Pemilih disabilitas diperkirakan capai 28 juta jiwa
A
A
A
Sindonews.com - Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat menyebutkan penyandang disabilitas di Indonesia yang memiliki hak pilih di Pemilu Legislatif diperkirakan mencapai 28 juta orang.
Menurut Ketua Bidang Pendidikan Politik PPUA Penca Mahmud Faza, berdasarkan hitungan WHO, penyandang disabilitas di negara berkembang sebanyak 15 persen dari jumlah penduduk. Dari jumlah itu, ada 10 persen yang merupakan pemilih.
"Jadi kalau penduduk kita sebanyak 280 juta, 10 persennya sekitar 28 juta jiwa," ujar dia saat mengikuti acara sosialisasi dan simulasi pemilih disabilitas di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (4/4/2014)
Mahmud berharap, apa yang terjadi di Pemilu 2009 tidak terulang. Saat itu, banyak penyandang disabilitas yang tidak menggunakan haknya karena tidak dilayani petugas Komite Penyelenggara Pemungutan uara (KPPS) dengan baik.
"Pemilih tuna rungu misalnya, saat dipanggil dia tidak mendengar karena pendengarannya terbatas. Dia lalu pulang karena merasa tidak ada yang panggil. Itu terjadi karena KPPS tidak punya pemahaman bagaimana melayani pemilih disabilitas," jelasnya.
Menurut dia, petugas KPPS harus cermat karena beda disabilitas beda kebutuhan. Antara tuna netra dan tuna rungu itu beda perlakuannya. "Makanya, kami minta KPU benar-benar memberikan pemahaman soal aspek teknis kepada petugas KPPS sehingga tidak mempersulit," kata dia.
Dilanjutkannya, Bimtek KPU jangan hanya fokus pada bagaimana pembuatan berita acara, tapi juga bagaimana tata cara penggunaan hak pilih. Ia menilai, ada kelemahan panitia pendaftar pemilih (Pantarlih) karena saat mendaftar tidak ada keterangan bahwa orang tertentu itu menyandang disabilitas.
"Mestinya ada data di DPT soal keterangan kedisabilitasan sehingga gampang pemetaannya. Jadi nanti juga mudah menyediakan kebutuhannya saat pencoblosan," pungkasnya.
Menurut Ketua Bidang Pendidikan Politik PPUA Penca Mahmud Faza, berdasarkan hitungan WHO, penyandang disabilitas di negara berkembang sebanyak 15 persen dari jumlah penduduk. Dari jumlah itu, ada 10 persen yang merupakan pemilih.
"Jadi kalau penduduk kita sebanyak 280 juta, 10 persennya sekitar 28 juta jiwa," ujar dia saat mengikuti acara sosialisasi dan simulasi pemilih disabilitas di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (4/4/2014)
Mahmud berharap, apa yang terjadi di Pemilu 2009 tidak terulang. Saat itu, banyak penyandang disabilitas yang tidak menggunakan haknya karena tidak dilayani petugas Komite Penyelenggara Pemungutan uara (KPPS) dengan baik.
"Pemilih tuna rungu misalnya, saat dipanggil dia tidak mendengar karena pendengarannya terbatas. Dia lalu pulang karena merasa tidak ada yang panggil. Itu terjadi karena KPPS tidak punya pemahaman bagaimana melayani pemilih disabilitas," jelasnya.
Menurut dia, petugas KPPS harus cermat karena beda disabilitas beda kebutuhan. Antara tuna netra dan tuna rungu itu beda perlakuannya. "Makanya, kami minta KPU benar-benar memberikan pemahaman soal aspek teknis kepada petugas KPPS sehingga tidak mempersulit," kata dia.
Dilanjutkannya, Bimtek KPU jangan hanya fokus pada bagaimana pembuatan berita acara, tapi juga bagaimana tata cara penggunaan hak pilih. Ia menilai, ada kelemahan panitia pendaftar pemilih (Pantarlih) karena saat mendaftar tidak ada keterangan bahwa orang tertentu itu menyandang disabilitas.
"Mestinya ada data di DPT soal keterangan kedisabilitasan sehingga gampang pemetaannya. Jadi nanti juga mudah menyediakan kebutuhannya saat pencoblosan," pungkasnya.
(kri)