Kasus SKRT, nama MS Kaban kembali disebut

Rabu, 12 Februari 2014 - 22:48 WIB
Kasus SKRT, nama MS Kaban kembali disebut
Kasus SKRT, nama MS Kaban kembali disebut
A A A
Sindonews.com - Mantan Anggota Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pengurusan anggran Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Usai diperiksa, Yusuf menjelaskan panjang lebar terkait kasus yang sudah menyeret Anggoro Widjojo pemilik PT Masaro Radiocom. Yusuf menilai, mantan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban patut dimintai pertanggungjawabannya.

"Begini, keputusan DPR itu keputusan politik, itu saya kira berbeda satu keputusan yang dipengaruhi Anggoro. Jadi kita ambil keputusan sesuai dengan permohonan Kemenhut, bukan faktor Anggoro," kata Yusuf usai diperiksa sebagai saksi Anggoro di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2014) malam.

Dijelaskan Yusuf, saat Menhut dijabat oleh M Prakosa, proyek SKRT sudah dihentikan, tetapi oleh Kaban dilanjutkan lagi. Waktu itu, dengan alasan untuk mengawasi illegal logging dan kebakaran hutan, sehingga diperlukan alat komunikasi. "Iya (inisiatif Menhut Kaban)," tegasnya.

DPR memberikan dukungan lantaran untuk mengatasi illegal logging, saat itu kerugian negara akibat illegal logging mencapai Rp6 triliun sampai Rp10 triliun, lantaran polisi hutan tidak mempunyai alat komunikasi, sehingga DPR mendukung program SKRT.

Namun dia membantah, ada lobi-lobi dengan mantan Menhut MS Kaban. Pasalnya hanya bertemu ketika rapat di DPR. Ketika disinggung apakah menteri saat itu tanda tangan dipenunjukan langsung dalam tender proyek tersebut, Yusuf tidak mau spekulasi.

"Saya tidak bisa ngomong itu, yang jelas pimpro (pimpinan proyek) sudah bertanggungjawab," tukasnya.

Anggoro Widjojo merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek SKRT di Kemenhut tahun anggaran 2006-2007. Pemilik PT Masaro Radiocom ini buron ke luar negeri saat kasusnya masih dalam tahapan penyelidikan atau sesaat setelah KPK menggeledah kantor perusahaannya pada pertengahan 2008.

Kasus Anggoro ini meledak menjadi skandal besar di antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung setelah adiknya, Anggodo Widjodjo berusaha memengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan Pimpinan KPK waktu itu Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo, mantan anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan (Dephut) Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan USD10.000, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhut Boen Mochtar Purnama sebesar USD20.000, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.

Dalam kasus ini, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom. Azwar menerima sebesar SGD5.000, Fahri SGD30.000, dan Hilman sebesar SGD140.000. Uang pelicin itu berasal dari Anggoro. Uang tersebut bahkan didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal.

KPK siap tuntut berat Anggoro
Anggoro harus dijerat pasal pemberatan
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6319 seconds (0.1#10.140)