Kini Isu Pelanggar HAM Berhembus ke Kubu Jokowi-JK
A
A
A
JAKARTA - Isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang melanda kubu Prabowo-Hatta, sempat meramaikan pemberitaan di media massa dan perbincangan di media sosial. Kini isu HAM berganti berhembus ke kubu Jokowi-JK.
Siapakah yang menjadi sasaran tembak di kubu Jokowi-JK? Adalah Anggota Dewan Pengarah Tim Pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla, AM Hendropriyono, salah satunya. Pasalnya Hendropriyono pernah menghilangkan ratusan warga sipil semasa aktif di TNI.
Hendropriyono terlibat menghilangkan 246 warga dalam kasus tragedi berdarah Desa Talangsari, Lampung, pada 7 Februari 1989 silam. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melabeli mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini sebagai pelanggar HAM berat.
Dalam laporan yang dipublikasi Kontras, 2006 silam, peristiwa Talangsari merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat sesuai UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Peristiwa berdarah di Desa Talangsari terjadi pada pukul 04.00, 7 Februari 1989. Kolonel Hendropriyono, Danrem Garuda Hitam 043, melakukan penyerbuan terhadap jemaah pengajian yang dianggap melakukan kegiatan subversif. Penyerbuan tersebut menyebabkan 246 jamaah dinyatakan hilang, perkampungan Talangsari habis dibakar, dan ditutup untuk umum.
Berdasarkan data korban hasil investigasi Kontras pada 2005, sebanyak 5 orang menjadi korban penculikan, 27 orang menjadi korban pembunuhan, 78 orang dihilangkan paksa, 23 orang ditangkap secara sewenang-wenang, 25 orang dihukum dengan tidak adil, 24 orang mendapatkan pengusiran dari kampungnya.
Rangkaian penyerbuan tersebut merupakan klimaks dari beberapa peristiwa yang terjadi pada waktu sebelumnya. Pada 27 Februari Januari 1989, Cawat Way Jepara Zulkifli Lubis mengirimi Danramil Way Jepara sebuah surat yang memberitahukan ada kegiatan yang mencurigakan berkedok pengajian di Dukuh Cihideung.
Pada 5 Februari 1989 malam, aparat Kodim Metro menyergap enam pemuda jamaah pengajian yang sedang ronda. Keesokannya, Mayor EO Sinaga dari Koramil Way Jepara membawa pasukan mengunjungi perkampungan. Dalam kunjungan tersebut, mereka merendahkan warga setempat sehingga mengakibatkan perselisihan dan tindak kekerasan yang menewaskan Kapten Soetiman.
Tewasnya Kapten Soetiman membuat militer mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kolonel Hendropriyono dan terjadilah peristiwa berdarah tersebut.
Mengenai berbaliknya isu HAM ke kubu Jokowi-JK, Fadli Zon sebagai Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Hatta, tak mau menyambut gembira. Pihaknya tidak ingin bergulat di masa lalu, dan hanya ingin bergulat hari ini dan kedepan.
"Masa lalu itu bagian dari sejarah tidak bisa kita lupakan dan kita jadikan hikmah," ujarnya di Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Rabu 11 Juni 2104 tadi malam.
Fadli menyayangkan tindakan kubu Jokowi-JK yang masih mengungkit-ungkit masa lalu Prabowo sebelumnya. Politikus Partai Gerindra ini khawatir, jika persoalan masa lalu tetap diungkit, justru nanti akan menjadi blunder.
"Tapi kalau mau diungkit-ungkit nanti malah memercik ke muka sendiri. Apalagi sebenernya Bu Mega juga 2009 itu sudah menggandeng Pak Prabowo sebagai wakil presiden. Kok sekarang malah main-main kayak begitu," uajr Fadli.
Menurutnya, apa yang tengah dilakukan petinggi-petinggi tentara itu adalah perbuatan memalukan. "Saya kenal mereka, tapi menurut saya mereka memalukan," ujarnya.
