Mantan Sopir Anggoro Akui Kirim Bingkisan ke Rumah Kaban
A
A
A
JAKARTA - Mantan sopir Bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo mengaku pernah mengantar bingkisan ke mantan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban, mantan anggota Komisi IV DPR, dan sejumlah pihak lainnya. Bingkisan tersebut berupa uang dan telepon seluler.
Fakta ini diungkap empat mantan sopir yakni Andrianus Wibowo, Isdiatmoko, Leo suprabowo, dan Mulyono saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan Anggoro Widjojo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 21 Mei 2014.
Anggoro merupakan terdakwa perkara korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan 2006-2008 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu 21 Mei 2014.
Selain empat saksi ini JPU juga menghadirkan tiga saksi lainnya yakni mantan Presiden Direktur PT Masarao Radiokom Putranefo Alexander Prayugo, mantan Koordinator Keuangan PT Masaro Radiokom Elvita Dewi, dan mantan Kepala Sekretariat Komisi IV DPR yang kini menjabat Kabag Perancangan Undang-Undang Bidang Kesra Tri Budi Utami.
Isdriatmoko mengaku menjadi sopir PT Masaro sejak 1990 sampai 2008. Awal masuk sebagai pengemudi operasional, Isdriatmoko terakhir bertugas sebagai sopir yang membawa Anggoro sekitar 6-7 tahun.
Dia membenarkan pernah beberapa kali diperintahkan Anggoro menyerahkan dua buah ponsel Motorola ke rumah mantan Ketua Komisi IV M Yusuf Erwin Faisal (mantan terpidana kasus suap), satu telepon seluler (ponsel) ke rumah mantan anggota Komisi IV Fachri Andi Leluasa (mantan terpidana kasus suap). Serta beberapa kali mengantarkan paket bingkisan ke rumah dinas Menteri Kehutanan (Menhut) Jalan Denpasar Raya Nomor 15, Jakarta Selatan.
Saat itu Menhut dijabat, MS Kaban. Paket bingkisan diterima oleh Muhamad Yusuf, yang saat itu menjadi sopir Kaban. Hal ini hampir keseluruhan ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Isdriatmoko yang dibenarkannya di depan majelis hakim. "Betul. Cuma ke Pak Yusuf (Muhamad Yusuf) tidak lima kali tapi beberapa kali. Setahu saya Muhamad Yusuf, sopirnya MS Kaban. Semuanya atas perintah Pak Anggoro," kata Isdriatmoko.
JPU mengingatkan, paket bingkisan yang dibawa Isdriatmoko itu berupa uang dengan nominal bervariasi baik dalam bentuk mata uang asing (USD dan dollar singapura) maupun travel cek (TC) senilai Rp50 juta. Tetapi Isdriatmoko mengaku tidak pernah melihat barang yang diantar tersebut.
Isdiatmoko biasanya datang sendiri naik motor, kadang juga bersama sopir PT Masaro/Anggoro lainnya. Biasanya setiba di rumah dinas tersebut, Isdiatmoko menelepon Yusuf memberitahukan dirinya telah tiba. JPU penasaran dan kembali mencecar Isdriatmoko apakah itu uang. Tetapi dia malah mengelak.
"Di BAP saudara tertulis bahwa bingkisan yang dibungkus kertas koran dalam tas kardus Motorola itu diduga isinya uang. Bagaimana saudara saksi?" tanya anggota JPU Iskandar Marwanto. "Saya tidak pernah sebut isinya uang. Saya cuma sebut bingkisan yang dibungkus kertas koran," ucapnya.
Andrianus Wibowo mengaku menjadi sopir sejak 2006-2008. Dia juga pernah menjabat sebagai ajudan Anggoro. Kadang kata dia, pada 2008 sempat mengantar Anggoro beberapa kali ke kantor PT Masaro. Padahal menurut JPU, Anggoro sudah mengaku tidak lagi menjabat sebagai pengurus di PT Masaro.JPU Iskandar langsung mencecar apakah Anggoro hanya sekadar mampir atau urusan pekerjaan. Tetapi Andrianus mengaku kurang mengetahui.
