Ini konfrontasi jaksa terhadap Choel dan Wafid Muharam

Selasa, 06 Mei 2014 - 19:08 WIB
Ini konfrontasi jaksa terhadap Choel dan Wafid Muharam
Ini konfrontasi jaksa terhadap Choel dan Wafid Muharam
A A A
Sindonews.com - Kehadiran Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta diwarnai perdebatan panjang.

Hari ini, Selasa (6/5/14), Choel dicecar habis-habisan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dormian Simbolon soal pertemuan, pembicaraan fee 18 persen atau 15 persen, dan uang USD550.000 dan Rp2 miliar yang diterimanya. Choel pun dikonfrontir langsung dengan mantan Sesmenpora Wafid Muharam.

Choel hari ini dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk terdakwa mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus M Noor. Dalam persidangan Choel sempat ditegur Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto karena Choel menyilangkan kakinya.

Kejadian ini terjadi saat JPU menunjukan barang bukti kepada Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso dan Teuku Bagus. "Saudara saksi kakinya jangan begitu. Hargai persidangan ini," tegur Hakim Amin.

Seketika, Choel langsung menurunkan kaki kanan yang disilangkan ke kiri sambil tersenyum. Kemudian adik kandung mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng ini memangku dagunya.

CEO Fox Indonesia ini tampil mengenakan batik bercorak warna warni abu-abu, coklat, dan orange dengan kedua lengan digulung, celana hitam, sepatu pantopel hitam, dipadu jam tangan di tangan kirinya. Dalam persidangan, tindakan atau 'ulah' Choel bervariatif.

Saat Machfud, mantan Sesmenpora Wafid Muharam, mantan Ketua Panitia Lelang Hambalang Wisler Manalu, dan mantan staf Wafid, Poniran, Choel berkali-kali seolah tak sabar. Kadang melipat kedua tangan di depan dada.

Kadang meletakan tangan yang jari jemarinya digenggam. Saat Wafid dan Machfud memberikan kesaksian, Choel menundukkan kepala. Ada juga memiringkan kepala ke kanan. Tak lama kemudian dia menatap majelis, JPU, dan terdakwa.

Sesekali dia meremas jemarinya, memperbaiki posisi duduk, dan menggerakkan kepalanya ke depan dan ke belakang. Kadang juga mengulum dan menggigit bibirnya.

Berikut petikan pertanyaan JPU Dorian Simbolon dengan Choel yang menjadi perdebatan seru. Dorian pun langsung mengkonfrontir Choel dengan Wafid yang hadir mengenakan kemeja pendek dan celana sepadan berwarna kuning:

JPU Dormian Simbolon (D): Dalam BAP 7 huruf a, disebutkan ada pertemuan dengan Deddy Kusdinar yang diprakarsai Fakhrudin di Lantai 8 Hotel Mandarin. Bisa diceritakan?

Choel (C): Oh, Oke. Pertemuan di Hotel Mandari itu saya di kontak oleh saudara Fakhrudin bahwa, kawan-kawan dari Kemenproa pengin ketemu di Hotel Mandarin. Kebetulan saya berada di sekitar situ, kalau enggak salah, kalau enggak di Plaza Indonesia barangkali atau di GI (Grand Indonesia). Kemudian saya menyeberang ketemu, itu di bisnis lounge. Mungkin lantainya bukan Lantai 8, Lantai 20 barangkali, bisnis lounge Hotel Mandarin.

D: Oke

C: Di situ ada Pak Fakhrudin, ada Bapak Deddy Kusdinar, dan ada menyusul kemudian yang datang adalah saudara MAT.

D: M Arief Taufiqurrahman?

C: M Arief Taufiqurrahman. Itu kejadiannya kurang lebih sekitar Agustus 2010. Tidak banyak yang dibicarakan, karena waktunya juga singkat karena saya harus meninggalkan tempat waktu itu. Tapi saudara MAT membawa maket kecil dan proposal untuk namanya proyek Indonesia Tower. Itu kalau enggak salah salah penjelasannya gedung gabungan antara Pertamina dengan Telkom. Semacam gedung kembar.

