Perjalanan Politik Ahok si Kutu Loncat
A
A
A
JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah resmi keluar dari Partai Gerindra. Langkah ini diambil pria asal Bangka Belitung itu karena tidak setuju dengan garis politik partai yang menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Manuver Ahok menerima banyak reaksi. Meski mbalelo terhadap kebijakan partai, sebagian kalangan menyebut aksinya sebagai langkah berani.
Sementara, internal Partai Gerindra sendiri menjuluki Ahok sebagai kutu loncat dan tidak loyal kepada partai yang telah membesarkannya.
"Saya kira track record yang bersangkutan (Ahok) sudah dikenal sebagai kutu loncat, kita juga senang siapa lawan dan siapa kawan dan kita tahu juga siapa yang berkhianat dan loyal kepada perjuangan," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Dicap sebagai kutu loncat, dengan lantang Ahok malah mengatakan, "ya memang dari dulu juga sudah kutu loncat. Sudah kutu loncat," kata dia di Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Jika dirunut ke belakang, karir plolitik pria kelahiran Manggar, Belitung Timur, 48 tahun silam itu sudah beberapa kali berpindah partai.
Pada medio 2004, Ahok mulai mencicipi dunia politik dengan bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) yang didirikan Alm. Sjahrir. Sebagai kader baru, Ahok langsung menjabat sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur.
Di tahun yang sama, Ahok melaksankan suksesi pertamanya sebagai anggota legislatif tingkat kabupaten kota. Pada Pemilu 2004, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif. Ia menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering mangkir.
Sekira tujuh bulan menjadi anggota DPRD, Ahok mulai banting setir. Dia berniat untuk maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Belitung Timur tahun 2005. Berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Ahok maju sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.
Mengejutkan, pemilukada langsung yang pertama kali digelar di Belitung Timur itu berhasil mengantarkan pasangan ini menjadi Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur. Dengan mengantongi suara 37,13 persen, keduanya berhasil memporak-porandakan wilayah yang telah menjadi lumbung suara Partai Bulan Bintang pada pemilu legislatif yang dilaksanakan setahun sebelumnya.
Belum selesai masa jabatannya sebagai bupati, Ahok mengajukan pengunduran diri pada 11 Desember 2006 untuk mengejar kekuasaan lebih tinggi, yakni maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Jabatan Ahok sebegai bupati resmi diserahkan kepada wakilnya, Khairul Effendi sejak 22 Desember 2006.
Dalam Pilgub Babel tersebut dia maju sebagai calon gubernur. Tak sedikit yang mendukung Ahok maju, bahkan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun ikut terjun langsung menjadi juru kampanyenya.
Namun, dia harus mengakui ketangguhan lawan politikya, Eko Maulana Ali. Karena PPIB tak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold), Ahok pun melepas jas partai lamanya.
Dia loncat ke Partai Golongan Karya pada 2008. Pada tahun 2009, dia kembali meniti karir di legislatif dan menjadi calon legislatif DPR RI melalui Partai Golkar. Dia pun terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Namun, untuk ke sekian kalinya secara mengejutkan, Ahok mengundurkan diri sebagai anggota DPR sekaligus kader partai berlambang pohon beringin itu pada tahun 2012. Belakangan diketahui, dirinya maju pada Pilgub DKI Jakarta melalui Partai Gerindra, mendampingi mantan Wali Kota Solo, Joko Widodo yang diusung PDIP.
Meski tak dijagokan sebelumnya dan hanya didukung dua partai, yaitu PDIP dan Gerindra, pasangan Jokowi-Ahok mampu menggeser dominasi pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrawi Ramli pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta.
Saat ini, jas partai berlambang kepala garuda pun ditanggalkan oleh Ahok. Dirinya mengaku tidak sepaham lagi dengan sikap partainya yang merestui kepala daerah dipilih oleh DPRD. Meski tak lagi berpartai, Ahok berjanji akan fokus bekerja untuk mengurusi Jakarta. Dia mengaku siap, meski harus jalani pemerintahan tanpa partai.
"Saya dipilih oleh rakyat bukan dipilih oleh kader Partai Gerindra. Jadi rakyat lebih tahu siapa yang benar dan tidak benar. Biarkan saja ini menjadi tontonan politik," tegas Ahok.
