Penyebab minimnya minat pemilih muda terhadap caleg
A
A
A
Sindonews.com - Temuan dari Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan masih banyak pemilih muda yang tak memiliki pengetahuan atau tak mengerti tentang calon legislatif (caleg). Lantas apa yang menjadi masalahnya?
Menurut Deputi Direktur The Political Literacy Institute Iding R Hasan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama, sosialisasi parpol mengenai caleg-calegnya masih sangat kurang dan kerja parpol hanya intensif jelang pemilu.
"Kedua, kreatifitas kampanye para caleg masih kurang. Banyak yang tetap bergantung pada alat peraga seperti baliho, spanduk, poster dan lain-lain, padahal itu tidak cukup efektif," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (1/4/2014).
Sementara yang ketiga, banyak caleg yang muncul tidak melalui jenjang kaderisasi parpol dari bawah atau yang biasa disebut caleg dadakan. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta semakin gencar melakukan sosialisasi jelang Pileg.
"Penyelenggara seperti KPU ke bawah harus terus gencar menyuarakan pentingnya memberikan suara bagi pemilih. Karena suara mereka menentukan masa depan bangsa," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, ormas-ormas, LSM, pemerhati pemilu juga harus terus mendorong hal yang sama, tetapi tentu dengan memberikan penekanan pada memilih caleg-caleg bersih.
"Gerakan yang dilakukan KontraS dan koalisinya menurut saya bagus. Mensosialisasi caleg-caleg bersih ke publik. Itu kan bisa mendorong publik untuk tergerak memilih," paparnya.
Iding menambahkan, melihat fenomena di atas bukan tidak mungkin angka golput akan semakin tinggi. Kendati minim partisipasi pemilih, Pemilu Legislatif tetap sah.
"Hanya persoalan legitimasi saja yang memprihatinkan. Kalau itu benar-benar terjadi, parpol-parpol harus instrospeksi diri besar-besaran. Sekarang waktunya sudah terlalu singkat untuk bergerak. Ini juga akibat politik kita yang masih mengandalkan figur, bukan program," pungkasnya.
Menurut Deputi Direktur The Political Literacy Institute Iding R Hasan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama, sosialisasi parpol mengenai caleg-calegnya masih sangat kurang dan kerja parpol hanya intensif jelang pemilu.
"Kedua, kreatifitas kampanye para caleg masih kurang. Banyak yang tetap bergantung pada alat peraga seperti baliho, spanduk, poster dan lain-lain, padahal itu tidak cukup efektif," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (1/4/2014).
Sementara yang ketiga, banyak caleg yang muncul tidak melalui jenjang kaderisasi parpol dari bawah atau yang biasa disebut caleg dadakan. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta semakin gencar melakukan sosialisasi jelang Pileg.
"Penyelenggara seperti KPU ke bawah harus terus gencar menyuarakan pentingnya memberikan suara bagi pemilih. Karena suara mereka menentukan masa depan bangsa," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, ormas-ormas, LSM, pemerhati pemilu juga harus terus mendorong hal yang sama, tetapi tentu dengan memberikan penekanan pada memilih caleg-caleg bersih.
"Gerakan yang dilakukan KontraS dan koalisinya menurut saya bagus. Mensosialisasi caleg-caleg bersih ke publik. Itu kan bisa mendorong publik untuk tergerak memilih," paparnya.
Iding menambahkan, melihat fenomena di atas bukan tidak mungkin angka golput akan semakin tinggi. Kendati minim partisipasi pemilih, Pemilu Legislatif tetap sah.
"Hanya persoalan legitimasi saja yang memprihatinkan. Kalau itu benar-benar terjadi, parpol-parpol harus instrospeksi diri besar-besaran. Sekarang waktunya sudah terlalu singkat untuk bergerak. Ini juga akibat politik kita yang masih mengandalkan figur, bukan program," pungkasnya.
(kri)