Pemilukada Tak Langsung Tetap Jamin Calon Independen
A
A
A
JAKARTA - Pemilukada tidak langsung atau lewat DPR tidak akan menutup peluang calon independen untuk menjadi kepala daerah.
Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja mengatakan, apapun mekanisme pemilihannya, pintu untuk calon independen akan tetap terbuka.
"Jadi ini tadi kita sudah dengar semua bahwa banyak yang mengusulkan lewat DPRD. Tapi tetap ada jaminan bahwa calon independen diberikan ruang," kata Abdul Hakam usai Rapat Panja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Hakam mengatakan, meskipun mekanisme pemilukada diubah menjadi lewat DPRD, tetapi pintu bagi calon independen akan tetap terbuka. Hanya saja, secara teknis hal itu masih sedang dirumuskan.
"Jadi saya kira tidak menutup pintu jika nanti dipilih lewat DPRD," imbuhnya.
Menurut Hakam, persyaratan untuk menjadi kepala daerah bagi calon independen tidak akan jauh berbeda dengan persyaratan calon di pemilukada sebelumnya.
Seperti misalnya mengumpulkan sekian persen foto kopi KTP dari jumlah penduduk sebagai bentuk dukungan, dan persyaratan lainnya.
"Kemudian dia akan menjadi calon kalau nanti pemilihannya lewat DPRD tentunya, nanti calon yang dipilih akan bersanding dengan calon dari partai," jelas politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Untuk persyaratan lainnya seperti misalnya calon tidak memiliki ikatan perkawinan dan darah dengan petahana, lanjutnya, hanya dua fraksi saja yang tidak setuju yakni PDIP dan Partai Golkar.
Sisanya, menyetujui bahwa calon kepala daerah tidak boleh memiliki hubungan pernikahan dan darah dengan petahana. Syarat ini dimaksudkan agar tidak meluasnya politik dinasti di daerah.
"Alasan PDIP dan Golkar karena lebih mengutamakan akseptabilitas dan kapabilitas calon," imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, perbedaan lainnya yakni tentang mekanisme pemilihan sepaket atau tidak sepaket. Empat fraksi yakni, PKS, PKB, Partai Gerindra, dan Partai Hanura menyetujui agar kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara sepaket. Sementara lima fraksi dan pemerintah tidak menyetujui satu paket.
"Alasannya karena banyak kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi sehingga, opsinya wakil bisa dipilih dari PNS, nonPNS, dan dari calon lainnya," tambahnya.
Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja mengatakan, apapun mekanisme pemilihannya, pintu untuk calon independen akan tetap terbuka.
"Jadi ini tadi kita sudah dengar semua bahwa banyak yang mengusulkan lewat DPRD. Tapi tetap ada jaminan bahwa calon independen diberikan ruang," kata Abdul Hakam usai Rapat Panja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Hakam mengatakan, meskipun mekanisme pemilukada diubah menjadi lewat DPRD, tetapi pintu bagi calon independen akan tetap terbuka. Hanya saja, secara teknis hal itu masih sedang dirumuskan.
"Jadi saya kira tidak menutup pintu jika nanti dipilih lewat DPRD," imbuhnya.
Menurut Hakam, persyaratan untuk menjadi kepala daerah bagi calon independen tidak akan jauh berbeda dengan persyaratan calon di pemilukada sebelumnya.
Seperti misalnya mengumpulkan sekian persen foto kopi KTP dari jumlah penduduk sebagai bentuk dukungan, dan persyaratan lainnya.
"Kemudian dia akan menjadi calon kalau nanti pemilihannya lewat DPRD tentunya, nanti calon yang dipilih akan bersanding dengan calon dari partai," jelas politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Untuk persyaratan lainnya seperti misalnya calon tidak memiliki ikatan perkawinan dan darah dengan petahana, lanjutnya, hanya dua fraksi saja yang tidak setuju yakni PDIP dan Partai Golkar.
Sisanya, menyetujui bahwa calon kepala daerah tidak boleh memiliki hubungan pernikahan dan darah dengan petahana. Syarat ini dimaksudkan agar tidak meluasnya politik dinasti di daerah.
"Alasan PDIP dan Golkar karena lebih mengutamakan akseptabilitas dan kapabilitas calon," imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, perbedaan lainnya yakni tentang mekanisme pemilihan sepaket atau tidak sepaket. Empat fraksi yakni, PKS, PKB, Partai Gerindra, dan Partai Hanura menyetujui agar kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara sepaket. Sementara lima fraksi dan pemerintah tidak menyetujui satu paket.
"Alasannya karena banyak kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi sehingga, opsinya wakil bisa dipilih dari PNS, nonPNS, dan dari calon lainnya," tambahnya.
(maf)