KPK Soroti Kebijakan Telekomunikasi di Kemenkominfo
A
A
A
JAKARTA - KPK menyoroti adanya potensi dugaan tindak pidana korupsi terkait Kemenkominfo di bidang industri telekomunikasi.
Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK akan mendalami dugaan tersebut jika terdapat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Belum ada pelaporan soal itu, namun jika hasil audit BPK terhadap hal itu disampaikan kepada KPK, tentu akan kami dalami," kata Johan di Jakarta, Senin (22/9/2014).
Ada dua kebijakan strategis Kemenkominfo di akhir pemerintahan ini, yakni penerbitan Permen Kominfo tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler (saat ini frekuensi itu dipakai oleh Bakrie Telecom, Telkom, Smartfren, dan Indosat).
Serta penerbitan SK Kominfo Nomor B-297/M.KOMINFO/SP.02.01/03/2014 tentang penunjukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai pengelola slot orbit satelit 150,5 BT yang nilainya Rp2,5 triliun.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar, Firdaus Muhammad menduga kebijakan tersebut dilakukan mengalokasikan kelebihan frekuensi melalui penunjukan langsung, bukan melalui seleksi terbuka seperti yang seharusnya.
Menurutnya, operator selular XL kata Firdaus, saat mengakuisisi AXIS, harus mengembalikan frekuensi kepada negara.
"Terlebih kebijakan strategis ini diambil saat injury time pemerintahan? Ini kan memunculkan pertanyaan ada apa dengan langkah Kominfo ini? Bukan tidak mungkin unsur patgulipat dengan sejumlah pihak terjadi," ujarnya.
Menurut Firdaus, keputusan tersebut akan berdampak buruk bagi citra pemerintahan SBY-Boediono. "Orang bisa menafsirkan terlalu jauh bahwa Presiden SBY punya kepentingan tertentu dalam soal telekomunikasi ini," ungkapnya.
Untuk itu dia meminta KPK untuk mencermati kemungkinan terjadinya korupsi di balik penerbitan keputusan strategis di bidang telekomunikasi itu.
"Patut diduga ada pihak tertentu yang diuntungkan dengan terbitnya keputusan tersebut," pungkasnya.
Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK akan mendalami dugaan tersebut jika terdapat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Belum ada pelaporan soal itu, namun jika hasil audit BPK terhadap hal itu disampaikan kepada KPK, tentu akan kami dalami," kata Johan di Jakarta, Senin (22/9/2014).
Ada dua kebijakan strategis Kemenkominfo di akhir pemerintahan ini, yakni penerbitan Permen Kominfo tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler (saat ini frekuensi itu dipakai oleh Bakrie Telecom, Telkom, Smartfren, dan Indosat).
Serta penerbitan SK Kominfo Nomor B-297/M.KOMINFO/SP.02.01/03/2014 tentang penunjukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai pengelola slot orbit satelit 150,5 BT yang nilainya Rp2,5 triliun.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar, Firdaus Muhammad menduga kebijakan tersebut dilakukan mengalokasikan kelebihan frekuensi melalui penunjukan langsung, bukan melalui seleksi terbuka seperti yang seharusnya.
Menurutnya, operator selular XL kata Firdaus, saat mengakuisisi AXIS, harus mengembalikan frekuensi kepada negara.
"Terlebih kebijakan strategis ini diambil saat injury time pemerintahan? Ini kan memunculkan pertanyaan ada apa dengan langkah Kominfo ini? Bukan tidak mungkin unsur patgulipat dengan sejumlah pihak terjadi," ujarnya.
Menurut Firdaus, keputusan tersebut akan berdampak buruk bagi citra pemerintahan SBY-Boediono. "Orang bisa menafsirkan terlalu jauh bahwa Presiden SBY punya kepentingan tertentu dalam soal telekomunikasi ini," ungkapnya.
Untuk itu dia meminta KPK untuk mencermati kemungkinan terjadinya korupsi di balik penerbitan keputusan strategis di bidang telekomunikasi itu.
"Patut diduga ada pihak tertentu yang diuntungkan dengan terbitnya keputusan tersebut," pungkasnya.
(maf)