Dukungan Parpol ke Jokowi Bisa Terkikis
A
A
A
JAKARTA - Gagasan Joko Widodo (Jokowi) tentang larangan menteri menduduki jabatan struktural dalam partai politik dinilai bisa berpotensi mengikis dukungan partai politik kepadanya.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menilai alasan menteri harus lepas jabatan struktural Parpol agar tak terjadi dualisme identitas dan loyalitas adalah alasan yang lemah dan tidak tepat.
"Pertanyan retorisnya adalah siapa yang berjuang memenangkan atau merebut kekuasaan? kan parpol yang berjuang dan mengusung, hak mereka memperoleh kursi menteri tanpa harus melepaskan jabatan di parpol," kata Pangi kepada Sindonews, Senin 24 Agustus 2014 malam.
Dengan begitu, Pangi bisa memahami jika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak antusias dengan gagasan ini. "Ini menjadi warning bagi Jokowi, sudah parpol koalisi enggak sampai 50 plus satu, bisa berkurang lagi dengan gagasan Jokowi yang tampil beda," tandasnya.
Menurut dia, perdebatan tentang formasi menteri dari kalangan parpol dan profesional serta menteri harus melepaskan jabatan parpol tidak perlu terjadi dan harus diselesaikan.
Pangi menilai keberadaan menteri yang memiliki jabatan struktural di dalam parpol justru akan memudahkan presiden mengendalikan anggota parlemen parpol koalisi.
Hal itu karena menteri dapat mengendalikan langsung partainya. Dengan begitu, koalisi pemerintah akan tetap solid. Paling tidak berjalan stabil. "Menteri yang menjabat ketua umum parpol bisa bekerja di garis komando bukan garis putus putus, sehingga kekuatan parpol koalisi pendukung pemerintah bisa tetap solid," tandasnya.
Kendati begitu, Pangi menegaskan pemilihan menteri merupakan hak prerogratif presiden. Yang terpenting, kata dia, Jokowi memastikan kapasitas, kompetensi, keahlian, serta integritas dan karakter kepemimpinan calon menteri.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menilai alasan menteri harus lepas jabatan struktural Parpol agar tak terjadi dualisme identitas dan loyalitas adalah alasan yang lemah dan tidak tepat.
"Pertanyan retorisnya adalah siapa yang berjuang memenangkan atau merebut kekuasaan? kan parpol yang berjuang dan mengusung, hak mereka memperoleh kursi menteri tanpa harus melepaskan jabatan di parpol," kata Pangi kepada Sindonews, Senin 24 Agustus 2014 malam.
Dengan begitu, Pangi bisa memahami jika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak antusias dengan gagasan ini. "Ini menjadi warning bagi Jokowi, sudah parpol koalisi enggak sampai 50 plus satu, bisa berkurang lagi dengan gagasan Jokowi yang tampil beda," tandasnya.
Menurut dia, perdebatan tentang formasi menteri dari kalangan parpol dan profesional serta menteri harus melepaskan jabatan parpol tidak perlu terjadi dan harus diselesaikan.
Pangi menilai keberadaan menteri yang memiliki jabatan struktural di dalam parpol justru akan memudahkan presiden mengendalikan anggota parlemen parpol koalisi.
Hal itu karena menteri dapat mengendalikan langsung partainya. Dengan begitu, koalisi pemerintah akan tetap solid. Paling tidak berjalan stabil. "Menteri yang menjabat ketua umum parpol bisa bekerja di garis komando bukan garis putus putus, sehingga kekuatan parpol koalisi pendukung pemerintah bisa tetap solid," tandasnya.
Kendati begitu, Pangi menegaskan pemilihan menteri merupakan hak prerogratif presiden. Yang terpenting, kata dia, Jokowi memastikan kapasitas, kompetensi, keahlian, serta integritas dan karakter kepemimpinan calon menteri.
(dam)