Kronologi munculnya uang lelah di Kemenlu
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekretariat Jenderal Departemen Luar Negeri (Setjen Deplu) I Gusti Putu Adnyana mengungkapkan, ada pembagian uang lelah dalam pelaksanaan seminar dan konferensi internasional pada 2004-2005 di Deplu, sekarang Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
I Gusti Putu Adnyana dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa mantan Sekjen Kemenlu, sekaligus mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan Sudjadnan Parnohadinigrat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (30/4/14).
Putu Adnyana menuturkan, pembagian atau alokasi uang lelah kepada sejumlah pihak merupakan perintah Sudjadnan. Dia mengklaim, hanya mencatat rincian yang diterima dari Sudjadnan.
"Pemberian uang lelah itu atas perintah Pak Sudjadnan. Beberapa pihak yang dapat menteri, Sekretaris Jenderal, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian pengendalian. Pak Sudjadnan yang menentukan jumlahnya, saya hanya mencatat saja," ungkap Putu di depan majelis hakim.
Putu mengklaim, yang dimaksud 'uang lelah' adalah uang pengganti sebagai biaya-biaya untuk sejumlah pejabat sebelum 12 sidangan dan konferensi internasional diselenggarakan.
Dia membeberkan, saat usulan anggaran diajukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Depkeu saat itu, dan sekretariat sudah dibentuk maka memerlukan biaya buat transportasi dan konsumsi. Sementara honor hanya diberikan kepada orang-orang yang namanya tercantum dalam susunan kepanitiaan.
Putu membenarkan mendapat uang lelah itu. Dia juga membuatkan tanda terima buatan sendiri kepada pihak yang menerima duit panas itu. "Saya buatkan tanda terimanya. Tapi waktu 2008, Kementerian Luar Negeri direnovasi dan saat saya periksa dan tanya anak buah, dokumennya sudah banyak yang hilang. Cuma satu yang ketemu," bebernya.
Di sisi lain, tutur Putu sesuai dengan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenlu pada 2007, hasilnya ditemukan ada penyimpangan anggaran dalam pelaksanaan sidang dan konferensi internasional kurun waktu 2004 sampai 2005 sebesar Rp1,68 miliar.
Karenanya Itjen menuntut Putu mengganti uang itu bersama dengan rekan kerjanya, Warsita Eka. Begitu juga Sudjadnan. Karena kasus ini Putu sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, selama beberapa waktu.
"Kami membayar secara tanggung sesuai jumlah itu. Itu atas perintah Itjen. Saya bayar Rp400 juta, Pak Eka Rp400 juta, sementara Pak Sudjadnan Rp800 juta," tandasnya.
Dalam dakwaan Sudjadnan tertuang, mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS) ini didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan total Rp4,57 miliar. Perbuatan pidana korupsi ini dilakukan bersama- sama dengan mantan Kepala Biro Keuangan Warsita Eka dan mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran I Gusti Putu Adnyana.
Dari uang tersebut, salah satu pihak yang diperkaya adalah mantan menlu yang kini menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hubungan Luar Negeri/Internasional Nur Hassan Wirajuda sebesar Rp440 juta.
Berikutnya, ntuk memperkaya Sudjadnan sebesar Rp300 juta. Sisanya dibagi untuk memperkaya delapan pihak lain atas perintah terdakwa. Pertama, pembayaran jasa konsultan fiktif kepada PT Pactoconvex Niagatama dan PT Royalindo sebesar Rp600 juta.
Kedua, pembayaran pajak PT Pactoconvex Niagatama sebesar Rp1 miliar untuk pajak pada 2004 dan 2005. Ketiga, direktur yang membidangi yaitu Hasan Kleib sebesar Rp100 juta, Djauhari Oramangun Rp100 juta, dan Iwan Wiranata Admaja Rp75 juta.
Pembiayaan kegiatan gala dinner kebudayaan dalam rangkaian Pertemuan Tingkat Menlu ASEAN Ke 37 berikut sidang-sidang pendukung sebesar Rp1,45 miliar pada 23 JuniāJuli 2004. Keempat, dirjen yang membidangi kegiatan sebesar Rp50 juta.