Fadli mengimbau agar persoalan pelanggaran masa lalu tidak dijadikan sebagai komoditas politik. "Berbeda boleh saja, tapi jangan menghilangkan korps persahabatan, perkawanan gitu," pungkas dia.
Siapakah yang menjadi sasaran tembak di kubu Jokowi-JK? Adalah Anggota Dewan Pengarah Tim Pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla, AM Hendropriyono, salah satunya. Pasalnya Hendropriyono pernah menghilangkan ratusan warga sipil semasa aktif di TNI.
Hendropriyono terlibat menghilangkan 246 warga dalam kasus tragedi berdarah Desa Talangsari, Lampung, pada 7 Februari 1989 silam. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melabeli mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini sebagai pelanggar HAM berat.
Dalam laporan yang dipublikasi Kontras, 2006 silam, peristiwa Talangsari merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat sesuai UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Peristiwa berdarah di Desa Talangsari terjadi pada pukul 04.00, 7 Februari 1989. Kolonel Hendropriyono, Danrem Garuda Hitam 043, melakukan penyerbuan terhadap jemaah pengajian yang dianggap melakukan kegiatan subversif. Penyerbuan tersebut menyebabkan 246 jamaah dinyatakan hilang, perkampungan Talangsari habis dibakar, dan ditutup untuk umum.
Berdasarkan data korban hasil investigasi Kontras pada 2005, sebanyak 5 orang menjadi korban penculikan, 27 orang menjadi korban pembunuhan, 78 orang dihilangkan paksa, 23 orang ditangkap secara sewenang-wenang, 25 orang dihukum dengan tidak adil, 24 orang mendapatkan pengusiran dari kampungnya.
Rangkaian penyerbuan tersebut merupakan klimaks dari beberapa peristiwa yang terjadi pada waktu sebelumnya. Pada 27 Februari Januari 1989, Cawat Way Jepara Zulkifli Lubis mengirimi Danramil Way Jepara sebuah surat yang memberitahukan ada kegiatan yang mencurigakan berkedok pengajian di Dukuh Cihideung.
Pada 5 Februari 1989 malam, aparat Kodim Metro menyergap enam pemuda jamaah pengajian yang sedang ronda. Keesokannya, Mayor EO Sinaga dari Koramil Way Jepara membawa pasukan mengunjungi perkampungan. Dalam kunjungan tersebut, mereka merendahkan warga setempat sehingga mengakibatkan perselisihan dan tindak kekerasan yang menewaskan Kapten Soetiman.
Tewasnya Kapten Soetiman membuat militer mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kolonel Hendropriyono dan terjadilah peristiwa berdarah tersebut.
Mengenai berbaliknya isu HAM ke kubu Jokowi-JK, Fadli Zon sebagai Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Hatta, tak mau menyambut gembira. Pihaknya tidak ingin bergulat di masa lalu, dan hanya ingin bergulat hari ini dan kedepan.
"Masa lalu itu bagian dari sejarah tidak bisa kita lupakan dan kita jadikan hikmah," ujarnya di Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Rabu 11 Juni 2104 tadi malam.
Fadli menyayangkan tindakan kubu Jokowi-JK yang masih mengungkit-ungkit masa lalu Prabowo sebelumnya. Politikus Partai Gerindra ini khawatir, jika persoalan masa lalu tetap diungkit, justru nanti akan menjadi blunder.
"Tapi kalau mau diungkit-ungkit nanti malah memercik ke muka sendiri. Apalagi sebenernya Bu Mega juga 2009 itu sudah menggandeng Pak Prabowo sebagai wakil presiden. Kok sekarang malah main-main kayak begitu," uajr Fadli.
Menurutnya, apa yang tengah dilakukan petinggi-petinggi tentara itu adalah perbuatan memalukan. "Saya kenal mereka, tapi menurut saya mereka memalukan," ujarnya.
Fadli mengimbau agar persoalan pelanggaran masa lalu tidak dijadikan sebagai komoditas politik. "Berbeda boleh saja, tapi jangan menghilangkan korps persahabatan, perkawanan gitu," pungkas dia.
(hyk)