Anas Mentahkan Pertanyaan KPK Soal Korupsi Hambalang
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mementahkan pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan keterlibatan kasus Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Hal ini muncul dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin 26 Mei 2014.
Anas dihadirkan JPU bersama Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso, Mindo Rosalina Manulang (Rosa) mantan Manajer Pemasaran Group Permai dan PT Anak Negeri, perusahaan milik terpidana M Nazaruddin, dan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinar.
Awalnya dalam kesaksian Anas mengaku kenal dengan Andi Mallarangeng pada 1999. Saat itu keduanya masuk dalam tim perumus Undang-Undang (UU) politik. Selanjutnya Anas menuturkan, kedudukannya sebagai anggota DPR. Anas menjadi anggota DPR sejak 1 Oktober 2009.
Setelah itu Anas ditunjuk menjadi ketua fraksi. Anas juga membenarkan dia menjadi anggota Komisi X. Tetapi dia lebih fokus sebagai ketua fraksi. Karenanya dia jarang hadir pada rapat-rapat Komisi X di DPR termasuk dengan mitra kerja yakni Kemenpora. Sebagai ketua fraksi, Anas membawahi 148 anggota termasuk dirinya.
"Apalagi saat itu ada tugas besar dalam pansus Bank Century. Jadi tugas, waktu, dan pikiran besar untuk tangani tugas besar itu. Fraksi itu perpanjangan dari partai. Bukan DPR. Saya bertangungjawab sebagai ketua Fraisi ketua umum Partai Demokrat saat itu," tegas Anas di depan majelis hakim.
JPU kemudian mendalami sejumlah pertemuan dan pembicaraan dengan anggota Komisi II Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono dan Nazaruddin yang membahas soal sertifikat Hambalang. Anas membeberkan, dia memang pernah bertemu Ignatius dan Nazaruddin. Kronologisnya, pada Desember 2009, Anas sedang berdikusi dengan Saan Mutopa dan (alm) Adjie Massaid di ruang Fraksi.
Anas saat itu didampingi stafnya bernama Rahmat. Setelah itu Nazar masuk dan menyampaikan bahwa, Ignatius mau menghadap. Anas pun mempersilakan. Ignatius saat itu tidak berbicara masalah sertifikat Hambalang sebagaimana yang dituduhkan kepada Anas selama ini.
"Yang disampaikan soal tugas-tugas legislasi Pak Mulyono sebagai Ketua Baleg. Saya bilang karena presiden dari Partai Demokrat, Ketua DPR dari Demokrat, ketua baleg dari Demokrat maka kualitas dan kuantitas UU harus bagus," ucapnya.
JPU masih penasaran dengan pengurusan dan pembahasan sertifikat Hambalang antara Anas, Ignatius dan Nazar. Anas menegaskan, tidak pernah membicarakan tanah dan sertifikat. Tapi saat itu dia pernah mendengar bahwa Nazaruddin meminta Ignatius bahwa ada urusan menpora di BPN yang harus didorong. Dia juga mengaku, tidak mengetahui apa pembicaraan Ignatius dan Nazaruddin sebelum dan setelah pertemuan itu.
Anas tidak mengetahui apakah Ignatius menelpon Joyo Winoto, selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengurusi sertifikat Hambalang.
"Seingat saya Mulyono di dalam ruangan sampai selasai. Pertemuan itu kira-kira 15-20 menit. Pak Mulyono keluar dahuluan. Suadara Nazaruddin keluar dua menit setelahnya. Mulyono menelpon Kepala BPN setelah itu saya tidak tahu," bebernya.
Anas juga mengaku tidak pernah tahu ada pertemuan antara Joyo Winoto, sekretaris Joyo, Ignatius, dan Nazar pada 6 November 2009. Anas merasa kenal dengan Joyo. Tetapi dia tidak tahu apakah yang bersangkutan merasa kenal dengan dirinya atau tidak. Ceritanya, Anas pertama kali kenal dengan Joyo di Istana Cipanas sekitar 2008.
Saat itu Anas dan Joyo hadir atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di situ Anas bertemu dan bersalaman dengan Joyo. SBY mengumpulkan sejumlah pihak untuk kepentingan Pemilu 2009. "Pak Joyo bagian dari briten institute. Itu (briten instutute) badan yang dibentuk oleh Pak SBY untuk pemenangan SBY sebagai presiden," bebernya.
