Mantan Danpuspom TNI Minta Polemik DKP Dihentikan

Sabtu, 28 Juni 2014 - 06:31 WIB
Mantan Danpuspom TNI Minta Polemik DKP Dihentikan
Mantan Danpuspom TNI Minta Polemik DKP Dihentikan
A A A
JAKARTA - Polemik dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) menyangkut pemberhentian Prabowo Subianto yang dipaparkan mantan Pangab Jenderal Purn. Wiranto terus mendapat kritik tajam dari para purnawirawan TNI.

Mantan Danpuspom TNI, Mayjen Purn Syamsu Djalal mendesak, agar persoalan DKP tidak diungkit-ungkit kembali, karena sudah diputuskan oleh Presiden BJ Habibie melalui Keppres Nomor 62/ABRI/1998 mengenai pemberhentian dengan hormat kepada Prabowo Subianto.

"DKP tidak usah-usah diungkit lagi. Pemberhentian dengan hormat oleh presiden itu sudah final dan paling tinggi, tidak bisa dibantah lagi," kata Syamsu Djalal, di Jakarta, Jumat 27 Juni 2014.

Menurut dia, Tim Mawar yang dianggap sebagai pelaku penculikan para aktivis sudah diadili oleh Mahkamah Militer (Mahmil) dan telah menerima sanksi hukum berupa pemberhentian dari anggota TNI.

Syamsu meminta, peristiwa yang sudah berlalu dan telah selesai jangan lagi dimanfaatkan untuk saling menyalahkan dan sikut-menyikut. Syamsu Djalal mengimbau, para purnawirawan bahwa di dalam jiwanya masih memiliki nilai-nilai Sapta Marga dan sumpah prajurit.

Sebab, tidak dipungkiri keterlibatan jenderal purnawirawan TNI yang secara aktif mendukung kedua pasangan capres/cawapres itu memberikan dampak signifikan tidak hanya dalam pembentukan opini namun juga bisa memicu konflik horisontal.

Konflik itu tidak boleh terjadi dan harus dihindari. "Sebaiknya rekan-rekan purnawirawan baik senior maupun yunior saya untuk terus menjaga kekompakan. Menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, jangan lagi mau diadu domba," ucapnya.

Dia menyadari, pilpres kali ini sudah mulai menjurus pada konflik. Hal ini harus dihindari jangan sampai sesama anak bangsa saling menyakiti. Demokrasi yang tengah diusung akan sangat mahal biayanya, jika mereka yang menjalankannya menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan, ingin menjadi paling dominan di atas lain, dan merasa paling benar dibandingkan dengan pihak lain.

Sebab, semua orang pasti pernah membuat kealpaan dan kesalahan pada masa lalu. "Biarkanlah kesalahan itu menjadi pelajaran untuk manusia lebih baik. Tidak ada satupun manfaat membuka kesalahan lama para capres, Lebih baik jika para kandidat beradu visi dan misi bagaimana menyejahterakan rakyat Indonesia. Bangsa kita sejak dahulu memiliki sikap pemaaf. Sifat inilah yang seharusnya dimiliki oleh para pelaku demokrasi ini," katanya.

Pilpres yang akan berlangsung pada 9 Juli 2014 mendatang, sambung Syamsu harus dijaga bersama agar menjadi pendidikan demokrasi dan pembelajaran bagi rakyat menuju bangsa yang besar, bermartabat. "Kami yakin demokrasi yang berujung konflik hanya akan memberikan trauma panjang kepada anak bangsa, menyeret Indonesia dalam kekelaman sejarah," tuturnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6225 seconds (0.1#10.140)