Samsung Abaikan Indonesia
A
A
A
RAYUAN pemerintah terhadap petinggi Samsung untuk membangun pabrik telepon seluler (ponsel) di Indonesia ternyata tidak mempan. Pemerintah harus berbesar hati menerima keputusan perusahaan asal Negeri Ginseng yang memilih membangun pabrik di Vietnam.
Pil pahit yang diterima pemerintah dari perusahaan ponsel bukan untuk pertama kalinya. Sebelumnya perusahaan smartphone Black Berry juga menghindar berinvestasi di negeri ini. Perusahaan asal Kanada itu akhirnya berlabuh di Negeri Jiran Malaysia.
Kini masih ada satu perusahaan ponsel besar yang masih terus menimbang-nimbang keinginan untuk membuka pabrik di Indonesia yakni Foxconn. Perusahaan asal Taiwan itu dikabarkan terlalu banyak mengajukan permintaan sehingga merepotkan pemerintah untuk memberi persetujuan. Mengapa perusahaan ponsel menghindar untuk berinvestasi di Indonesia yang berpenduduk 245 juta orang sebagai pasar empuk untuk alat komunikasi tersebut?
Sebagaimana diungkapkan Vice President Samsung Electronics Lee Kang Hyun, pihaknya memilih Vietnam sebagai tempat produksi karena negeri itu berani memberikan sejumlah insentif pajak di antaranya penghapusan pajak penghasilan hingga selama 30 tahun, bandingkan di Indonesia yang cuma memberi keringanan sekitar 10 tahun.
Pemerintah Vietnam juga memberi keringanan bea masuk untuk bahan baku hingga 0%, sementara Indonesia masih mematok 5% sampai 7% sehingga melahirkan daya saing yang tinggi bagi pabrikan yang beroperasi di sana. Faktor lain yang membuat Samsung memprioritaskan pembangunan pabrik di Vietnam ketimbang diIndonesia adalah pertimbangan upah buruh yang masih terbilang murah.
Selain upah buruh diIndonesia dinilai mahal versi Samsung juga aktivitas buruh yang terlalu banyak diwarnai demo sehingga membuat pelaku usaha selalu merasa terancam. Ada juga persoalan klasik yang selalu muncul ketika membahas soal iklim investasi di Indonesia yaitu masalah birokrasi yang tidak bersahabat dengan dunia usaha terutama dari investor asing yang selalu mensyaratkan untuk kemudahan urusan perizinan.
Yang lain soal infrastruktur yang tak memadai termasuk penyediaan lahan yang sulit diwujudkan seperti memenuhi permintaan Foxconn yang menginginkan lahan gratis. Mengenailahangratis, kabarnya, PemerintahVietnamdan Tiongkok tak keberatan asalkan komitmen investasinya jelas.
Kalau ada pejabat pemerintah yang paling kecewa dengan langkah Samsung mendirikan pabrik di Vietnam, tak lain adalah Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat. Mantan ketua Kadin Indonesia itu termasuk sangat intens menggiring Samsung untuk menghadirkan pabrik ponsel di Indonesia.
Dalam berbagai pertemuan sebelumnya dengan sejumlah petinggi Samsung di Korea Selatan sempat memberi sinyal untuk membangun pabrik di Indonesia. Namun, sinyal itu buyar ketika dalam pertemuan antara Menperin dan CEO Samsung yang diprakarsai Pemerintah Korea Selatan dan Kedutaan Besar Indonesia di negeri itu beberapa waktu lalu, petinggi Samsung menyatakan sudah memutuskan membangun pabrik di Vietnam.
Keputusan Samsung yang tidak menggubris permintaan pemerintah untuk membuka pabrik di Indonesia menyulut rencana pemerintah untuk segera memberlakukan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk ponsel. Simak saja pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Chairul Tanjung yang tegas menyatakan silakan Samsung membuka pabrik ponsel di Vietnam dan Pemerintah Indonesia tak ada yang bisa menghalangi pemberlakuan PPn BM untuk ponsel.
Pria yang akrab dipanggil CT itu mengakui persoalan insentif di Vietnam memang cukup merangsang investor, namun ingat pasar Indonesia tetap yang terbesar dengan daya beli masyarakat yang terus bertumbuh. Langkah Samsung yang mengabaikan Indonesia untuk membangun pabrik ponsel di sini mengantar kita untuk melakukan sebuah introspeksi diri. Mengapa Samsung yang produk ponselnya justruberjaya dipasardomestiktakberminatmembangunpabrikdiIndonesia, benarkah atas alasan klasik yang disebutkan di atas?
Peristiwa ini hendaknya dijadikan momentum untuk memberikan perhatian kepada industri ponsel yang ada di dalam negeri misalnya perusahaan elektronik yang mengusung merek Polytron yang juga mampu memproduksi smartphone. Produk televisi Polytron sempat menjadi pajangan resmi di Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand. Produk lokal berjaya di negeri orang.
