Jaksa Sebut Dinasti Atut Bikin Susah Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung tentang dinasti politik di Banten dalam surat tuntutan terhadap Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah.
Hal tersebut disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan Surat Tuntutan Nomor : Tut-31/24/08/2014 atas nama terdakwa Ratu Atut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (11/8/2014).
Surat tuntutan dibacakan secara bergantian oleh empat JPU, tiga di antaranya yakni Edy Hartoyo selaku ketua, Afni Carolina dan Leo Sukoto Manalu selaku anggota.
Edy Hartoyo mengatakan politik dinasti yang dibangun Atut dan keluarga di Provinsi Banten mengakibatkan keterpurukan bangsa dan kesengsaraan masyarakat.
Dia mengatakan, setiap politik dinasti melahirkan demokrasi super pasar bebas sehingga melahirkan demokrasi ‘wani piro’ yang mengakibatkan hilangnya nilai-nilai budaya rasa malu, tepo seliro, musyawarah mufakat dan gotong royong.
Jaksa juga menyinggung tentang keberadaan Atut dan kerabatnya pada jabatan jabatan publik di Banten. “Secara serakah menguasai jabatan-jabatan politik dan pemerintahan,” kata Edy di depan majelis hakim.
Dia melanjutkan, dampak korupsi yang dari politik dinasti jelas menyebabkan kesengsaraan masyarakat
“Walaupun telah diatur sedemikian rupa bagi penyelenggara negara agar tidak lagi melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tetapi dengan lahirnya politik dinasti di kalangan pejabat, politisi atau sistem politik di Indonesia, menjadi faktor pemicu terjadinya tindak pidana korupsi,” tutur Edy.
Sebelumnya, jaksa menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta menjatuhkan pidana penjara 10 tahun terhadap Ratu Atut Chosiyah selaku Gubernur Banten.
JPU juga menuntut Atut pidana denda Rp250 juta subsider lima bulan. Jaksa menilai Atut telah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyuapan terkait pengurusan sengketa Pemilukada Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan Surat Tuntutan Nomor : Tut-31/24/08/2014 atas nama terdakwa Ratu Atut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (11/8/2014).
Surat tuntutan dibacakan secara bergantian oleh empat JPU, tiga di antaranya yakni Edy Hartoyo selaku ketua, Afni Carolina dan Leo Sukoto Manalu selaku anggota.
Edy Hartoyo mengatakan politik dinasti yang dibangun Atut dan keluarga di Provinsi Banten mengakibatkan keterpurukan bangsa dan kesengsaraan masyarakat.
Dia mengatakan, setiap politik dinasti melahirkan demokrasi super pasar bebas sehingga melahirkan demokrasi ‘wani piro’ yang mengakibatkan hilangnya nilai-nilai budaya rasa malu, tepo seliro, musyawarah mufakat dan gotong royong.
Jaksa juga menyinggung tentang keberadaan Atut dan kerabatnya pada jabatan jabatan publik di Banten. “Secara serakah menguasai jabatan-jabatan politik dan pemerintahan,” kata Edy di depan majelis hakim.
Dia melanjutkan, dampak korupsi yang dari politik dinasti jelas menyebabkan kesengsaraan masyarakat
“Walaupun telah diatur sedemikian rupa bagi penyelenggara negara agar tidak lagi melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tetapi dengan lahirnya politik dinasti di kalangan pejabat, politisi atau sistem politik di Indonesia, menjadi faktor pemicu terjadinya tindak pidana korupsi,” tutur Edy.
Sebelumnya, jaksa menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta menjatuhkan pidana penjara 10 tahun terhadap Ratu Atut Chosiyah selaku Gubernur Banten.
JPU juga menuntut Atut pidana denda Rp250 juta subsider lima bulan. Jaksa menilai Atut telah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyuapan terkait pengurusan sengketa Pemilukada Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi.
(dam)