JPU berusaha mendalami pertemuan dan kehadiran Anas di restoran Charter Box, Plaza Senayan. Dengan santai, Anas yang mengenakan kemeja putih lengan panjang itu membenarkan pernah makan di resetoran tersebut. JPU penasaran apakah Anas pernah makan dengan mantan Sesmenpora Wafid Muharam dan menyerahkan sertifikat Hambalang.
Dengan tenang, Anas mengatakan tidak pernah. Yang jelas dia hanya pernah makan di situ dengan dua politisi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf dan Saan Mustopa.
"Kalau bertemu dengan Pak Wafid Muharam pernah pada 2008 di Ritz Calton. Saya hadir dengan sahabat saya Syamsul Qomar, saya dikenalkan dengan Pak Wafid. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan Pak Wafid Muharam. Saya berharap setelah ini bisa bertemu," ucap Anas dengan tersenyum.
Dia membenarkan kenal dengan Machfud Suroso sejak lama. Karena Machfud ini teman dari istri Anas, Atthiyah Laila. Sebelum berkenal dengan Machfud, Anas tidak punya usaha atau bisnis. Dia membenarkan Atthiyah memiliki saham di perusahaan Machfud, PT DCL.
Tetapi Atthiyah sudah berhenti awal 2009. Alasannya karena saat itu Anas mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan optimis menang. Karenanya Anas menyarankan Atthiyah untuk mundur dan Atthiyah punya keinginan yang sama.
"Saya baru tahu alasan profesional hari ini (seperti dijelaskan Machfud). Jadi istri saya mundur Januari atau Februari 2009," imbuhnya.
JPU kembali mendalami apakah Anas mengetahui bahwa akta mundur yang dibuat notaris terkait pengunduran diri Atthiya pada 2012 seperti keterangan mantan Direktur Keuangan PT DCL Roni Wijaya.
Anas dengan tenang mengatakan, dia dan keluarga tidak ada urusan dengan notaris. Sepengetahuan Anas, istrinya tidak pernah berurusan dengn Roni Wijaya. Urusannya hanya dengan Machfud.
"Istri saya sudah sampaikan surat mundur. Apaka surat mundur itu sudah diproses atau tidak oleh Roni Wijaya dan Machfud Suroso, saya tidak tahu," imbuhnya.
Anas menegaskan, tidak pernah meminta Nazaruddin agar perusahaannya, PT Duta Graha Indah mundur dari proyek Hambalang dan fokus saja ke Wisma Atlet. Dia membenarkan pernah memiliki hubungan kerja dengan Nazaruddin terkait PT Manahatan. Tetapi pada awal 2009, Anas sudah berhenti.
Anas membenarkan pernah menerima pinjama mobil Camry dan Alphard dari Nazar. Tetapi kata dia, itu bukan gratifikasi. Awalnya, Anas diminta Nazar untuk menjadi konsultan politik keluarganya. Karena Nazar dan saudaranya di antaranya M Nasir mau mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Tetapi kata dia, dua mobil itu sudah dikembalikan.
"Setelah saya beli mobil harrier september 2009," imbuhnya.
Anas mengatakan, dia tidak mau mengontari keterangan Rosa yang disebut katanya-katanya Nazaruddin. Apalagi Anas disebut bertemu dengan Andi Mallarangeng di Hotel Arcadia, Plaza Senayan. Bahkan Anas tidak pernah menemui terdakwa di tempat manapun terkait Hambalang. Anas membenarkan pernah bertemu Agus Martowardojo, Menteri Keuangan. Tetapi bukan hotel Ritz Calton.
"Pertemuan itu pada Oktober 2010 terkait multi years Hambalang?," tanya Ketua JPU Supardi. Anas langsung mengatakan tidak pernah. "Itu lah saya bilang ini kesaksian fitnah Nazar. Saya pertama ketemu dan berkenalan dengan Pak Agus Marto itu pada 2012. Saat ulang tahun Partai Demokrat di Sentul. Setelah itu saya tidak pernah lagi ketemu," bebernya.
Ketua Majelis Hakim Haswandi kemudian mengkonfirmasi kepada Anas apakah yang bersangkutan tahu terkait proses dan pembahasan Hambalang. Anas mengaku sebelumnya tidak pernah mengetahui.
Bahkan tidak pernah ikut membahas di DPR. Apalagi di Kemenpora. Anas baru tahu setelah Hambalang ini menjadi masalah. Anas juga tidak mengetahui dan mengenal mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor dan mantan manajer pemasaran PT Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman. Karenanya Anas tidak mengetahui dakwaan yang didakwa kepada Andi Mallarangeng.
"Baik saya akan mendalami ketika saudara jadi terdakwa," ucap hakim Haswandi. "Baik yang mulia," ujarnya.