Kelima, sekretariat Rp110 juta. Keenam, mantan Kabag Pengendalian Anggaran Suwartini Wirta Rp165 juta. Ketujuh, I Gusti Putu Adnyana Rp165 juta. Kedelapan, Warsita Eka Rp15 juta.
I Gusti Putu Adnyana dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa mantan Sekjen Kemenlu, sekaligus mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan Sudjadnan Parnohadinigrat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (30/4/14).
Putu Adnyana menuturkan, pembagian atau alokasi uang lelah kepada sejumlah pihak merupakan perintah Sudjadnan. Dia mengklaim, hanya mencatat rincian yang diterima dari Sudjadnan.
"Pemberian uang lelah itu atas perintah Pak Sudjadnan. Beberapa pihak yang dapat menteri, Sekretaris Jenderal, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian pengendalian. Pak Sudjadnan yang menentukan jumlahnya, saya hanya mencatat saja," ungkap Putu di depan majelis hakim.
Putu mengklaim, yang dimaksud 'uang lelah' adalah uang pengganti sebagai biaya-biaya untuk sejumlah pejabat sebelum 12 sidangan dan konferensi internasional diselenggarakan.
Dia membeberkan, saat usulan anggaran diajukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Depkeu saat itu, dan sekretariat sudah dibentuk maka memerlukan biaya buat transportasi dan konsumsi. Sementara honor hanya diberikan kepada orang-orang yang namanya tercantum dalam susunan kepanitiaan.
Putu membenarkan mendapat uang lelah itu. Dia juga membuatkan tanda terima buatan sendiri kepada pihak yang menerima duit panas itu. "Saya buatkan tanda terimanya. Tapi waktu 2008, Kementerian Luar Negeri direnovasi dan saat saya periksa dan tanya anak buah, dokumennya sudah banyak yang hilang. Cuma satu yang ketemu," bebernya.
Di sisi lain, tutur Putu sesuai dengan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenlu pada 2007, hasilnya ditemukan ada penyimpangan anggaran dalam pelaksanaan sidang dan konferensi internasional kurun waktu 2004 sampai 2005 sebesar Rp1,68 miliar.
Karenanya Itjen menuntut Putu mengganti uang itu bersama dengan rekan kerjanya, Warsita Eka. Begitu juga Sudjadnan. Karena kasus ini Putu sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, selama beberapa waktu.
"Kami membayar secara tanggung sesuai jumlah itu. Itu atas perintah Itjen. Saya bayar Rp400 juta, Pak Eka Rp400 juta, sementara Pak Sudjadnan Rp800 juta," tandasnya.
Dalam dakwaan Sudjadnan tertuang, mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS) ini didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan total Rp4,57 miliar. Perbuatan pidana korupsi ini dilakukan bersama- sama dengan mantan Kepala Biro Keuangan Warsita Eka dan mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran I Gusti Putu Adnyana.
Dari uang tersebut, salah satu pihak yang diperkaya adalah mantan menlu yang kini menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hubungan Luar Negeri/Internasional Nur Hassan Wirajuda sebesar Rp440 juta.
Berikutnya, ntuk memperkaya Sudjadnan sebesar Rp300 juta. Sisanya dibagi untuk memperkaya delapan pihak lain atas perintah terdakwa. Pertama, pembayaran jasa konsultan fiktif kepada PT Pactoconvex Niagatama dan PT Royalindo sebesar Rp600 juta.
Kedua, pembayaran pajak PT Pactoconvex Niagatama sebesar Rp1 miliar untuk pajak pada 2004 dan 2005. Ketiga, direktur yang membidangi yaitu Hasan Kleib sebesar Rp100 juta, Djauhari Oramangun Rp100 juta, dan Iwan Wiranata Admaja Rp75 juta.
Pembiayaan kegiatan gala dinner kebudayaan dalam rangkaian Pertemuan Tingkat Menlu ASEAN Ke 37 berikut sidang-sidang pendukung sebesar Rp1,45 miliar pada 23 JuniāJuli 2004. Keempat, dirjen yang membidangi kegiatan sebesar Rp50 juta.
Kelima, sekretariat Rp110 juta. Keenam, mantan Kabag Pengendalian Anggaran Suwartini Wirta Rp165 juta. Ketujuh, I Gusti Putu Adnyana Rp165 juta. Kedelapan, Warsita Eka Rp15 juta.
(maf)