Beda bencana, beda penanganan
A
A
A
Sindonews.com - Bencana yang melanda beberapa kawasan di Indonesia tentu berdampak pada kondisi psikologis para korban. Sehingga selain memerlukan pertolongan logistik, mereka juga memerlukan pertolongan secara kejiwaan.
Dengan penanganan bencana yang baik menyebabkan berkurangnya dampak psikologis untuk para korban, khususnya anak-anak dan kaum perempuan.
Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Diennaryati Tjokrosuprihatono menilai, biasanya di setiap wilayah bencana anak-anak dan perempuan menjadi pihak yang rentan mengalami trauma, karena secara psikolgis mereka lemah. Besarnya bencana dan kerusakan yang disebabkan akan sangat berdampak pada psikologi korban.
"Misalnya saja untuk Kelud ini dampaknya agak berbeda dengan bencana lainnya. Kesiapan pemerintah daerah dan satgas bencana dalam mengantisipasi meletusnya Kelud sangat baik. Ini bisa mengurangi dampak psikologis bagi pengungsi. Hanya kebosanan, kesal, dan lelah yang mungkin dirasakan oleh pengungsi Kelud," kata Dini, sapaan akrabnya, Senin (24/2/2014).
Pemerhati anak-anak ini menambahkan, efek psikologis ini berbeda dengan pengungsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Anak-anak dan perempuan di sana merasakan dampak psikologis yang kuat dari bencana tersebut.
"Mengingat mereka sudah lama di tempat pengungsian dan penanganan dampak bencananya juga terlalu berlarut-larut," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora menambahkan, untuk mengurangi dampak psikologi terhadap pengungsi, khususnya anak-anak sudah seharusnya tempat pengungsian disiapkan terlebih dahulu sebelum erupsi terjadi.
"Selain itu juga harus disiapkan sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan menggerakan seluruh SDM petugas kesehatan dan kader," tukas Eka.
Baca berita:
Saat bencana, pendidikan anak sering terlupakan
Dengan penanganan bencana yang baik menyebabkan berkurangnya dampak psikologis untuk para korban, khususnya anak-anak dan kaum perempuan.
Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Diennaryati Tjokrosuprihatono menilai, biasanya di setiap wilayah bencana anak-anak dan perempuan menjadi pihak yang rentan mengalami trauma, karena secara psikolgis mereka lemah. Besarnya bencana dan kerusakan yang disebabkan akan sangat berdampak pada psikologi korban.
"Misalnya saja untuk Kelud ini dampaknya agak berbeda dengan bencana lainnya. Kesiapan pemerintah daerah dan satgas bencana dalam mengantisipasi meletusnya Kelud sangat baik. Ini bisa mengurangi dampak psikologis bagi pengungsi. Hanya kebosanan, kesal, dan lelah yang mungkin dirasakan oleh pengungsi Kelud," kata Dini, sapaan akrabnya, Senin (24/2/2014).
Pemerhati anak-anak ini menambahkan, efek psikologis ini berbeda dengan pengungsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Anak-anak dan perempuan di sana merasakan dampak psikologis yang kuat dari bencana tersebut.
"Mengingat mereka sudah lama di tempat pengungsian dan penanganan dampak bencananya juga terlalu berlarut-larut," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora menambahkan, untuk mengurangi dampak psikologi terhadap pengungsi, khususnya anak-anak sudah seharusnya tempat pengungsian disiapkan terlebih dahulu sebelum erupsi terjadi.
"Selain itu juga harus disiapkan sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan menggerakan seluruh SDM petugas kesehatan dan kader," tukas Eka.
Baca berita:
Saat bencana, pendidikan anak sering terlupakan
(kri)