Membaca arah koalisi pilpres
A
A
A
PASCA Pemilihan Legislatif 9 April 2014 dan hitung cepat suara hasil pemilu sudah tergambar arah koalisi partai-partai politik yang akan mengusung calon presiden presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang.
Mengacu hal tersebut, ada tiga kekuatan poros (saya sebut cluster) partai politik yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Joko Widodo. Kemudian Partai Golkar yang akan mengusung Aburizal Bakrie, lalu Partai Gerindra yang akan mengusung Prabowo Subianto.
Ketiga poros ini diprediksi banyak pihak akan maju mengusung masing-masing pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Namun berdasarkan hasil hitung cepat, tidak ada satu pun partai yang bisa mengajukan capresnya tanpa berkoalisi dengan partai lain. PDIP saat ini diprediksi mendapatkan 19 persen suara, Golkar 14 persen, dan Gerindra maksimal 12 persen.
Kenyataan ini membuat elite partai politik berjuang keras melakukan komunikasi politik. Langkah tersebut untuk meyakinkan partai lain untuk bersama-sama masuk dalam kluster politik guna mendukung capres mereka.
Saat ini setidaknya Partai NasDem yang sudah menyatakan diri bergabung dengan PDIP, lalu PPP (kemungkinan ada evaluasi pasca islah kubu Suryadharma Ali dan Emron Pangkapi) dengan partai Gerindra.
Namun partai-partai lain baru sinyalemen belum secara resmi menyatakan masuk pada salah satu kluster. Partai Hanura misalnya diberitakan akan memilih kluster Golkar.
Sementara itu PKS dan PAN juga masih disebut-sebut mengarah kepada kluster Gerindra dan PDIP, namun belum secara resmi menyatakan masuk pada kluster tersebut.
Potensi kluster keempat
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrat memiliki bargaining position yang lebih tinggi ketika dilirik oleh ketiga kluster, baik itu PDIP, Golkar maupun Gerindra. Sebab perolehan suara 9-10 persen membuat dua partai ini sangat diinginkan oleh masing-masing kluster.
Saat ini hanya PKB yang intens membangun komunikasi politik dengan beberapa kluster. Sementara itu Partai Demokrat masih belum terlihat aksi komunikasi dalam merapat ke kluster yang mana.
Sebagai partai yang berada pada posisi papan tengah dengan perolehan suara yang cukup signifikan, PKB dan Partai Demokrat berpeluang membangun kluster baru dengan mengusung capres dan cawapres sendiri.
PKB saat masa kampanye megusung tiga capres yakni Rhoma Irama, Mahfud MD dan Jusuf Kalla, saat ini mulai memainkan skenario politik baru.
Melihat realitas politik dengan perolehan suara 9 persen dan berada pada posisi kelima, tawaran cawapres ideal bagi PKB jika dibandingkan dengan mengusung capres.
Beberapa petinggi PKB kemudian mengusulkan Muhaimin Iskandar yang coba diusung sebagai cawapres. Tentu pergerakan PKB ini tidak mudah, sebab kluster PDIP, Golkar, dan Gerindra sudah pasti memiliki kalkulasi politik untuk menerima tawaran cawapres PKB ini Jika tawaran PKB ini tidak terealisasi, tentu PKB akan memainkan skenario baru.
SBY membaca situasi politik
Saat ini Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menunggu pergerakan partai-partai yang akan melakukan koalisi. Partai berlambang bintang mercy ini belum bergerak dan ini menimbulkan pertanyaan bagi semua pihak.
Sebagai presiden yang masih memiliki tingkat pengaruh, SBY berpeluang untuk memainkan peran membuka kluster baru. Jika SBY membangun komunikasi politik dan mengajak PKB untuk bersama-sama, maka peluang kluster keempat semakin kuat terbentuk.
Kekuatan kedua partai ini kemungkinan besar akan diperkuat oleh PAN dan PKS. Keduanya memiliki chemistry dengan Partai Demokrat. Apalagi Partai Demokrat, PKB,PAN, dan PKS sudah bersama-sama dalam satu koalisi di pemerintahan saat ini.
Jika kluster ini terwujud maka situasi peta pilpres akan masuk pada skenario pilpres dua putaran dengan asumsi bahwa Partai Hanura tidak meninggalkan Golkar? dan PPP tidak meninggalkan Gerindra? Tantangannya adalah Gerindra masih harus berjuang keras meyakinkan partai lain lagi dan itu bisa saja PBB dan PKPI.
