KPK Cegah Staf Khusus Menteri PDT
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencegah beberapa pihak, salah satunya Sabilillah Ardi, staf khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini.
Pencegahan itu terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan Tanggul Laut di Kabupaten Biak Numfor, Papua.
"Terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengurusan APBNP di Kementerian PDT untuk proyek tanggul laut di Biak Numfor, KPK mengirimkan surat permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri ke dirjen imigrasi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (7/7/2014).
Penyidik juga mencegah dua nama lainnya yakni Muammir Muin dari pihak swasta dan seorang pegawai negeri sipil bernama Aditya L Akbar. Ketiganya dicegah sejak 7 Juli 2014 untuk enam bulan ke depan.
Johan mengatakan pencegahan untuk memudahkan proses penyedikan. Melalui pencegahan itu, penyidik bisa kapan saja memanggil saksi.
Dalam kasus suap ini, KPK sudah menetapkan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk dan Direktur perusahaan konstruksi, PT Papua Indah Perkasa, Teddi Renyut sebagai tersangka.
Yesaya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf 1 atau b atau Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sedangkan Teddy yang merupakan pihak swasta pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Tipikor.
Pencegahan itu terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan Tanggul Laut di Kabupaten Biak Numfor, Papua.
"Terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengurusan APBNP di Kementerian PDT untuk proyek tanggul laut di Biak Numfor, KPK mengirimkan surat permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri ke dirjen imigrasi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (7/7/2014).
Penyidik juga mencegah dua nama lainnya yakni Muammir Muin dari pihak swasta dan seorang pegawai negeri sipil bernama Aditya L Akbar. Ketiganya dicegah sejak 7 Juli 2014 untuk enam bulan ke depan.
Johan mengatakan pencegahan untuk memudahkan proses penyedikan. Melalui pencegahan itu, penyidik bisa kapan saja memanggil saksi.
Dalam kasus suap ini, KPK sudah menetapkan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk dan Direktur perusahaan konstruksi, PT Papua Indah Perkasa, Teddi Renyut sebagai tersangka.
Yesaya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf 1 atau b atau Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sedangkan Teddy yang merupakan pihak swasta pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Tipikor.
(dam)