JPU kemudian membacakan BAP Andrianus, di dalamnya tertuang Adrianus pernah dua kali mengantar barang dalam tas kertas Motorola biru ke rumah dinas Menhut MS Kaban. Di dalam tas tersebut terdapat amplop besar yang diduga uang. Anggoro yang memperintahkan untuk diantar Muhamad Yusuf. Saat tiba di depan rumah Menhut MS Kaban Andrianus menelpon M Yusuf. "Iya benar (keterangan dalam BAP)," ucap Andrianus di depan majelis hakim.
Dalam BAP tersebut, Andrianus mengaku ingat pernah diperintahkan Anggoro mengantarkan barang baik berupa barang atau uang. Salah satunya, pada 2007 Andrianus mengantar Anggoro bertemu sejumlah anggota DPR yang tidak diketahui namanya. Andrianus melihat Anggoro bertemu dan menyerahkan tas berisi ponsel dan uang kepada mereka di Kudus Bar, Hotel Sultan, Jakarta.
"Apa benar seperti itu yang di Kudus Bar?," cecar JPU Iskandar. "Iya bertemu. Kalau melihat, saya enggak (melihat Anggoro memberikan tas berisi ponsel dan uang). Saya hanya serahkan ke Pak Anggoro. Tas itu saya ambil dari kantor, dari Sekretaris Pak Anggoro, Sherly," imbuhnya.
Mulyono, sopir PT Masaro dan Anggoro pada 2001-2009 menjelaskan, awalnya dia bekerja sebagai office boy. Tetapi kemudian naik tingkat menjadi sopir operasional, sopir direksi, dan sopir Anggoro. Dia membenarkan pernah ke Jalan Denpasar Raya Jakarta Selatan bersama Isdriatmoko dan Anggoro.
Saat itu mobil diparkir agak jauh dari dari sebuah rumah yang hendak dituju. Dia tidak mengetahui itu rumah siapa. Yang jelas Anggoro dan Isdriatmoko yang jalan ke rumah tersebut. "Selalu kalau parkir itu agak jauh dari rumah itu. Pak Is (Isdiatmoko) yang buka pagar, Pak Anggoro yang masuk," bebernya.
JPU Iskandar Marwanto kemudian berusaha mendalami kedatangan Anggoro di Gedung Menara Dakwah pusat kegiatan Partai Bulan Bintang dan ormas-ormas pendukung PBB pada Maret 2008. Mulyono membenarkan pernah bersama Isdriatmoko mengantar Anggoro ke gedung tersebut. Tetapi dia lupa tanggal pastinya. Saat itu Anggoro langsung turun. Mulyono tidak tahu keperluannya apa.
Tetapi Menurut JPU kedatangan tersebut terkait pemenuhan dua lift yang diminta Kaban dan Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Dakwah Indonesia). Pengadaan dan pemasangannya diketahui senilai USD58.581 dan Rp200.653.000. Mulyono dan Isdriatmoko diperintahkan Anggoro membawa meteran dan kertas ke gedung Menara Dakwah. JPU menduga itu untuk mengukur dan persiapan pemasangan lift.
"Saya tidak tahu keperluannya apa datang ke gedung itu. Tapi kita kan sopir-sopir harus bawa perlengkapan lengkap. Waktu datang di menara dakwah, bapak (Anggoro) mengingatkan bawa meteran dan kertas. Itu (meteran dan kertas) untuk keperluan apa saya tidak tahu," tuturnya.
Dia membenarkan pernah bersama Andrianus ke apartemen Kusuma Candra. Perintahnya saat itu untuk mengambil kepingan vcd. Sesampai di situ Mulyono memarkir mobil sedangkan Andrianus masuk ke money changer. Saat keluar Andrianus sudah membawa bungkusan.
Mulyono menduga bungkusan itu berisi uang. Setelah itu keduanya pulang dan menyerahkan ke Anggoro. "Saya tidak tahu dikemanakan uang itu (oleh Anggoro)," ucap Mulyono.