Eeee, itu yang dia bicarakan, hanya itu yang dia bicarakan, minta tolong untuk dicarikan jalan bagaimana. Saya bilang tidak ngerti urusan begini-beginian. Sehingga selesai di situ saja pembicaraannya dengan saudara MAT.

D: Ini bapak ketemu dengan Muhammad Arief Taufiqurrahman kapasitasnya sebagai apa di situ?

C: Saya tidak punya kapasitas apa-apa mbak. Saya diajak sama Fakhrudin.

Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto: Bukan kapasitas saudara (Choel), tapi kapasitas MAT sebagai apa datang dalam pertemuan di situ?

D: MAT datang ke situ sebagai apa? Kepentingannya apa?

C: Pak.

D: Yang Bapak kenal Muhammad Arief Taufiqurrahman adalah sebagai apa?

C: Oh, saya sudah kenal kira-kira seminggu sebelumnya.

D: Satu minggu sebelumnya?

C: Iya.

D: Itu sebelum ulang tahun saudara atau.., Bapak ada ulang tahun ya di bulan Agustus?

C: Iya betul. Itu saya kenal kalau enggak salah seminggu sebelumnya, itu di Kemenpora di Lantai 10.

D: Di lantai 10 itu dengan siapa saja Bapak ketemu?

C: Saya dengan ada Pak Wafid Muharam, ada Fakhrudin, ada Deddy Kusdinar, ada MAT.

D: Ada MAT. Ketika itu sedang dalam rangka apa di Lantai 10 Kemenpora, di ruangan mana?

C: Jadi pada waktu itu Pak Fakhrudin juga mengatakan kepada saya, sebenarnya sudah berkali-kali mengatakan kepada saya sebelumnya bahwa Pak Wafid Muharam bermaksud untuk bertemu. Waktu itu kan karena susah waktunya ngaturnya, ada pada satu kesempatan saya sempat, saya bilang ya udah di mana Din. Dia bilang terserah Bapak di mana aja. Waktu itu saya entah berada di mana kemudian jatuhnya pilihannya di Kemenpora.

Nah, ketika saya ke Kemenpora saya dijemput oleh Pak Fakhrudin di bawah di lobi, ditemanin ke atas langsung diarahkan ke ruangan Pak Menteri. Kemudian kita bertemu di situ.

D: Apakah Pak Menteri ada di pertemuan itu?

C: Saya rasa tidak ada.

D: Tapi itu di ruangan Pak Menteri?

C: Betul, betul.

D: Jadi ketika ada di situ, apa isi pembicarannya?

C: Tidak ada juga pembicaraan yang jelas. Tidak ada juga pembicaraan yang jelas karena serba kaku begitu ya, tidak jelas apa yang mau disampaikan, apa yang mau diutarakan. Agak gelisah-gelisah wajahnya semua, akhirnya Pak MAT saja yang diperkenalkan, kemudian menyebutkan dia dari Adhi Karya. Saya kira berakhir di situ saja pertemuannya.

D: Mohon izin yang Mulia, dengan Pak Wafid bisa dikonfrontasikan. Pak Wafid pertanyaan tadi untuk Pak Choel dengar ya?

Wafid Muharam (W): Iya.

D: Bapak Bisa jelaskan, pertemuan tadi ini pembicarannya apa?

W: Jadi kalau yang saya tahu waktu itu diinformasikan Pak DK (Deddy Kusdinar) kata Pak Fakhrudin bahwa Pak Choel ingin ketemu dengan Adhi Karya.

D: Choel yang meminta?

W: Iya.

D: Ingin ketemu dengan pihak Adhi Karya?

W: Adhi Karya. Saya bilang pertemukan aja. Di mana? Di Lantai 10. Saya tanya kenapa Lantai 10, katanya enggak tahu. Begitu. Di Lantai 10 Beliau (Choel) menanyakan kepada MAT kesiapan kapasitas Adhi Karya. Terus Pak MAT cerita mengenai kemampuan Adhi Karya. Sampai di situ saya tanya, ini kira-kira gimana soal lelang. (Choel bilang) go on.

Setelah itu berbicara mengenai, beliau (Choel) kan alumni Jogja, itu yang banyak cerita yang alumni Jogja itu, sama-sama alumni. Itu itu.

D: Ada pembicaraan tentang Hambalang?

