Kasus Century membingungkan publik
A
A
A
Sindonews.com - Kesaksian mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) Sri Mulyani dianggap tidak mampu menjawab ekspektasi publik terkait pengungkapan kasus bailout Bank Century. Pasalnya, tidak ada fakta baru yang terungkap dalam sidang yang berlangsung sekira tujuh jam di Pengadilan Tipikor itu.
"Poin yang kita harapkan dari pengungkapan kasus Century ini adalah proses pengambilan kebijakan penalangan terhadap Bank Century bisa terbuka setransparan mungkin. Itu yang mungkin publik belum lihat," ujar Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (3/5/2014).
Dari hal itu, lanjut dia, publik bisa mengetahui bahwa kebijakan yang diambil terlepas akan bermanfaat atau tidak memang ditujukan untuk kepentingan publik bukan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang.
"Ini yang ditunggu publik sebenarnya. Selama ini informasinya menjadi simpang siur dan membingungkan publik, belum lagi politisasi yang begitu kuat," tegasnya.
Sebelumnya dalam kesakiannya, Sri Mulyani mengatakan hasil rapat 21 November 2008 mengenai keputusan penyelamatan Bank Century sudah dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Rapat saat itu dihadiri Lembaga Penjamin Sosial (LPS), pihak Bank Indonesia (BI), serta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak saat itu dijabat Agus Martowardojo.
"Sesudah pengambilan keputusan saya lapor ke presiden cc wapres melalui SMS (pesan singkat). Masih di hari Jumat itu. Setelah itu kami rapat lagi," ungkap mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat 2 Mei 2014.
Sri Mulyani dihadirkan sebagai saksi untuk Mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century.
Pada kesempatan itu, Jaksa KPK Ahmad Burhanuddin juga menanyakan Sri Mulyani apakah pernah menghadap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla. "Kami menghadap ke Pak JK (Jusuf Kalla) bersama Gubernur BI (25 November 2008) sudah disampaikan century berdampak sistemik dan sudah diambil alih oleh LPS," jawab Sri Mulyani.
Mantan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) ini menjelaskan saat itu terjadi krisis keuangan dunia. Namun kondisi krisis keuangan dunia tidak dijabarkan dalam kesempatan rapat itu.
"Saya tidak perlu melaporkan kondisi krisis, semua juga tahu krisis‎. Saat itu kan krisis keuangan terbesar di dunia," terangnya.
Sri Mulyani tak menampik adanya perdebatan antara Presiden SBY dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal strategi penyelamatan Bank Century.
Hal itu tertuang dalam dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sri Mulyani saat dilakukan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Amerika Serikat, di Washington DC, 30 April 2013 lalu.
Dalam keterangannya kepada penyidik KPK saat itu, Sri Mulyani menyatakan Presiden SBY setuju untuk menjamin penuh (blanket guarantee), sementara Jusuf Kalla tidak.
"Poin yang kita harapkan dari pengungkapan kasus Century ini adalah proses pengambilan kebijakan penalangan terhadap Bank Century bisa terbuka setransparan mungkin. Itu yang mungkin publik belum lihat," ujar Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (3/5/2014).
Dari hal itu, lanjut dia, publik bisa mengetahui bahwa kebijakan yang diambil terlepas akan bermanfaat atau tidak memang ditujukan untuk kepentingan publik bukan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang.
"Ini yang ditunggu publik sebenarnya. Selama ini informasinya menjadi simpang siur dan membingungkan publik, belum lagi politisasi yang begitu kuat," tegasnya.
Sebelumnya dalam kesakiannya, Sri Mulyani mengatakan hasil rapat 21 November 2008 mengenai keputusan penyelamatan Bank Century sudah dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Rapat saat itu dihadiri Lembaga Penjamin Sosial (LPS), pihak Bank Indonesia (BI), serta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak saat itu dijabat Agus Martowardojo.
"Sesudah pengambilan keputusan saya lapor ke presiden cc wapres melalui SMS (pesan singkat). Masih di hari Jumat itu. Setelah itu kami rapat lagi," ungkap mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat 2 Mei 2014.
Sri Mulyani dihadirkan sebagai saksi untuk Mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century.
Pada kesempatan itu, Jaksa KPK Ahmad Burhanuddin juga menanyakan Sri Mulyani apakah pernah menghadap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla. "Kami menghadap ke Pak JK (Jusuf Kalla) bersama Gubernur BI (25 November 2008) sudah disampaikan century berdampak sistemik dan sudah diambil alih oleh LPS," jawab Sri Mulyani.
Mantan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) ini menjelaskan saat itu terjadi krisis keuangan dunia. Namun kondisi krisis keuangan dunia tidak dijabarkan dalam kesempatan rapat itu.
"Saya tidak perlu melaporkan kondisi krisis, semua juga tahu krisis‎. Saat itu kan krisis keuangan terbesar di dunia," terangnya.
Sri Mulyani tak menampik adanya perdebatan antara Presiden SBY dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal strategi penyelamatan Bank Century.
Hal itu tertuang dalam dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sri Mulyani saat dilakukan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Amerika Serikat, di Washington DC, 30 April 2013 lalu.
Dalam keterangannya kepada penyidik KPK saat itu, Sri Mulyani menyatakan Presiden SBY setuju untuk menjamin penuh (blanket guarantee), sementara Jusuf Kalla tidak.
(kri)