Kerap berkhianat, banyak parpol ragu koalisi dengan PDIP
A
A
A
Sindonews.com - Setidaknya ada beberapa alasan mengapa banyak pimpinan partai politik (parpol) yang ragu untuk melakukan koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Hal demikian dikatakan pengamat politik dari Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman.
"Alasan-alasan inilah yang turut mendasari kenapa Jokowi melakukan blusukan politik kemana-mana, agar terkesan koalisinya dengan Jokowi bukan dengan Megawati atau institusi PDIP," kata Jajat dalam keterangan resminya, Senin (14/4/2014).
Dia meyakini, alasan pertama keengganan berkoalisi dengan PDIP adalah PDIP sudah terbukti konsisten mengingkari janji politik dengan mitra koalisinya.
"Elite politik di Indonesia masih ingat benar bagaimana Megawati mengkhianati Gus Dur di tahun 2001, dan mengkhianati perjanjian Batu Tulis dengan Prabowo Subianto di 2014," ucapnya.
Sedangkan alasan yang kedua, menurut dia, karena semua kursi menteri yang dikehendaki oleh calon mitra koalisi sudah diplot untuk kader PDIP pilihan Megawati.
Hal ini, kata dia, dibuktikan dengan pengumuman susunan kabinet bayangan PDIP pada akhir Februari lalu. Misalkan, kursi Menteri Pertahanan diplot untuk Tubagus Hasanuddin, kursi Menteri Keuangan diplot untuk Arif Budimanta, kursi Menakertrans diplot untuk Maruarar Sirait dan kursi Menteri Perdagangan diplot untuk Sri Adiningsih.
Sedangkan alasan yang terakhir atau yang tidak kalah penting adalah, kemungkinan Jokowi tidak dapat memenangkan pertarungan pilpres 2014.
"Kemampuan Jokowi untuk memimpin negara 250 juta orang sangat diragukan. Ia belum terbukti mampu mengatasi kemacetan dan banjir Jakarta. Ucapan Jokowi untuk terus membenahi Jakarta jika terpilih presiden menjadi blunder politik yang sangat besar, karena Indonesia bukan hanya Jakarta," ucapnya.
Maka dari itu, dia memprediksi elektabilitas Jokowi akan terjun bebas saat diselenggarakan debat terbuka antara Calon Presiden (Capres) 2014 nanti.
Hal demikian dikatakan pengamat politik dari Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman.
"Alasan-alasan inilah yang turut mendasari kenapa Jokowi melakukan blusukan politik kemana-mana, agar terkesan koalisinya dengan Jokowi bukan dengan Megawati atau institusi PDIP," kata Jajat dalam keterangan resminya, Senin (14/4/2014).
Dia meyakini, alasan pertama keengganan berkoalisi dengan PDIP adalah PDIP sudah terbukti konsisten mengingkari janji politik dengan mitra koalisinya.
"Elite politik di Indonesia masih ingat benar bagaimana Megawati mengkhianati Gus Dur di tahun 2001, dan mengkhianati perjanjian Batu Tulis dengan Prabowo Subianto di 2014," ucapnya.
Sedangkan alasan yang kedua, menurut dia, karena semua kursi menteri yang dikehendaki oleh calon mitra koalisi sudah diplot untuk kader PDIP pilihan Megawati.
Hal ini, kata dia, dibuktikan dengan pengumuman susunan kabinet bayangan PDIP pada akhir Februari lalu. Misalkan, kursi Menteri Pertahanan diplot untuk Tubagus Hasanuddin, kursi Menteri Keuangan diplot untuk Arif Budimanta, kursi Menakertrans diplot untuk Maruarar Sirait dan kursi Menteri Perdagangan diplot untuk Sri Adiningsih.
Sedangkan alasan yang terakhir atau yang tidak kalah penting adalah, kemungkinan Jokowi tidak dapat memenangkan pertarungan pilpres 2014.
"Kemampuan Jokowi untuk memimpin negara 250 juta orang sangat diragukan. Ia belum terbukti mampu mengatasi kemacetan dan banjir Jakarta. Ucapan Jokowi untuk terus membenahi Jakarta jika terpilih presiden menjadi blunder politik yang sangat besar, karena Indonesia bukan hanya Jakarta," ucapnya.
Maka dari itu, dia memprediksi elektabilitas Jokowi akan terjun bebas saat diselenggarakan debat terbuka antara Calon Presiden (Capres) 2014 nanti.
(maf)