Golkar siap berkoalisi dengan partai pemenang Pemilu 2014
A
A
A
Sindonews.com - Partai Golkar membuka peluang bagi partai pemenang Pemilu 2014 untuk berkoalisi di parlemen dan pemerintahan.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berpendapat koalisi tidak hanya dilakukan pada saat pemilihan presiden (pilpres), tapi koalisi partai juga bisa dilakukan baik di parlemen maupun di pemerintahan.
"Itu yang paling penting, sehingga siapapun nanti yang menjadi presiden dapat menjalankan pemerintahan dengan tenang," ujar pria yang biasa disapa Ical ini saat menghadiri kampanye Partai Golkar di Makassar, Selasa, 1 April 2014.
Dia menambahkan, siapapun pemenang pemilu nanti bisa berkoalisi dengan partai yang kalah. Menurutnya, tidak mungkin ada partai yang mampu mencapai 50 persen plus satu kursi di parlemen.
"Jadi siapapun presidennya memerlukan koalisi. Sebab kalau tidak punya kekuatan di parlemen dalam sistem ketatanegaraan kita saat ini sulit bagi presiden untuk mengambil keputusan yang strategis," ucapnya.
Terkait hal itu, mantan Menko Kesra ini mengaku telah melakukan komunikasi politik dengan semua partai baik. Namun ditegaskan olehnya, komunikasi tersebut tidak bisa diartikan sebagai bentuk koalisi untuk mengusung pasangan capres-cawapres.
"Capres-cawapres boleh bersaing tapi pada saat di parlemen berkoalisi, supaya dapat pemerintahan yang kuat. Jangan seperti sekarang sebentar-sebentar ini tidak boleh, itu enggak bisa. Apalagi, sistem ketatanegaraan kita menganut sistem presidensial," keluhnya.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berpendapat koalisi tidak hanya dilakukan pada saat pemilihan presiden (pilpres), tapi koalisi partai juga bisa dilakukan baik di parlemen maupun di pemerintahan.
"Itu yang paling penting, sehingga siapapun nanti yang menjadi presiden dapat menjalankan pemerintahan dengan tenang," ujar pria yang biasa disapa Ical ini saat menghadiri kampanye Partai Golkar di Makassar, Selasa, 1 April 2014.
Dia menambahkan, siapapun pemenang pemilu nanti bisa berkoalisi dengan partai yang kalah. Menurutnya, tidak mungkin ada partai yang mampu mencapai 50 persen plus satu kursi di parlemen.
"Jadi siapapun presidennya memerlukan koalisi. Sebab kalau tidak punya kekuatan di parlemen dalam sistem ketatanegaraan kita saat ini sulit bagi presiden untuk mengambil keputusan yang strategis," ucapnya.
Terkait hal itu, mantan Menko Kesra ini mengaku telah melakukan komunikasi politik dengan semua partai baik. Namun ditegaskan olehnya, komunikasi tersebut tidak bisa diartikan sebagai bentuk koalisi untuk mengusung pasangan capres-cawapres.
"Capres-cawapres boleh bersaing tapi pada saat di parlemen berkoalisi, supaya dapat pemerintahan yang kuat. Jangan seperti sekarang sebentar-sebentar ini tidak boleh, itu enggak bisa. Apalagi, sistem ketatanegaraan kita menganut sistem presidensial," keluhnya.
(kur)