Membangun brand politik pada Pemilu 2014

Senin, 24 Maret 2014 - 15:33 WIB
Membangun brand politik...
Membangun brand politik pada Pemilu 2014
A A A
PERKEMBANGAN demokrasi di Indonesia sudah berkisar 16 tahun pasca jatuhnya rezim Soeharto. Setiap 5 tahun sekali dilaksanakan pemilu untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan Presiden Republik Indonesia. Namun sayang, pemilu sebagai hajatan lima tahun sekali belum menampakkan hasil yang memuaskan.

Pemilu yang semestinya menghasilkan kepemimpinan yang kuat ternyata masih banyak sekali aktivitas manipulatif yang justru bertolak belakang dari mimpi-mimpi demokrasi. Apalagi jika kita memperbincangkan kampanye, rasanya kita miris mendengar biaya-biaya kampanye yang dikeluarkan oleh para calon, baik yang mencalonkan sebagai angota dewan maupun calon presiden Republik Indonesia.

Apakah untuk menjadi anggota dewan atau presiden di republik ini harus mengeluarkan biaya fantastis? Tentu tidak, jika partai politik dan kandidat memiliki political branding yang kuat. Paling tidak, bisa menekan biaya politik atau kampanye yang saat ini sudah terpola di mindset para politisi dan masyarakat kita, bahwa berpolitik harus memiliki uang ratusan bahkan miliaran rupiah.

Jika mindset politisi dan masyarakat masih berpikir seperti itu, tentu sistem demokrasi hanya untuk orang-orang berduit semata, padahal kalau kita sedikit berlogika,demokrasi yang dibangun dengan fondasi materi semata, bisa dipastikan fondasinya akan keropos, tak tahan lama. Karena berpolitik sudah diasosiasikan dengan perdagangan sehingga selalu bicara untung rugi. Oleh karena itu, pada Pemilu 2014, politik harus lebih manusiawi dan menjauhkan diri dari politik transaksional yang tidak memiliki masa depan.

Strategi branding
Dalam buku Political Branding dan Public Relations yang ditulis Silih Agus Wasesa (2011) terdapat lima langkah membentuk nilai brand politik. Pertama, inovasi. Partai politik dan kandidat harus mampu melakukan inovasi sesuai dengan kondisi dan situasi zamannya. Partai yang gemar berinovasi akan selalu nampak memiliki gagasan segar dalam memecahkan masalah yang rumit sekalipun.

Kedua, asosiasi merek. Partai politik dan kandidat harus mampu mengasosiasikan diri terhadap solusi yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya menjelang Pemilu 2004, ada sebuah partai politik peserta pemilu yang mengasosiasikan diri sebagai partai dakwah, jujur dan adil, namun sayang tidak memiliki konsistensi sehingga tidak terawat sampai saat ini.

Ketiga, pembaruan fungsi program. Hal ini dilakukan untuk menghindari kejenuhan masyarakat, oleh karena itu partai politik dan kandidat harus mampu selalu memperbarui program-programnya dalam waktu tertentu, baik diimplementasikan oleh the rulling party maupun partai oposisi.

Keempat, konsep paradoksal. Kunci dari konsep ini harus berani tampil beda dengan partai dan kandidat lainnya. Biasanya partai oposisi selalu mengkritik pemerintah tapi tidak menawarkan solusi secara nyata terhadap permasalahan yang ada. Konsep ini mengubah pola pikir keseharian masyarakat dalam rangka untuk menyadarkannya dan menawarkan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Masih banyak pola pikir dan logika masyarakat yang harus dirubah, dan hal ini tugas penting dari partai dan kandidat.

Kelima, sentuh pengalaman konsumen/masyarakat. Melakukan interaksi terhadap masyarakat tidak hanya dilakukan pada menjelang pemilu saja, namun sentuhan ini dilakukan jauh-jauh hari sehingga masyarakat tidak terkesan dimanfaatkan oleh kepentingan politik atau kekuasaan. Brand politik lebih bersifat jangka panjang (long term), sehingga kerja-kerja politik tidak instan atau berjangka pendek (short term).

Oleh karena itu bagi partai politik dan kandidat yang menginginkan biaya politik (political fee) bisa ditekan secara signifikan, tidak ada cara lain yaitu dengan menciptakan brand politik. Mulai saat ini pola pikir bahwa berpolitik itu butuh biaya tinggi harus dijauhkan dari konsep berpikir kita. Tentu hal ini membutuhkan literasi politik yang intensif di masyarakat. Jika masyarakat sudah terliterasi secara baik, pasti hajatan demokrasi (pemilu) tidak hanya sebagai ritual limat tahun sekali, namun menghasilkan mimpi-mimpi demokrasi secara substansial.

Pemilu 2014 harus jauh lebih substansial daripada pemilu-pemilu sebelumnya. Sekali lagi, perlu kerja politik yang sehat dan gagasan yang segar. Sehingga yang terbangun bukan pencitraan, namun reputasi yang berjangka panjang. Dengan menciptakan brand, partai politik dan kandidat akan memperoleh kepercayaan masyarakat luas kembali. Artinya kita akan menemukan seorang pemimpin yang kuat, tegas, pemberani dan bisa memberikan solusi cerdas bagi permasalahan bangsa.

M ROSIT
Peneliti The Political Literacy Institute
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0970 seconds (0.1#10.140)