Dr. Heri Budianto,M.Si
Direktur Eksekutif Political Communication Intitute (PolcoMM)
Dosen Pengajar Komunikasi Politik di Universitas Mercu Buana Jakarta
Mengacu hal tersebut, ada tiga kekuatan poros (saya sebut cluster) partai politik yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Joko Widodo. Kemudian Partai Golkar yang akan mengusung Aburizal Bakrie, lalu Partai Gerindra yang akan mengusung Prabowo Subianto.
Ketiga poros ini diprediksi banyak pihak akan maju mengusung masing-masing pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Namun berdasarkan hasil hitung cepat, tidak ada satu pun partai yang bisa mengajukan capresnya tanpa berkoalisi dengan partai lain. PDIP saat ini diprediksi mendapatkan 19 persen suara, Golkar 14 persen, dan Gerindra maksimal 12 persen.
Kenyataan ini membuat elite partai politik berjuang keras melakukan komunikasi politik. Langkah tersebut untuk meyakinkan partai lain untuk bersama-sama masuk dalam kluster politik guna mendukung capres mereka.
Saat ini setidaknya Partai NasDem yang sudah menyatakan diri bergabung dengan PDIP, lalu PPP (kemungkinan ada evaluasi pasca islah kubu Suryadharma Ali dan Emron Pangkapi) dengan partai Gerindra.
Namun partai-partai lain baru sinyalemen belum secara resmi menyatakan masuk pada salah satu kluster. Partai Hanura misalnya diberitakan akan memilih kluster Golkar.
Sementara itu PKS dan PAN juga masih disebut-sebut mengarah kepada kluster Gerindra dan PDIP, namun belum secara resmi menyatakan masuk pada kluster tersebut.
Potensi kluster keempat
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrat memiliki bargaining position yang lebih tinggi ketika dilirik oleh ketiga kluster, baik itu PDIP, Golkar maupun Gerindra. Sebab perolehan suara 9-10 persen membuat dua partai ini sangat diinginkan oleh masing-masing kluster.
Saat ini hanya PKB yang intens membangun komunikasi politik dengan beberapa kluster. Sementara itu Partai Demokrat masih belum terlihat aksi komunikasi dalam merapat ke kluster yang mana.
Sebagai partai yang berada pada posisi papan tengah dengan perolehan suara yang cukup signifikan, PKB dan Partai Demokrat berpeluang membangun kluster baru dengan mengusung capres dan cawapres sendiri.
PKB saat masa kampanye megusung tiga capres yakni Rhoma Irama, Mahfud MD dan Jusuf Kalla, saat ini mulai memainkan skenario politik baru.
Melihat realitas politik dengan perolehan suara 9 persen dan berada pada posisi kelima, tawaran cawapres ideal bagi PKB jika dibandingkan dengan mengusung capres.
Beberapa petinggi PKB kemudian mengusulkan Muhaimin Iskandar yang coba diusung sebagai cawapres. Tentu pergerakan PKB ini tidak mudah, sebab kluster PDIP, Golkar, dan Gerindra sudah pasti memiliki kalkulasi politik untuk menerima tawaran cawapres PKB ini Jika tawaran PKB ini tidak terealisasi, tentu PKB akan memainkan skenario baru.
SBY membaca situasi politik
Saat ini Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menunggu pergerakan partai-partai yang akan melakukan koalisi. Partai berlambang bintang mercy ini belum bergerak dan ini menimbulkan pertanyaan bagi semua pihak.
Sebagai presiden yang masih memiliki tingkat pengaruh, SBY berpeluang untuk memainkan peran membuka kluster baru. Jika SBY membangun komunikasi politik dan mengajak PKB untuk bersama-sama, maka peluang kluster keempat semakin kuat terbentuk.
Kekuatan kedua partai ini kemungkinan besar akan diperkuat oleh PAN dan PKS. Keduanya memiliki chemistry dengan Partai Demokrat. Apalagi Partai Demokrat, PKB,PAN, dan PKS sudah bersama-sama dalam satu koalisi di pemerintahan saat ini.
Jika kluster ini terwujud maka situasi peta pilpres akan masuk pada skenario pilpres dua putaran dengan asumsi bahwa Partai Hanura tidak meninggalkan Golkar? dan PPP tidak meninggalkan Gerindra? Tantangannya adalah Gerindra masih harus berjuang keras meyakinkan partai lain lagi dan itu bisa saja PBB dan PKPI.
Dr. Heri Budianto,M.Si
Direktur Eksekutif Political Communication Intitute (PolcoMM)
Dosen Pengajar Komunikasi Politik di Universitas Mercu Buana Jakarta
(dam)