JPPR temukan empat kategori pelanggaran di 1.005 TPS
A
A
A
Sindonews.com - Hasil pantauan Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) dari 25 provinsi, sekira 1.005 tempat pemungutan suara (TPS) terdapat empat kategori pelanggaran yang harus ditindaklanjuti tentang kualitas penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.
"Mereka adalah data pemilih, logistik, politik uang, dan situasi di TPS," ujar Koordinator Nasional JPPR M Afifuddin di Kantor Bawaslu, Jakarta, Minggu, (14/04/2014).
Selain temuan tersebut, lanjut dia, JPPR juga menemukan sebanyak 338 petugas TPS mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemungutan suara. Contoh kesulitan yang dialami KPPS adalah cara penghitungan suara yang dihitung dua partai dengan caleg, mencoblos dua dihitung dua, partai dan caleg sama-sama dihitung.
"Selanjutnya, anggota KPPS tidak menandatangani formulir pendampingan (C3) saat membantu pemilih tuna netra, anggota KPPS juga tidak menjelaskan adanya alat bantu bagi pemilih tuna netra, dan pemilih tuna netra hanya diberi surat suara DPD yang ada templatenya dan tidak diberi surat suara DPR," jelas dia.
Ditambahkannya, alasan petugas KPPS tidak paham tentang pemungutan dan penghitungan suara karena telatnya bimbingan teknis terkait metode penghitungan suara. Selain itu, anggota KPPS yang mengikuti Bimtek hanya dua orang.
"Sosialisasi soal suara sah dan tidak sah yang 15 varian hanya dua minggu, itu tidak cukup untuk melakukan bimtek. KPPS tidak paham akhirnya. Saya melihat KPU pusat terlalu lama membahas suara sah dan tidak sah," pungkas Afifuddin.
"Mereka adalah data pemilih, logistik, politik uang, dan situasi di TPS," ujar Koordinator Nasional JPPR M Afifuddin di Kantor Bawaslu, Jakarta, Minggu, (14/04/2014).
Selain temuan tersebut, lanjut dia, JPPR juga menemukan sebanyak 338 petugas TPS mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemungutan suara. Contoh kesulitan yang dialami KPPS adalah cara penghitungan suara yang dihitung dua partai dengan caleg, mencoblos dua dihitung dua, partai dan caleg sama-sama dihitung.
"Selanjutnya, anggota KPPS tidak menandatangani formulir pendampingan (C3) saat membantu pemilih tuna netra, anggota KPPS juga tidak menjelaskan adanya alat bantu bagi pemilih tuna netra, dan pemilih tuna netra hanya diberi surat suara DPD yang ada templatenya dan tidak diberi surat suara DPR," jelas dia.
Ditambahkannya, alasan petugas KPPS tidak paham tentang pemungutan dan penghitungan suara karena telatnya bimbingan teknis terkait metode penghitungan suara. Selain itu, anggota KPPS yang mengikuti Bimtek hanya dua orang.
"Sosialisasi soal suara sah dan tidak sah yang 15 varian hanya dua minggu, itu tidak cukup untuk melakukan bimtek. KPPS tidak paham akhirnya. Saya melihat KPU pusat terlalu lama membahas suara sah dan tidak sah," pungkas Afifuddin.
(kri)