Mahkamah PPP Putuskan SDA Tetap Ketua Umum
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah DPP PPP mengeluarkan putusan sela, bahwa Suryadharma Ali (SDA) tetap menjabat Ketua Umum PPP.
Keputusan tersebut berdasarkan sidang khusus Mahkamah PPP pada Rabu 24 September 2014, di Kantor DPP PPP Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Selain putusan tersebut, Mahkamah PPP mengeluarkan putusan, memerintahkan agar dilakukan islah oleh kedua kubu sesuai fatwa Majelis Syariah PPP.
Islah tersebut berlaku untuk pengurus harian DPP PPP selaku eksekutif PPP di tingkat nasional, pengurus harian DPP PPP yang susunan personalianya sesuai hasil keputusan Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung.
Ketua Mahkamah PPP Chozin Chumaidy mengatakan, semua kebijakan dan kegiatan partai di tingkat nasional, hanya sah apabila dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP.
"Selama belum diputus terhadap pokok permohonan yang diajukan pemohon, agar para pihak yang berselisih tidak melakukan kegiatan partai di luar kegiatan yang dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP," ujar Chozin di DPP PPP, Jakarta, Kamis (25/9/2014).
Chozin memerintahkan kepada para pihak yang berselisih untuk melakukan islah, sebagaimana fatwa yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Majelis Syari'ah DPP PPP, 22 September 2014, dan membentuk kepanitiaan dan menetapkan waktu penyelenggaraan Muktamar VIII PPP.
"Memerintahkan para pihak yang berselisih, semua pengurus, anggota, kader dan simpatisan PPP, untuk menaati dan mematuhi putusan," pungkasnya.
Seperti diketahui, dua kubu di PPP terlibat konflik. Pertikaian terjadi berawal ketika Ketua Umum PPP SDA dipecat dari jabatannya karena dinilai melanggar AD/ART partai sehubungan statusnya yang kini menjadi tersangka korupsi.
Sejumlah pengurus elite PPP, termasuk Sekjen PPP Romahurmuziy (Romi), didukung oleh 28 ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) membentuk kepengurusan baru.
Emron Pangkapi kemudian diangkat sebagai ketua umum. Namun, SDA tidak menerima pemecatannya. Dia kemudian memecat Romi dan sejumlah pengurus elite PPP lainnya, dan terakhir memecat sembilan Ketua DPW PPP.
Keputusan tersebut berdasarkan sidang khusus Mahkamah PPP pada Rabu 24 September 2014, di Kantor DPP PPP Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Selain putusan tersebut, Mahkamah PPP mengeluarkan putusan, memerintahkan agar dilakukan islah oleh kedua kubu sesuai fatwa Majelis Syariah PPP.
Islah tersebut berlaku untuk pengurus harian DPP PPP selaku eksekutif PPP di tingkat nasional, pengurus harian DPP PPP yang susunan personalianya sesuai hasil keputusan Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung.
Ketua Mahkamah PPP Chozin Chumaidy mengatakan, semua kebijakan dan kegiatan partai di tingkat nasional, hanya sah apabila dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP.
"Selama belum diputus terhadap pokok permohonan yang diajukan pemohon, agar para pihak yang berselisih tidak melakukan kegiatan partai di luar kegiatan yang dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP," ujar Chozin di DPP PPP, Jakarta, Kamis (25/9/2014).
Chozin memerintahkan kepada para pihak yang berselisih untuk melakukan islah, sebagaimana fatwa yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Majelis Syari'ah DPP PPP, 22 September 2014, dan membentuk kepanitiaan dan menetapkan waktu penyelenggaraan Muktamar VIII PPP.
"Memerintahkan para pihak yang berselisih, semua pengurus, anggota, kader dan simpatisan PPP, untuk menaati dan mematuhi putusan," pungkasnya.
Seperti diketahui, dua kubu di PPP terlibat konflik. Pertikaian terjadi berawal ketika Ketua Umum PPP SDA dipecat dari jabatannya karena dinilai melanggar AD/ART partai sehubungan statusnya yang kini menjadi tersangka korupsi.
Sejumlah pengurus elite PPP, termasuk Sekjen PPP Romahurmuziy (Romi), didukung oleh 28 ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) membentuk kepengurusan baru.
Emron Pangkapi kemudian diangkat sebagai ketua umum. Namun, SDA tidak menerima pemecatannya. Dia kemudian memecat Romi dan sejumlah pengurus elite PPP lainnya, dan terakhir memecat sembilan Ketua DPW PPP.
(maf)