Hal ini muncul dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin 26 Mei 2014.
Anas dihadirkan JPU bersama Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso, Mindo Rosalina Manulang (Rosa) mantan Manajer Pemasaran Group Permai dan PT Anak Negeri, perusahaan milik terpidana M Nazaruddin, dan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinar.
Awalnya dalam kesaksian Anas mengaku kenal dengan Andi Mallarangeng pada 1999. Saat itu keduanya masuk dalam tim perumus Undang-Undang (UU) politik. Selanjutnya Anas menuturkan, kedudukannya sebagai anggota DPR. Anas menjadi anggota DPR sejak 1 Oktober 2009.
Setelah itu Anas ditunjuk menjadi ketua fraksi. Anas juga membenarkan dia menjadi anggota Komisi X. Tetapi dia lebih fokus sebagai ketua fraksi. Karenanya dia jarang hadir pada rapat-rapat Komisi X di DPR termasuk dengan mitra kerja yakni Kemenpora. Sebagai ketua fraksi, Anas membawahi 148 anggota termasuk dirinya.
"Apalagi saat itu ada tugas besar dalam pansus Bank Century. Jadi tugas, waktu, dan pikiran besar untuk tangani tugas besar itu. Fraksi itu perpanjangan dari partai. Bukan DPR. Saya bertangungjawab sebagai ketua Fraisi ketua umum Partai Demokrat saat itu," tegas Anas di depan majelis hakim.
JPU kemudian mendalami sejumlah pertemuan dan pembicaraan dengan anggota Komisi II Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono dan Nazaruddin yang membahas soal sertifikat Hambalang. Anas membeberkan, dia memang pernah bertemu Ignatius dan Nazaruddin. Kronologisnya, pada Desember 2009, Anas sedang berdikusi dengan Saan Mutopa dan (alm) Adjie Massaid di ruang Fraksi.
Anas saat itu didampingi stafnya bernama Rahmat. Setelah itu Nazar masuk dan menyampaikan bahwa, Ignatius mau menghadap. Anas pun mempersilakan. Ignatius saat itu tidak berbicara masalah sertifikat Hambalang sebagaimana yang dituduhkan kepada Anas selama ini.
"Yang disampaikan soal tugas-tugas legislasi Pak Mulyono sebagai Ketua Baleg. Saya bilang karena presiden dari Partai Demokrat, Ketua DPR dari Demokrat, ketua baleg dari Demokrat maka kualitas dan kuantitas UU harus bagus," ucapnya.
JPU masih penasaran dengan pengurusan dan pembahasan sertifikat Hambalang antara Anas, Ignatius dan Nazar. Anas menegaskan, tidak pernah membicarakan tanah dan sertifikat. Tapi saat itu dia pernah mendengar bahwa Nazaruddin meminta Ignatius bahwa ada urusan menpora di BPN yang harus didorong. Dia juga mengaku, tidak mengetahui apa pembicaraan Ignatius dan Nazaruddin sebelum dan setelah pertemuan itu.
Anas tidak mengetahui apakah Ignatius menelpon Joyo Winoto, selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengurusi sertifikat Hambalang.
"Seingat saya Mulyono di dalam ruangan sampai selasai. Pertemuan itu kira-kira 15-20 menit. Pak Mulyono keluar dahuluan. Suadara Nazaruddin keluar dua menit setelahnya. Mulyono menelpon Kepala BPN setelah itu saya tidak tahu," bebernya.
Anas juga mengaku tidak pernah tahu ada pertemuan antara Joyo Winoto, sekretaris Joyo, Ignatius, dan Nazar pada 6 November 2009. Anas merasa kenal dengan Joyo. Tetapi dia tidak tahu apakah yang bersangkutan merasa kenal dengan dirinya atau tidak. Ceritanya, Anas pertama kali kenal dengan Joyo di Istana Cipanas sekitar 2008.
Saat itu Anas dan Joyo hadir atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di situ Anas bertemu dan bersalaman dengan Joyo. SBY mengumpulkan sejumlah pihak untuk kepentingan Pemilu 2009. "Pak Joyo bagian dari briten institute. Itu (briten instutute) badan yang dibentuk oleh Pak SBY untuk pemenangan SBY sebagai presiden," bebernya.
JPU berusaha mendalami pertemuan dan kehadiran Anas di restoran Charter Box, Plaza Senayan. Dengan santai, Anas yang mengenakan kemeja putih lengan panjang itu membenarkan pernah makan di resetoran tersebut. JPU penasaran apakah Anas pernah makan dengan mantan Sesmenpora Wafid Muharam dan menyerahkan sertifikat Hambalang.