JPU menguraikan Anggoro pernah menyerahkan uang USD15.000 hasil penukaran valuta asing kepada Kaban di rumah dinas pada 7 Agustis 2007, USD10.000 hasil penukaran valuta asing yang diantarkan David Angkawijaya (anak kandung Anggoro dan Direktur Keuangan PT Masaro) kepada Kaban di rumah dinas, dan SGD40.0000 diberikan Anggoro ke Kaban di rumah dinas pada 28 Maret 2008.
Leo Suprabowo membenarkan, pernah mengantar Anggoro, David Angkawijaya, Putranefo, dan sejumlah direksi lainnya. Dia membenarkan pernah mengantarkan Anggoro dan Putranefo ke rumah menteri di Jalan Denpasar Raya, Jakarta Selatan. Tetapi dia mengaku tidak mengetahui apakah itu rumah dinas Menhut atau bukan. Pasalnya dia mengantar dan hanya menunggu di mobil saja.
Dia pernah mengantar Anggoro dengan menggunakan mobil Alphard B 5 AR. Dia mengaku lupa apakah kapan kedatangan Anggoro tersebut. Yang dia ingat antara 2007-2008. Termasuk paket apa yang dibawa. "Tahu ada bungkusan berupa uang yang dibawa," tanya JPU Iskandar. "Saya tidak tahu. Tapi saya pernah antar Pak Anggoro dan Pak Putranefo di rumah menteri itu," kata Leo.
Selain itu ujar Leo, dia pernah diperintahkan Anggoro ke money changer di apartemen Kusuma Candra. Pemilik money changer yakni Ibu Miing, teman Anggoro. Di situ Leo mengambil bingkisan dalam bentuk amplop. Dia mengaku tidak mengetahui isi.
JPU penasaran dan mengkonfirmasi apakah amplop itu berisi uang. Tetapi lagi-lagi Leo mengaku tidak tahu karena tidak berani membuka amplop tersebut. Yang jelas setelah itu amplop diserahkan ke Anggoro."Saya tidak tahu dikemanakan," katanya.
Fakta ini diungkap empat mantan sopir yakni Andrianus Wibowo, Isdiatmoko, Leo suprabowo, dan Mulyono saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan Anggoro Widjojo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 21 Mei 2014.
Anggoro merupakan terdakwa perkara korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan 2006-2008 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu 21 Mei 2014.
Selain empat saksi ini JPU juga menghadirkan tiga saksi lainnya yakni mantan Presiden Direktur PT Masarao Radiokom Putranefo Alexander Prayugo, mantan Koordinator Keuangan PT Masaro Radiokom Elvita Dewi, dan mantan Kepala Sekretariat Komisi IV DPR yang kini menjabat Kabag Perancangan Undang-Undang Bidang Kesra Tri Budi Utami.
Isdriatmoko mengaku menjadi sopir PT Masaro sejak 1990 sampai 2008. Awal masuk sebagai pengemudi operasional, Isdriatmoko terakhir bertugas sebagai sopir yang membawa Anggoro sekitar 6-7 tahun.
Dia membenarkan pernah beberapa kali diperintahkan Anggoro menyerahkan dua buah ponsel Motorola ke rumah mantan Ketua Komisi IV M Yusuf Erwin Faisal (mantan terpidana kasus suap), satu telepon seluler (ponsel) ke rumah mantan anggota Komisi IV Fachri Andi Leluasa (mantan terpidana kasus suap). Serta beberapa kali mengantarkan paket bingkisan ke rumah dinas Menteri Kehutanan (Menhut) Jalan Denpasar Raya Nomor 15, Jakarta Selatan.