Pil pahit yang diterima pemerintah dari perusahaan ponsel bukan untuk pertama kalinya. Sebelumnya perusahaan smartphone Black Berry juga menghindar berinvestasi di negeri ini. Perusahaan asal Kanada itu akhirnya berlabuh di Negeri Jiran Malaysia.
Kini masih ada satu perusahaan ponsel besar yang masih terus menimbang-nimbang keinginan untuk membuka pabrik di Indonesia yakni Foxconn. Perusahaan asal Taiwan itu dikabarkan terlalu banyak mengajukan permintaan sehingga merepotkan pemerintah untuk memberi persetujuan. Mengapa perusahaan ponsel menghindar untuk berinvestasi di Indonesia yang berpenduduk 245 juta orang sebagai pasar empuk untuk alat komunikasi tersebut?
Sebagaimana diungkapkan Vice President Samsung Electronics Lee Kang Hyun, pihaknya memilih Vietnam sebagai tempat produksi karena negeri itu berani memberikan sejumlah insentif pajak di antaranya penghapusan pajak penghasilan hingga selama 30 tahun, bandingkan di Indonesia yang cuma memberi keringanan sekitar 10 tahun.
Pemerintah Vietnam juga memberi keringanan bea masuk untuk bahan baku hingga 0%, sementara Indonesia masih mematok 5% sampai 7% sehingga melahirkan daya saing yang tinggi bagi pabrikan yang beroperasi di sana. Faktor lain yang membuat Samsung memprioritaskan pembangunan pabrik di Vietnam ketimbang diIndonesia adalah pertimbangan upah buruh yang masih terbilang murah.
Selain upah buruh diIndonesia dinilai mahal versi Samsung juga aktivitas buruh yang terlalu banyak diwarnai demo sehingga membuat pelaku usaha selalu merasa terancam. Ada juga persoalan klasik yang selalu muncul ketika membahas soal iklim investasi di Indonesia yaitu masalah birokrasi yang tidak bersahabat dengan dunia usaha terutama dari investor asing yang selalu mensyaratkan untuk kemudahan urusan perizinan.
Yang lain soal infrastruktur yang tak memadai termasuk penyediaan lahan yang sulit diwujudkan seperti memenuhi permintaan Foxconn yang menginginkan lahan gratis. Mengenailahangratis, kabarnya, PemerintahVietnamdan Tiongkok tak keberatan asalkan komitmen investasinya jelas.
Kalau ada pejabat pemerintah yang paling kecewa dengan langkah Samsung mendirikan pabrik di Vietnam, tak lain adalah Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat. Mantan ketua Kadin Indonesia itu termasuk sangat intens menggiring Samsung untuk menghadirkan pabrik ponsel di Indonesia.
Dalam berbagai pertemuan sebelumnya dengan sejumlah petinggi Samsung di Korea Selatan sempat memberi sinyal untuk membangun pabrik di Indonesia. Namun, sinyal itu buyar ketika dalam pertemuan antara Menperin dan CEO Samsung yang diprakarsai Pemerintah Korea Selatan dan Kedutaan Besar Indonesia di negeri itu beberapa waktu lalu, petinggi Samsung menyatakan sudah memutuskan membangun pabrik di Vietnam.
Keputusan Samsung yang tidak menggubris permintaan pemerintah untuk membuka pabrik di Indonesia menyulut rencana pemerintah untuk segera memberlakukan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk ponsel. Simak saja pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Chairul Tanjung yang tegas menyatakan silakan Samsung membuka pabrik ponsel di Vietnam dan Pemerintah Indonesia tak ada yang bisa menghalangi pemberlakuan PPn BM untuk ponsel.
Pria yang akrab dipanggil CT itu mengakui persoalan insentif di Vietnam memang cukup merangsang investor, namun ingat pasar Indonesia tetap yang terbesar dengan daya beli masyarakat yang terus bertumbuh. Langkah Samsung yang mengabaikan Indonesia untuk membangun pabrik ponsel di sini mengantar kita untuk melakukan sebuah introspeksi diri. Mengapa Samsung yang produk ponselnya justruberjaya dipasardomestiktakberminatmembangunpabrikdiIndonesia, benarkah atas alasan klasik yang disebutkan di atas?
Peristiwa ini hendaknya dijadikan momentum untuk memberikan perhatian kepada industri ponsel yang ada di dalam negeri misalnya perusahaan elektronik yang mengusung merek Polytron yang juga mampu memproduksi smartphone. Produk televisi Polytron sempat menjadi pajangan resmi di Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand. Produk lokal berjaya di negeri orang.
(nfl)