Pemerintah usul gubernur bisa hukum bupati dan wali kota
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mengusulkan agar gubernur dapat memberikan sanksi kepada bupati dan wali kota. Usulan itu tertuang dalam draf Rancangan Undang Undang Pemerintah Daerah (RUU Pemda).
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengusulkan adanya banyak sanksi bagi kepala daerah yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. "Wewenang sanksi ini akan dimiliki gubernur. Dengan begitu gubernur dapat memberikan sanksi kepada kepala daerah otonom yang berada dibawahnya," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Senin 5 Mei 2014.
Djohermansyah mengatakan pemerintah otonom di bawah gubernur adalah kabupaten/kota. Bupati/ wali kota berada di bawah pembinaan dan pengawasan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. "Binwas (pembinaan dan pengawasan ) namanya. Kalau tingkat gubernur, kami yang menjadi binwas," katanya.
Selain sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, pemberian wewenang pengawasan kepada gubernur juga karena ketidakmampuan pusat mengawasi secara menyeluruh kabupaten/kota.
Menurut Djohermansyah, rentang kendali pusat untuk mengawasi kabupaten/kota seluruh Indonesia terlalu jauh. "Tidak mungkin jika Jakarta menjadi binwas untuk 505 daerah kabupaten/kota. Bagaimana mengawasinya. 505 berapa hari itu? Dua tahun saja tidak cukup karena baru satu tahun pergi cuma sekali. Kita perkuat gubernur," katanya.
Terdapat tiga jenis sanksi yang diusulkan dialam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) . Sanksi berupa teguran, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap.
"Pada saat diberhentikan sementara akan diberikan pelatihan. Kepala daerah akan dimasukan ke diklat. Istilah kami disekolahkan atau dikursuskan. Misalnya ada 20 yang diberhentikan sementara, kami kumpulkan dan kami beri diklat," tuturnya.
Dia mengatakan, jika kepala daerah tidak mengalami perbaikan maka akan diberhentikan secara tetap. Djohermansyah menekankan dalam proses pengawasan harus dilakukan secara adil. Gubernur tidak dapat sewenang-wenang memberikan sanksi kepada bupati/wali kota.
Dia mencontohkan kepala daerah yang melanggar diberikan kesempatan kesempatan untuk mengajukan keberatan. "Jika memang tidak benar, kami pun dapat dilaporkan ke presiden. Harus menggunakan azas keadilan," paparnya.
Wakil Ketua Panitia Khusus DPR tentang RUU Pemda Khatibul Umam Wiranu mengatakan, pemberian wewenang tersebut dinilai tepat. Hal tersebut, kata dia, sebagai konsekuensi dari posisi gubernur yang merupakan kepanjanganan tangan pemerintah pusat.
Menurut dia, gubernur perlu memiliki wewenang memberikan sanksi. Tujuannya agar pembangunan di wilayahnya termasuk kabupaten/kota dapat dilaksukan secara sinkron.
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengusulkan adanya banyak sanksi bagi kepala daerah yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. "Wewenang sanksi ini akan dimiliki gubernur. Dengan begitu gubernur dapat memberikan sanksi kepada kepala daerah otonom yang berada dibawahnya," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Senin 5 Mei 2014.
Djohermansyah mengatakan pemerintah otonom di bawah gubernur adalah kabupaten/kota. Bupati/ wali kota berada di bawah pembinaan dan pengawasan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. "Binwas (pembinaan dan pengawasan ) namanya. Kalau tingkat gubernur, kami yang menjadi binwas," katanya.
Selain sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, pemberian wewenang pengawasan kepada gubernur juga karena ketidakmampuan pusat mengawasi secara menyeluruh kabupaten/kota.
Menurut Djohermansyah, rentang kendali pusat untuk mengawasi kabupaten/kota seluruh Indonesia terlalu jauh. "Tidak mungkin jika Jakarta menjadi binwas untuk 505 daerah kabupaten/kota. Bagaimana mengawasinya. 505 berapa hari itu? Dua tahun saja tidak cukup karena baru satu tahun pergi cuma sekali. Kita perkuat gubernur," katanya.
Terdapat tiga jenis sanksi yang diusulkan dialam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) . Sanksi berupa teguran, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap.
"Pada saat diberhentikan sementara akan diberikan pelatihan. Kepala daerah akan dimasukan ke diklat. Istilah kami disekolahkan atau dikursuskan. Misalnya ada 20 yang diberhentikan sementara, kami kumpulkan dan kami beri diklat," tuturnya.
Dia mengatakan, jika kepala daerah tidak mengalami perbaikan maka akan diberhentikan secara tetap. Djohermansyah menekankan dalam proses pengawasan harus dilakukan secara adil. Gubernur tidak dapat sewenang-wenang memberikan sanksi kepada bupati/wali kota.
Dia mencontohkan kepala daerah yang melanggar diberikan kesempatan kesempatan untuk mengajukan keberatan. "Jika memang tidak benar, kami pun dapat dilaporkan ke presiden. Harus menggunakan azas keadilan," paparnya.
Wakil Ketua Panitia Khusus DPR tentang RUU Pemda Khatibul Umam Wiranu mengatakan, pemberian wewenang tersebut dinilai tepat. Hal tersebut, kata dia, sebagai konsekuensi dari posisi gubernur yang merupakan kepanjanganan tangan pemerintah pusat.
Menurut dia, gubernur perlu memiliki wewenang memberikan sanksi. Tujuannya agar pembangunan di wilayahnya termasuk kabupaten/kota dapat dilaksukan secara sinkron.
(dam)