Jimly: Sistem proporsional terbuka sebabkan politik uang
A
A
A
Sindonews.com - Pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 diwarnai dengan banyak kekisruhan rekapitulasi penghitungan suara. Kekisruhan ini diduga terjadi, akibat sistem proporsional terbuka yang digunakan untuk memilih calon anggota legislatif (caleg).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan, sistem proporsional terbuka atau suara terbanyak menjadi salah satu penyebab kekisruhan pelaksanaan Pileg 2014.
"Persaingan pada Pileg 2014 sangat ketat karena persaingan bukan hanya antar partai, tapi juga antar caleg. Sehingga para caleg harus berjuang untuk memenangkan dirinya sendiri dengan berbagai cara. Akibatnya terjadi politik uang baik dengan calon pemilih ataupun penyelenggara pemilu," kata Jimly, Minggu (20/4/2014).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini khawatir, Pileg 2014 akan dinilai lebih buruk dibandingkan 2009, karena sekarang banyak sekali kekisruhan yang terjadi.
Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti tidak sependapat dengan Jimmly. Kata dia, justru pemilu proporsional terbuka banyak menguntungkan masyarakat Indonesia.
"Dengan sistem proporsional terbuka justru lebih menguntungkan masyarakat karena mereka bisa mengetahui siapa caleg yang akan mereka pilih," paparnya.
Mengenai kekisruhan, Koordinator Lingkar Madani Indonesia (LIMA) ini menambahkan, sistem proporsional terbuka lebih representatif untui diterapkan, sehingga tidak perlu diubah.
"Sistemnya tidak perlu diubah, tapi kinerja KPU yang harus diperbaiki, sehingga sebagai penyelenggara pemilu tidak mudah memperjualbelikan suara. Harus ada sistem yang benar sehingga politik uang bisa dihindari dan KPU bisa menjalankan fungsi pengawasan mencegah terjadinya politik uang," tutupnya.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan, sistem proporsional terbuka atau suara terbanyak menjadi salah satu penyebab kekisruhan pelaksanaan Pileg 2014.
"Persaingan pada Pileg 2014 sangat ketat karena persaingan bukan hanya antar partai, tapi juga antar caleg. Sehingga para caleg harus berjuang untuk memenangkan dirinya sendiri dengan berbagai cara. Akibatnya terjadi politik uang baik dengan calon pemilih ataupun penyelenggara pemilu," kata Jimly, Minggu (20/4/2014).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini khawatir, Pileg 2014 akan dinilai lebih buruk dibandingkan 2009, karena sekarang banyak sekali kekisruhan yang terjadi.
Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti tidak sependapat dengan Jimmly. Kata dia, justru pemilu proporsional terbuka banyak menguntungkan masyarakat Indonesia.
"Dengan sistem proporsional terbuka justru lebih menguntungkan masyarakat karena mereka bisa mengetahui siapa caleg yang akan mereka pilih," paparnya.
Mengenai kekisruhan, Koordinator Lingkar Madani Indonesia (LIMA) ini menambahkan, sistem proporsional terbuka lebih representatif untui diterapkan, sehingga tidak perlu diubah.
"Sistemnya tidak perlu diubah, tapi kinerja KPU yang harus diperbaiki, sehingga sebagai penyelenggara pemilu tidak mudah memperjualbelikan suara. Harus ada sistem yang benar sehingga politik uang bisa dihindari dan KPU bisa menjalankan fungsi pengawasan mencegah terjadinya politik uang," tutupnya.
(mhd)