Hiu bersaudara bebas dari hukuman mati
A
A
A
Sindonews.com - Dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu, terbebas dari hukuman mati di Malaysia. Kedua TKI itu adalah, kakak beradik yang dituduh membunuh pencuri yang masuk ke kediaman majikannya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, Atase Tenaga Kerja (Atnaker) di Kuala Lumpur mengabarkan, Mahkamah Rayuan Putrajaya meyatakan, Hiu bersaudara bebas murni dari hukuman mati.
Hal ini terjadi pada sidang banding keduanya yang dilaksanakan pukul 9.00 waktu setempat. “Kami bersyukur Hiu bersaudara ini bebas dari ancaman hukuman mati,” kata Muhaimin di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Muhaimin menjelaskan, dua TKI asal Siantan Tengah, Pontianak Utara, Kalimantan Barat ini, terancam hukuman mati setelah didakwa membunuh pencuri. Pencuri itu memasuki kedai arena permainan Play Station milik majikannya Hooi Teong Sim, di Selangor, Malaysia tahun 2009 lalu.
Dia menuturkan, Hiu bersaudara akan pulang pada saat perayaan Hari Raya Imlek. Sebelumnya, KBRI akan membuat surat perjalanan laksana paspor (SPLP) di mana keduanya akan dipulangkan dengan biaya pemerintah.
Muhaimin mengatakan, bebasnya Hiu ini tidak terlepas atas kerja sama dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak. Termasuk KBRI Malaysia yang menyediakan pengacara untuk Hiu bersaudara yakni, Gooi & Azura.
Dia menjelaskan, pemerintah semenjak kasus Hiu bersaudara mencuat, telah melakukan pembelaan dan pendampingan hukum kepada dua orang TKI tersebut. Pendampingan hukum terus dilakukan melalui penyediaan pengacara khusus sampai tingkat banding dan kasasi untuk membebaskan keduanya.
“Sejak awal mendampingi dengan pengacara, tetap kami optimistis Hiu bersaudara tidak akan dihukum mati,” tuturnya.
Muhaimin menyampaikan, pemerintah terus berjuang untuk menyelamatkan semua WNI dan TKI dari ancaman hukuman mati di semua negara penempatan.
Muhaimin menambahkan, pada prinsipnya pemerintah berkewajiban untuk melindungi semua WNI dan TKI, baik itu TKI yang prosedural maupun non prosedural, apabila terlibat dalam kasus hukum di negara penempatan.
Keluarga Hiu pernah adukan kasusnya ke DPR
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, Atase Tenaga Kerja (Atnaker) di Kuala Lumpur mengabarkan, Mahkamah Rayuan Putrajaya meyatakan, Hiu bersaudara bebas murni dari hukuman mati.
Hal ini terjadi pada sidang banding keduanya yang dilaksanakan pukul 9.00 waktu setempat. “Kami bersyukur Hiu bersaudara ini bebas dari ancaman hukuman mati,” kata Muhaimin di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Muhaimin menjelaskan, dua TKI asal Siantan Tengah, Pontianak Utara, Kalimantan Barat ini, terancam hukuman mati setelah didakwa membunuh pencuri. Pencuri itu memasuki kedai arena permainan Play Station milik majikannya Hooi Teong Sim, di Selangor, Malaysia tahun 2009 lalu.
Dia menuturkan, Hiu bersaudara akan pulang pada saat perayaan Hari Raya Imlek. Sebelumnya, KBRI akan membuat surat perjalanan laksana paspor (SPLP) di mana keduanya akan dipulangkan dengan biaya pemerintah.
Muhaimin mengatakan, bebasnya Hiu ini tidak terlepas atas kerja sama dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak. Termasuk KBRI Malaysia yang menyediakan pengacara untuk Hiu bersaudara yakni, Gooi & Azura.
Dia menjelaskan, pemerintah semenjak kasus Hiu bersaudara mencuat, telah melakukan pembelaan dan pendampingan hukum kepada dua orang TKI tersebut. Pendampingan hukum terus dilakukan melalui penyediaan pengacara khusus sampai tingkat banding dan kasasi untuk membebaskan keduanya.
“Sejak awal mendampingi dengan pengacara, tetap kami optimistis Hiu bersaudara tidak akan dihukum mati,” tuturnya.
Muhaimin menyampaikan, pemerintah terus berjuang untuk menyelamatkan semua WNI dan TKI dari ancaman hukuman mati di semua negara penempatan.
Muhaimin menambahkan, pada prinsipnya pemerintah berkewajiban untuk melindungi semua WNI dan TKI, baik itu TKI yang prosedural maupun non prosedural, apabila terlibat dalam kasus hukum di negara penempatan.
Keluarga Hiu pernah adukan kasusnya ke DPR
(maf)