W: Ya tadi yang (Choel tanyakan) kapasitas Adhi Karya seperti apa. Seperti itu.

D: Dan (Adhi Karya) sudah mengatakan kami siap berpartisipasi?

W: Itu tidak ada.

D: Inti pembicarannya?

W: Itu aja. Jadi kapasitas Adhi Karya.

D: Tadi kan Bapak sempat menyatakan bahwa Pak Teuku Bagus sudah ketemu dengan Pak Menteri makanya ingin ketemu kedua kalinya?

W: Saya tidak tahu. Pertemuan kedua tidak tahu. Oh Pak Teuku Bagus maksudnya? Pak Teuku Bagus menyampaikan di awal pertemuan sudah bertemu dengan Menteri, menyelesaikan dengan Pak Menteri.

D: Makanya itu dia (Teuku Bagus) ingin bertemu di Kemenpora (Lantai 10) ?

W: Saya tidak tahu. (Dia) tidak menceritakan lagi pertemuan dengan Pak Menteri. Tidak ada.

D: Kembali ke Pak Choel ya. Bapak ada pernah menerima uang? Terkait dengan proyek Hambalang ini Bapak ada pernah terima uang?

C: Saya dalam BAP menjelaskan, saya menyampaikan tanpa ditanya waktu itu oleh penyidik, (saya) menjelaskan pada kesempatan pertama bahwa saya diberikan uang sejumlah USD550.000 pada tanggal 28 Agutus di rumah saya di Jalan Adiwinata Nomor 29. Diantarkan oleh saudara Fakhrudin dan suadara Deddy Kusdinar beserta seseorang lagi yang saya tidak kenali siapa.

D: Bukan orang Kemenpora?

C: Saya tidak kenal. Jadi saya tidak tahu dia orang siapa.

D: Tidak kenal?

C: Iya. (Uang) diantarkan pada saat saya ulang tahun, merayakan acara ulang tahun bersama putri saya karena bersamaan tanggal ulang tahunnya. Kemudian ada semaca tas kecil yang diserahkan kepada saya.

Saya mau luruskan tadi kardus-kardus itu, empat kardus besar dan sebagainya tidak pernah ada. Karena kalau uang USD550.000 anda pernah lihat, besarnya hanya seperti ini, tingginya seperti ini (sambil membentuk ukuran tumpukan dengan dua jari). Jadi tidak mungkin ada kardusnya empat.

Amin Ismanto: Akan diajukan barang bukti enggak uang ini? Yang kaitannya dengan ini?

D: Ada, ada.

Amin: Lanjut.

C: Setelah penyidikan (pemeriksaan) pada kesempatan pertama juga saya menyampaikan kesiapan untuk mengembalikan kepada penyidik. Alhamdulillah seminggu atau dua minggu setelahanya sudah saya kembalikan barang bukti tersebut. Itu yang saya buat di BAP. Makasih.

D: Saya ingin bertanya lagi dengan Pak Wafid ya sebentar. Pak Wafid pernah tidak diminta oleh Pak Choel dan ditanyakan belum ada komisi yang cair dari proyek Hambalang padahal sudah setahun proses?

W: Tidak pernah ditemui itu.

D: Tidak pernah ya?

W: Tidak pernah.

D: yang menggelar pertemuan dengan Choel dan manajer keuangan kontruksi 1 PT Adhi Karya Muhammad Arief Taufiqurrahman yang meminta 18 persen. Apakah ada Pak Choel meminta itu?

W: Saya tidak tahu.

D: Jadi belum ada pembicaraan Choel meminta 18 persen yang kemudian menjadi 15 persen?

W: Tidak tahu.

D: Menjadi 15 persen ada?

W: Oh, yang 15 persen ada. Sudah saya sampaikan tadi.

D: Itu Pak Choel yang sampaikan permintaan?

W: Iya. Ada Pak Fakhrudin di situ, ada Pak Deddy juga.

D: Oh yang 15 persen ada?

W: Iya.

D: Jadi ada saksinya?

W: Iya. Hanya itu saja yang tahu.

D: Saya kembali lagi ke Choel. Ketika pemberiana uang USD550.000 itu tidak dibilang 'ini Pak ada bingkisan ulang tahun'?