Dengan tenang, Anas mengatakan tidak pernah. Yang jelas dia hanya pernah makan di situ dengan dua politisi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf dan Saan Mustopa.
"Kalau bertemu dengan Pak Wafid Muharam pernah pada 2008 di Ritz Calton. Saya hadir dengan sahabat saya Syamsul Qomar, saya dikenalkan dengan Pak Wafid. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan Pak Wafid Muharam. Saya berharap setelah ini bisa bertemu," ucap Anas dengan tersenyum.
Dia membenarkan kenal dengan Machfud Suroso sejak lama. Karena Machfud ini teman dari istri Anas, Atthiyah Laila. Sebelum berkenal dengan Machfud, Anas tidak punya usaha atau bisnis. Dia membenarkan Atthiyah memiliki saham di perusahaan Machfud, PT DCL.
Tetapi Atthiyah sudah berhenti awal 2009. Alasannya karena saat itu Anas mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan optimis menang. Karenanya Anas menyarankan Atthiyah untuk mundur dan Atthiyah punya keinginan yang sama.
"Saya baru tahu alasan profesional hari ini (seperti dijelaskan Machfud). Jadi istri saya mundur Januari atau Februari 2009," imbuhnya.
JPU kembali mendalami apakah Anas mengetahui bahwa akta mundur yang dibuat notaris terkait pengunduran diri Atthiya pada 2012 seperti keterangan mantan Direktur Keuangan PT DCL Roni Wijaya.
Anas dengan tenang mengatakan, dia dan keluarga tidak ada urusan dengan notaris. Sepengetahuan Anas, istrinya tidak pernah berurusan dengn Roni Wijaya. Urusannya hanya dengan Machfud.
"Istri saya sudah sampaikan surat mundur. Apaka surat mundur itu sudah diproses atau tidak oleh Roni Wijaya dan Machfud Suroso, saya tidak tahu," imbuhnya.
Anas menegaskan, tidak pernah meminta Nazaruddin agar perusahaannya, PT Duta Graha Indah mundur dari proyek Hambalang dan fokus saja ke Wisma Atlet. Dia membenarkan pernah memiliki hubungan kerja dengan Nazaruddin terkait PT Manahatan. Tetapi pada awal 2009, Anas sudah berhenti.
Anas membenarkan pernah menerima pinjama mobil Camry dan Alphard dari Nazar. Tetapi kata dia, itu bukan gratifikasi. Awalnya, Anas diminta Nazar untuk menjadi konsultan politik keluarganya. Karena Nazar dan saudaranya di antaranya M Nasir mau mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Tetapi kata dia, dua mobil itu sudah dikembalikan.
"Setelah saya beli mobil harrier september 2009," imbuhnya.
Anas mengatakan, dia tidak mau mengontari keterangan Rosa yang disebut katanya-katanya Nazaruddin. Apalagi Anas disebut bertemu dengan Andi Mallarangeng di Hotel Arcadia, Plaza Senayan. Bahkan Anas tidak pernah menemui terdakwa di tempat manapun terkait Hambalang. Anas membenarkan pernah bertemu Agus Martowardojo, Menteri Keuangan. Tetapi bukan hotel Ritz Calton.
"Pertemuan itu pada Oktober 2010 terkait multi years Hambalang?," tanya Ketua JPU Supardi. Anas langsung mengatakan tidak pernah. "Itu lah saya bilang ini kesaksian fitnah Nazar. Saya pertama ketemu dan berkenalan dengan Pak Agus Marto itu pada 2012. Saat ulang tahun Partai Demokrat di Sentul. Setelah itu saya tidak pernah lagi ketemu," bebernya.
Ketua Majelis Hakim Haswandi kemudian mengkonfirmasi kepada Anas apakah yang bersangkutan tahu terkait proses dan pembahasan Hambalang. Anas mengaku sebelumnya tidak pernah mengetahui.
Bahkan tidak pernah ikut membahas di DPR. Apalagi di Kemenpora. Anas baru tahu setelah Hambalang ini menjadi masalah. Anas juga tidak mengetahui dan mengenal mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor dan mantan manajer pemasaran PT Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman. Karenanya Anas tidak mengetahui dakwaan yang didakwa kepada Andi Mallarangeng.
"Baik saya akan mendalami ketika saudara jadi terdakwa," ucap hakim Haswandi. "Baik yang mulia," ujarnya.
(mhd)