Kampanye saling sindir kontraproduktif

Sabtu, 05 April 2014 - 09:03 WIB
Kampanye saling sindir...
Kampanye saling sindir kontraproduktif
A A A
Sindonews.com - Kampanye saling sindir yang dilakukan beberapa politikus dinilai kurang produktif. Pasalnya, hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak pada perolehan suara partai pada pemilu legislatif (pileg).

Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana mengatakan, saling sindir tidak terlalu berpengaruh pada pilihan masyarakat pada tanggal 9 April mendatang. Kampanye saling sindir tersebut malah akan kontraproduktif bagi partainya.

"Saya melihat lebih kontra produktif karena serangan terhadap personal individu terkadang dibaca berbeda oleh publik," katanya kepada KORAN SINDO, Jumat 4 April kemarin.

Misalnya saja kampanye yang dilakukan oleh Prabowo Subianto yang beberapa kali sempat menyindir politikus-politikus yang mencla mencle, pembohong ataupun pemimpin boneka. Menurut Ari, kampanye yang dilakukan Prabowo tersebut sama sekali tidak berdampak positif pada partainya maupun dirinya sendiri.

"Iklan Prabowo sudah lama ada. Image mengutamakan gagasan itu sudah bangun dengan program aksi. Ini akan menjadi kontraproduktif karena dinilai inkonsisten dengan menyerang personal," katanya.

Selain itu juga serangan saling sindir dan bukan mengutamakan gagasan akan mudah dipersepsikan masyarakat bahwa politikus tersebut tidak siap kalah. Padahal untuk Prabowo akan lebih efektif jika tetap dibangun image gagasan seperti iklan politiknya yang sudah ada selama ini.

Kultur masyarakat yang nyaris tidak menyukai dengan keributan dan kebisingan serangan melalui saling sindir tidak produktif untuk meraup simpati. Selain kultur masyarakat yang tidak menyukai metode tersebut, efek kontraproduktif itu karena elektabilitas partai akan sangat ditentukan kandidat-kandidat caleg di kontestasi lokal. Selain itu pengaruh tokoh partai nasional.

Kemudian kandidat-kandidat yang bertarung tidak memiliki diferensiasi isu dan program. Maka yang terjadi hanya membangun diferensiansi sentimen yang sifatnya personal. Apalagi sistem pemilu ini sangat individualis yang mana dengan sistem proporsional terbuka dan suara terbanyak, sehingga figur menjadi sangat penting.

"Mereka akan menggunakan basis kultural seperti agama, suku, daerah dan sebagainya. Ini karena ketidakmampuan membangun gagasan," ungkapnya.

Ari mengatakan menjelang pemilihan presiden kampanye saling sindir akan semakin kencang. Pasalnya memang politik Indonesia masih berbasis pada figur sehingga serangan personal nantinya tidak terelakkan. "Karena berbasis figur maka tidak ada difrensiasi pada gagasan," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai hal tersebut tidaklah tepat. Pasalnya Pemilu 2014 ini berbeda dengan Pemilu 2004 yang mana politik penzoliman sangat efektif dilakukan. "Masyarakat jauh lebih cerdas dan tidak melow dramatik," ungkapnya.

Dia mengatakan apa yang dilakukan Gerindra dengan puisi dan sajak sindiran merupakan sebuah kenyataan bukan fitnah semata. "Kalau ada masalah kita utarakan. Kita mau lebih terbuka. Itu bukan sindiran tanpa fakta, memakai puisi ataupun sajak itu bagaimana kita berekspresi," katanya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7394 seconds (0.1#10.140)