Saat itu Menhut dijabat, MS Kaban. Paket bingkisan diterima oleh Muhamad Yusuf, yang saat itu menjadi sopir Kaban. Hal ini hampir keseluruhan ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Isdriatmoko yang dibenarkannya di depan majelis hakim. "Betul. Cuma ke Pak Yusuf (Muhamad Yusuf) tidak lima kali tapi beberapa kali. Setahu saya Muhamad Yusuf, sopirnya MS Kaban. Semuanya atas perintah Pak Anggoro," kata Isdriatmoko.
JPU mengingatkan, paket bingkisan yang dibawa Isdriatmoko itu berupa uang dengan nominal bervariasi baik dalam bentuk mata uang asing (USD dan dollar singapura) maupun travel cek (TC) senilai Rp50 juta. Tetapi Isdriatmoko mengaku tidak pernah melihat barang yang diantar tersebut.
Isdiatmoko biasanya datang sendiri naik motor, kadang juga bersama sopir PT Masaro/Anggoro lainnya. Biasanya setiba di rumah dinas tersebut, Isdiatmoko menelepon Yusuf memberitahukan dirinya telah tiba. JPU penasaran dan kembali mencecar Isdriatmoko apakah itu uang. Tetapi dia malah mengelak.
"Di BAP saudara tertulis bahwa bingkisan yang dibungkus kertas koran dalam tas kardus Motorola itu diduga isinya uang. Bagaimana saudara saksi?" tanya anggota JPU Iskandar Marwanto. "Saya tidak pernah sebut isinya uang. Saya cuma sebut bingkisan yang dibungkus kertas koran," ucapnya.
Andrianus Wibowo mengaku menjadi sopir sejak 2006-2008. Dia juga pernah menjabat sebagai ajudan Anggoro. Kadang kata dia, pada 2008 sempat mengantar Anggoro beberapa kali ke kantor PT Masaro. Padahal menurut JPU, Anggoro sudah mengaku tidak lagi menjabat sebagai pengurus di PT Masaro.JPU Iskandar langsung mencecar apakah Anggoro hanya sekadar mampir atau urusan pekerjaan. Tetapi Andrianus mengaku kurang mengetahui.
JPU kemudian membacakan BAP Andrianus, di dalamnya tertuang Adrianus pernah dua kali mengantar barang dalam tas kertas Motorola biru ke rumah dinas Menhut MS Kaban. Di dalam tas tersebut terdapat amplop besar yang diduga uang. Anggoro yang memperintahkan untuk diantar Muhamad Yusuf. Saat tiba di depan rumah Menhut MS Kaban Andrianus menelpon M Yusuf. "Iya benar (keterangan dalam BAP)," ucap Andrianus di depan majelis hakim.
Dalam BAP tersebut, Andrianus mengaku ingat pernah diperintahkan Anggoro mengantarkan barang baik berupa barang atau uang. Salah satunya, pada 2007 Andrianus mengantar Anggoro bertemu sejumlah anggota DPR yang tidak diketahui namanya. Andrianus melihat Anggoro bertemu dan menyerahkan tas berisi ponsel dan uang kepada mereka di Kudus Bar, Hotel Sultan, Jakarta.
"Apa benar seperti itu yang di Kudus Bar?," cecar JPU Iskandar. "Iya bertemu. Kalau melihat, saya enggak (melihat Anggoro memberikan tas berisi ponsel dan uang). Saya hanya serahkan ke Pak Anggoro. Tas itu saya ambil dari kantor, dari Sekretaris Pak Anggoro, Sherly," imbuhnya.
Mulyono, sopir PT Masaro dan Anggoro pada 2001-2009 menjelaskan, awalnya dia bekerja sebagai office boy. Tetapi kemudian naik tingkat menjadi sopir operasional, sopir direksi, dan sopir Anggoro. Dia membenarkan pernah ke Jalan Denpasar Raya Jakarta Selatan bersama Isdriatmoko dan Anggoro.
Saat itu mobil diparkir agak jauh dari dari sebuah rumah yang hendak dituju. Dia tidak mengetahui itu rumah siapa. Yang jelas Anggoro dan Isdriatmoko yang jalan ke rumah tersebut. "Selalu kalau parkir itu agak jauh dari rumah itu. Pak Is (Isdiatmoko) yang buka pagar, Pak Anggoro yang masuk," bebernya.