Manuver Ahok menerima banyak reaksi. Meski mbalelo terhadap kebijakan partai, sebagian kalangan menyebut aksinya sebagai langkah berani.
Sementara, internal Partai Gerindra sendiri menjuluki Ahok sebagai kutu loncat dan tidak loyal kepada partai yang telah membesarkannya.
"Saya kira track record yang bersangkutan (Ahok) sudah dikenal sebagai kutu loncat, kita juga senang siapa lawan dan siapa kawan dan kita tahu juga siapa yang berkhianat dan loyal kepada perjuangan," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Dicap sebagai kutu loncat, dengan lantang Ahok malah mengatakan, "ya memang dari dulu juga sudah kutu loncat. Sudah kutu loncat," kata dia di Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Jika dirunut ke belakang, karir plolitik pria kelahiran Manggar, Belitung Timur, 48 tahun silam itu sudah beberapa kali berpindah partai.
Pada medio 2004, Ahok mulai mencicipi dunia politik dengan bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) yang didirikan Alm. Sjahrir. Sebagai kader baru, Ahok langsung menjabat sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur.
Di tahun yang sama, Ahok melaksankan suksesi pertamanya sebagai anggota legislatif tingkat kabupaten kota. Pada Pemilu 2004, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif. Ia menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering mangkir.
Sekira tujuh bulan menjadi anggota DPRD, Ahok mulai banting setir. Dia berniat untuk maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Belitung Timur tahun 2005. Berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Ahok maju sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.
Mengejutkan, pemilukada langsung yang pertama kali digelar di Belitung Timur itu berhasil mengantarkan pasangan ini menjadi Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur. Dengan mengantongi suara 37,13 persen, keduanya berhasil memporak-porandakan wilayah yang telah menjadi lumbung suara Partai Bulan Bintang pada pemilu legislatif yang dilaksanakan setahun sebelumnya.
Belum selesai masa jabatannya sebagai bupati, Ahok mengajukan pengunduran diri pada 11 Desember 2006 untuk mengejar kekuasaan lebih tinggi, yakni maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Jabatan Ahok sebegai bupati resmi diserahkan kepada wakilnya, Khairul Effendi sejak 22 Desember 2006.
Dalam Pilgub Babel tersebut dia maju sebagai calon gubernur. Tak sedikit yang mendukung Ahok maju, bahkan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun ikut terjun langsung menjadi juru kampanyenya.
Namun, dia harus mengakui ketangguhan lawan politikya, Eko Maulana Ali. Karena PPIB tak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold), Ahok pun melepas jas partai lamanya.
Dia loncat ke Partai Golongan Karya pada 2008. Pada tahun 2009, dia kembali meniti karir di legislatif dan menjadi calon legislatif DPR RI melalui Partai Golkar. Dia pun terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Namun, untuk ke sekian kalinya secara mengejutkan, Ahok mengundurkan diri sebagai anggota DPR sekaligus kader partai berlambang pohon beringin itu pada tahun 2012. Belakangan diketahui, dirinya maju pada Pilgub DKI Jakarta melalui Partai Gerindra, mendampingi mantan Wali Kota Solo, Joko Widodo yang diusung PDIP.
Meski tak dijagokan sebelumnya dan hanya didukung dua partai, yaitu PDIP dan Gerindra, pasangan Jokowi-Ahok mampu menggeser dominasi pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrawi Ramli pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta.
Saat ini, jas partai berlambang kepala garuda pun ditanggalkan oleh Ahok. Dirinya mengaku tidak sepaham lagi dengan sikap partainya yang merestui kepala daerah dipilih oleh DPRD. Meski tak lagi berpartai, Ahok berjanji akan fokus bekerja untuk mengurusi Jakarta. Dia mengaku siap, meski harus jalani pemerintahan tanpa partai.
"Saya dipilih oleh rakyat bukan dipilih oleh kader Partai Gerindra. Jadi rakyat lebih tahu siapa yang benar dan tidak benar. Biarkan saja ini menjadi tontonan politik," tegas Ahok.
(kri)