Irjen Kemenag Yakin KPK Bisa Tetapkan Tersangka Baru
A
A
A
JAKARTA - Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) M Jasin meyakini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menetapkan tersangka baru selain Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan dan penggunaan dana haji lebih dari Rp1 triliun di Kementerian Agama (Kemenag) tahun anggaran (TA) 2012-2013.
"Pengembangan penyidikan kasus haji itu sudah menjadi domain KPK. Kita yakin KPK akan bekerja secara profesional, independen. Saya yakin siapapun bila telah memenuhi dua alat bukti yang cukup KPK akan memproses hukum," kata Jasin saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Pernyataan ini disampaikan Jasin saat dikonfirmasi dugaan adanya mafia haji serta penelusuran dan pendalaman KPK terhadap sejumlah pihak lain yang disebut-sebut terlibat dalam kasus ini.
Mantan Wakil Ketua KPK ini melanjutkan, kabarnya PPATK sudah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) transaksi mencurigakan terkait kasus haji. Termasuk di dalamnya ada dugaan transaksi mencurigakan SDA, keluarga/kolega SDA, anggota DPR, pejabat Kemenag, dan pejabat di luar kemenag.
"Kabarnya PPATK juga sudah meneruskan temuan itu ke KPK. Biar KPK langsung yang menganalisis dan menindaklanjuti," tandasnya.
Dalam kasus haji ini hampir semua unsur yang menjadi titik tekan KPK. Terutama terkait pemondokan, katering, transportasi, para pejabat termasuk pejabat Kemenag yang naik haji secara gratis dengan ditanggung dengan dana haji. Dalam melakukan aksi korupnya SDA menggunakan serangkaian modus.
Di antaranya, sisa quota haji digunakan dan diberikan SDA kepada sejumlah pihak lain, baik dari anggota Komisi VIII DPR, kolega SDA, pejabat lain di luar Kemenag, pejabat Kemenag dan keluarga SDA.
Berikutnya, penunjukan Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) diambil dari unsur-unsur pihak seperti yang sudah disebutkan tadi. Bahkan pengadaan catering, transportasi, dan pemondokan juga ditunjuk secara nepotisme dari unsur-unsur pihak tersebut. Bahkan SDA melakukan aksinya dengan penujukan langsung.
Dari informasi yang berhasil dihimpun SINDO, ada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam korupsi dana haji lebih dari Rp1 triliun, yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana milik jamaah haji. Empat di antaranya disebut sebagai pihak-pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Mereka adalah DF, HA, SIL, RDH. DF diduga pejabat tinggi negara yang juga kolega SDA, adapun HA dari Komisi VIII DPR, SIL disebut-sebut sebagai pejabat Kemenag, dan RDH masih punya hubungan keluarga dengan SDA.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) sudah menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi mencurigakan milik SDA, pejabat Kemenag, pejabat di luar Kemenag, dan beberapa anggota DPR terkait kasus haji. LHA tersebut diserahkan dalam tiga tahap.
Pertama 2013 lalu. Kedua, dua atau tiga bulan lalu. Ketiga, dua pekan lalu. PPATK mengindikasikan SDA layak diterapkan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bahkan, PPATK menyarankan KPK untuk menyelidiki dan menindaklanjuti hasil LHA pejabat Kemenag, pejabat di luar Kemenag, dan beberapa anggota DPR terkait kasus haji. Transaksi-transaksi ini terkait pengadaan penginapan/pemondokan, katering, dan transportasi.
"Pengembangan penyidikan kasus haji itu sudah menjadi domain KPK. Kita yakin KPK akan bekerja secara profesional, independen. Saya yakin siapapun bila telah memenuhi dua alat bukti yang cukup KPK akan memproses hukum," kata Jasin saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Pernyataan ini disampaikan Jasin saat dikonfirmasi dugaan adanya mafia haji serta penelusuran dan pendalaman KPK terhadap sejumlah pihak lain yang disebut-sebut terlibat dalam kasus ini.
Mantan Wakil Ketua KPK ini melanjutkan, kabarnya PPATK sudah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) transaksi mencurigakan terkait kasus haji. Termasuk di dalamnya ada dugaan transaksi mencurigakan SDA, keluarga/kolega SDA, anggota DPR, pejabat Kemenag, dan pejabat di luar kemenag.
"Kabarnya PPATK juga sudah meneruskan temuan itu ke KPK. Biar KPK langsung yang menganalisis dan menindaklanjuti," tandasnya.
Dalam kasus haji ini hampir semua unsur yang menjadi titik tekan KPK. Terutama terkait pemondokan, katering, transportasi, para pejabat termasuk pejabat Kemenag yang naik haji secara gratis dengan ditanggung dengan dana haji. Dalam melakukan aksi korupnya SDA menggunakan serangkaian modus.
Di antaranya, sisa quota haji digunakan dan diberikan SDA kepada sejumlah pihak lain, baik dari anggota Komisi VIII DPR, kolega SDA, pejabat lain di luar Kemenag, pejabat Kemenag dan keluarga SDA.
Berikutnya, penunjukan Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) diambil dari unsur-unsur pihak seperti yang sudah disebutkan tadi. Bahkan pengadaan catering, transportasi, dan pemondokan juga ditunjuk secara nepotisme dari unsur-unsur pihak tersebut. Bahkan SDA melakukan aksinya dengan penujukan langsung.
Dari informasi yang berhasil dihimpun SINDO, ada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam korupsi dana haji lebih dari Rp1 triliun, yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana milik jamaah haji. Empat di antaranya disebut sebagai pihak-pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Mereka adalah DF, HA, SIL, RDH. DF diduga pejabat tinggi negara yang juga kolega SDA, adapun HA dari Komisi VIII DPR, SIL disebut-sebut sebagai pejabat Kemenag, dan RDH masih punya hubungan keluarga dengan SDA.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) sudah menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi mencurigakan milik SDA, pejabat Kemenag, pejabat di luar Kemenag, dan beberapa anggota DPR terkait kasus haji. LHA tersebut diserahkan dalam tiga tahap.
Pertama 2013 lalu. Kedua, dua atau tiga bulan lalu. Ketiga, dua pekan lalu. PPATK mengindikasikan SDA layak diterapkan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bahkan, PPATK menyarankan KPK untuk menyelidiki dan menindaklanjuti hasil LHA pejabat Kemenag, pejabat di luar Kemenag, dan beberapa anggota DPR terkait kasus haji. Transaksi-transaksi ini terkait pengadaan penginapan/pemondokan, katering, dan transportasi.
(kri)