JPU Iskandar Marwanto kemudian berusaha mendalami kedatangan Anggoro di Gedung Menara Dakwah pusat kegiatan Partai Bulan Bintang dan ormas-ormas pendukung PBB pada Maret 2008. Mulyono membenarkan pernah bersama Isdriatmoko mengantar Anggoro ke gedung tersebut. Tetapi dia lupa tanggal pastinya. Saat itu Anggoro langsung turun. Mulyono tidak tahu keperluannya apa.
Tetapi Menurut JPU kedatangan tersebut terkait pemenuhan dua lift yang diminta Kaban dan Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Dakwah Indonesia). Pengadaan dan pemasangannya diketahui senilai USD58.581 dan Rp200.653.000. Mulyono dan Isdriatmoko diperintahkan Anggoro membawa meteran dan kertas ke gedung Menara Dakwah. JPU menduga itu untuk mengukur dan persiapan pemasangan lift.
"Saya tidak tahu keperluannya apa datang ke gedung itu. Tapi kita kan sopir-sopir harus bawa perlengkapan lengkap. Waktu datang di menara dakwah, bapak (Anggoro) mengingatkan bawa meteran dan kertas. Itu (meteran dan kertas) untuk keperluan apa saya tidak tahu," tuturnya.
Dia membenarkan pernah bersama Andrianus ke apartemen Kusuma Candra. Perintahnya saat itu untuk mengambil kepingan vcd. Sesampai di situ Mulyono memarkir mobil sedangkan Andrianus masuk ke money changer. Saat keluar Andrianus sudah membawa bungkusan.
Mulyono menduga bungkusan itu berisi uang. Setelah itu keduanya pulang dan menyerahkan ke Anggoro. "Saya tidak tahu dikemanakan uang itu (oleh Anggoro)," ucap Mulyono.
JPU menguraikan Anggoro pernah menyerahkan uang USD15.000 hasil penukaran valuta asing kepada Kaban di rumah dinas pada 7 Agustis 2007, USD10.000 hasil penukaran valuta asing yang diantarkan David Angkawijaya (anak kandung Anggoro dan Direktur Keuangan PT Masaro) kepada Kaban di rumah dinas, dan SGD40.0000 diberikan Anggoro ke Kaban di rumah dinas pada 28 Maret 2008.
Leo Suprabowo membenarkan, pernah mengantar Anggoro, David Angkawijaya, Putranefo, dan sejumlah direksi lainnya. Dia membenarkan pernah mengantarkan Anggoro dan Putranefo ke rumah menteri di Jalan Denpasar Raya, Jakarta Selatan. Tetapi dia mengaku tidak mengetahui apakah itu rumah dinas Menhut atau bukan. Pasalnya dia mengantar dan hanya menunggu di mobil saja.
Dia pernah mengantar Anggoro dengan menggunakan mobil Alphard B 5 AR. Dia mengaku lupa apakah kapan kedatangan Anggoro tersebut. Yang dia ingat antara 2007-2008. Termasuk paket apa yang dibawa. "Tahu ada bungkusan berupa uang yang dibawa," tanya JPU Iskandar. "Saya tidak tahu. Tapi saya pernah antar Pak Anggoro dan Pak Putranefo di rumah menteri itu," kata Leo.
Selain itu ujar Leo, dia pernah diperintahkan Anggoro ke money changer di apartemen Kusuma Candra. Pemilik money changer yakni Ibu Miing, teman Anggoro. Di situ Leo mengambil bingkisan dalam bentuk amplop. Dia mengaku tidak mengetahui isi.
JPU penasaran dan mengkonfirmasi apakah amplop itu berisi uang. Tetapi lagi-lagi Leo mengaku tidak tahu karena tidak berani membuka amplop tersebut. Yang jelas setelah itu amplop diserahkan ke Anggoro."Saya tidak tahu dikemanakan," katanya.
(dam)