemerintah yang diwakilkan Gamawan Fauzi (Mendagri) sudah setuju, dan apapun putusan paripurna DPR, presiden tidak punya pilihan,” pungkasnya.
Terkait rencana Ketua Umum Partai Demokrat itu, Koalisi Merah Putih angkat bicara.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, SBY tidak semestinya bersikap demikian. Karena, pemerintah yang notabene dikepalai oleh SBY sudah mengikuti pembahasan dari awal sampai dengan pengambilan putusan di sidnag paripurna kemarin.
Selain itu, lanjut HNW, mekanisme pilkada lewat DPRD ini sudah diperbaiki mekanismenya sehingga, tidak sama bahkan jauh dengan zaman Orde Baru (orba).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga dilibatkan dalam pengawasannya. Serta, sanksi keras bagi anggota DPRD dan calon yang terlibat suap, diberhentikan dari partai, didiskualifikasi, sampai dengan dipidana.
“Kalau ada yang bilang menyuburkan korupsi, berarti tidak pernah baca undang-undang ini,” katanya saat dihubungi, Minggu 28 September kemarin.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat berharap SBY memahami bahwa sebuah UU yang sudah diputuskan oleh DPR maka presiden sudah tidak memiliki kewenangan lagi untuk menahan, aplagi menolaknya.
“Itu adalah sistem, dan penolakan itu hanya akan mempermalukan presiden,” kata Martin kepada KORAN SINDO.
Menurut Martin, jika presiden SBY tidak percaya bahwa sistem pilkada tidak langsung tidak lebih baik, SBY dapat memerintahan agar Partai Demokrat ke depan bisa menjadi contoh sebagai partai yang tidak melakukan politik transaksional dalam memilih kepala daerah.
Kalau SBY bisa mengumumkan bahwa Demokrat tidak akan melakukan hal transaksional itu pengaruhnya luar biasa, partai-partai lain akan merasa malu.
“SBY sebagai ketum bisa menegakkan disiplin itu di kalangan anggotanya. SBY dapat mengundang tokoh-tokoh pemimpin partai lain, dan mengajak pimpinan itu bahwa tidak ada transaksi, itu hebat luar biasa. Kan SBY masih ada 3 minggu lagi jadi presiden, ya undang ketua-ketua partai,” tutupnya.
Kemudian, Wasekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Isa Muchsin mengatakan, revisi UU Pilkada merupakan usulan dari pemerintah lewat Kemneterian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menginginkan agar pilkada diubah menjadi lewat DPRD.
“Pemerintah yang diwakilkan Gamawan Fauzi (Mendagri) sudah setuju, dan apapun putusan paripurna DPR, presiden tidak punya pilihan,” pungkasnya.
(hyk)