C: Tidak. Jadi itu rupanya kan suasananya rame di rumah sekitar jam sembilan. Jadi masih ada tamu keluarga di rumah. Dan rumah saya itu ada terbuka seperti ini (ruang sidang) suasananya, enggak ada pembatas ruang tamu dengan ruang keluarga. Jadi semua bisa melihat apa yang terjadi.

Nah ketika saya duduk mereka (Fakhrudin & DK) sudah duduk. Dan ketika mau pulang kemudian Pak Deddy yang memberikan sinyal ada sesuatu bingksian, saya terima kasih. Mereka langsung pulang. Jadi itu pun tidak lama saya kira kejadiannya di rumah.

D: Untuk Choel, kenal dengan Herman Prananto?

C: Kenal.

D: Nany M Ruslie?

C: Kenal.

D: Kapasitas mereka Bapak kenal mereka sebagai apa?

C: Mereka suami istri tentunya, pemilik PT Global (Global Daya Manunggal).

D: PT Global kaitannya dengan Hambalang?

C: Saya tahu belakangan kalau mereka berpartisipasi dalam Hambalang menjadi subkontraktor.

D: Apa Bapak ada menerima uang dari PT Global?

C: Saya menerima dari saudara Herman jauh sebeluma ada pembicaraan mengenai Hambalang sama sekali. Saya tidak mengerti sama sekali mengenai Hambalang dan sebagainya. (Saya menerima) itu di bulan Mei 2010. Yang bersangkutan datang ke kantor saya sesuai dengan di BAP. Singkatnya yang bersangkutan ingin dikenalkan kepada klien-klien saya.

Karena saya banyak menangani pemilukada baik gubernur maupun kabupaten/kota maupun partai-partai dan sebagainya. Karena proyeknya banyak di daerah dia mempresentasikan bagaimana dia menjalankan di daerah di berbagai provinsi. Saya bilang oke kita jalan sama-sama. Dan mungkin karena dia merasa ingin dibantu sehingga dia membeirkan semacam fee atau semacam inilah kepada saya.

D: Berapa nilainya?

C: Jumlahnya Rp2 miliar.

D: Dalam satu kesempatan?

C: Satu kesempatan di kantor saya di Wisma Proklamasi.

D: Kapasitas bapak sebagai konsultan politik?

C: Betul.

D: Apakah ada perjanjian makanya Bapak dikasi Rp2 miliar untuk Herman diperkenalkan dalam proyek-proyek yang di daerah?

C: Betul.

D: Apakah ada tertulis?

C: Oh enggak.

D: Berarti kapasitas kerja Bapak lah ya?

C: Iya.

D: Tidak tertulis?

C: Iya. Dengan klien-klien saya yang banyak yang tidak tertulis.

D: Uang Rp2 miliar sekarang ada di mana?

C: Sudah saya kembalikan kepada yang bersangkutan. Kemudian buktinya saya serahkan kepada KPK, kepada penyidik.

D: Kapan?

C: Ada tanda terimanya, saya lupa tanggalnya Mbak. Ada tanda terimanya ada kuitansinya. Ada fotonya.

D: 20 Februari 2013?

C: Iya.

D: Apakah ada penerimaan uang lainnya?

C: Tidak ada.

D: Rp1,5 miliar?

C: Itu saya dengar di dalam dakwaan disebutkan, saudara Wafid Muharam meminta uang karena saya butuh katanya, jadi atas nama saya meminta uang Rp1,5 miliar. Uang itu tidak pernah sampai ke saya, tidak pernah diberikan ke saya, bahkan tidak pernah diberitahukan ke saya.

D: Uang Rp500 juta dari Fakhrudin?

C: Itu juga saya tidak pernah tahu. Tidak pernah dengar, tidak pernah lihat.

D: Jadi uang yang sudah dikembalikan adalah?

C: Yang sudah saya terima saja. USD550.000 dan Rp2 miliar.

D: Yang USD550.000 tadi bukan kado ultah ya? Yang diberikan saudara Deddy?

C: Waktu saya terima pada saat detik-detik saya terima, saya mengerti seperti itu.

(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0913 seconds (0.1#10.140)