Dokter belum terbiasa dengan JKN
A
A
A
Sindonews.com - Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan cara mendidik masyarakat menjadi lebih baik dalam memilih pelayanan kesehatan.
Hal itu dikatakan qnggota Seksi Diklat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat, Tammy Siarif. Menurutnya, banyak masyarakat selama ini langsung pergi ke rumah sakit untuk berobat, tidak ke puskesmas atau klinik.
Selain itu merupakan era bagi dokter bertindak profesional. Karena itu diperlukan organisasi profesi untuk membenahi sistem ini. "JKN buat seorang dokter itu kan suatu barang baru," kata Tammy kepada wartawan, di Depok, Jawa Barat, Senin (27/1/2014).
"Sehingga tak aneh kalau terjadi ada perbedaan persepsi, masing-masing persepsi berbeda, kita harus akui dokter itu paling malas belajar di luar kedokterannya. Begitu aturan ini diterapkan, para dokter terkaget-kaget, seharusnya mempelajari," imbuhnya.
Tammy meyakini, setiap sistem yang baru pasti terdapat masalah, bahkan di luar negeri, perubahan sampai 100 tahun. Namun ia yakin, target pemerintah dalam penerapan BPJS ini secara optimal akan sampai di 2019.
"Banyak yang mengeluh soal tarif atau kapitasi, misalnya setiap klinik dibayar Rp10 ribu, banyak yang mengeluh dapat apa, yang namanya kapitasi, bukan berarti, dibayar 10 ribu tidak. Arealnya berapa misalnya, satu dokter akan melayani tiga ribu pasien, berarti Rp30 juta akan didapat, 20 persen saja masih punya sisa," tegasnya.
Dalam era JKN ini, kata Tammy, seorang dokter tak hanya melakukan terapi, tetapi memberikan penyuluhan hidup sehat dan benar. Bagaimana mampu mengubah persepsi masyarakat.
"Banyak masyarakat bilang, saya punya spesialis, maka saya mau ke RS (rumah sakit) saja. Namun sekarang semua masyarakat harus ikut ke dalam BPJS. Idealnya ini akan rapi dalam lima tahun. Wajarlah, orang pengantin baru saja satu hari bisa ribut," tukasnya.
Ketakutan dan perbedaan persepsi tentang BPJS yang belum dipahami masyarakat ini yang perlu disosialisasikan. "Rumah sakit pemerintah kan beda. SDM (Sumber Daya Manusia) dibayar oleh pemerintah. Nah kalau rumah sakit swasta cari sendiri, kalau berjalan sesuai clinical pathway pasti berhasil," tegasnya.
IDI minta dokter BPJS dapat insentif tetap
Hal itu dikatakan qnggota Seksi Diklat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat, Tammy Siarif. Menurutnya, banyak masyarakat selama ini langsung pergi ke rumah sakit untuk berobat, tidak ke puskesmas atau klinik.
Selain itu merupakan era bagi dokter bertindak profesional. Karena itu diperlukan organisasi profesi untuk membenahi sistem ini. "JKN buat seorang dokter itu kan suatu barang baru," kata Tammy kepada wartawan, di Depok, Jawa Barat, Senin (27/1/2014).
"Sehingga tak aneh kalau terjadi ada perbedaan persepsi, masing-masing persepsi berbeda, kita harus akui dokter itu paling malas belajar di luar kedokterannya. Begitu aturan ini diterapkan, para dokter terkaget-kaget, seharusnya mempelajari," imbuhnya.
Tammy meyakini, setiap sistem yang baru pasti terdapat masalah, bahkan di luar negeri, perubahan sampai 100 tahun. Namun ia yakin, target pemerintah dalam penerapan BPJS ini secara optimal akan sampai di 2019.
"Banyak yang mengeluh soal tarif atau kapitasi, misalnya setiap klinik dibayar Rp10 ribu, banyak yang mengeluh dapat apa, yang namanya kapitasi, bukan berarti, dibayar 10 ribu tidak. Arealnya berapa misalnya, satu dokter akan melayani tiga ribu pasien, berarti Rp30 juta akan didapat, 20 persen saja masih punya sisa," tegasnya.
Dalam era JKN ini, kata Tammy, seorang dokter tak hanya melakukan terapi, tetapi memberikan penyuluhan hidup sehat dan benar. Bagaimana mampu mengubah persepsi masyarakat.
"Banyak masyarakat bilang, saya punya spesialis, maka saya mau ke RS (rumah sakit) saja. Namun sekarang semua masyarakat harus ikut ke dalam BPJS. Idealnya ini akan rapi dalam lima tahun. Wajarlah, orang pengantin baru saja satu hari bisa ribut," tukasnya.
Ketakutan dan perbedaan persepsi tentang BPJS yang belum dipahami masyarakat ini yang perlu disosialisasikan. "Rumah sakit pemerintah kan beda. SDM (Sumber Daya Manusia) dibayar oleh pemerintah. Nah kalau rumah sakit swasta cari sendiri, kalau berjalan sesuai clinical pathway pasti berhasil," tegasnya.
IDI minta dokter BPJS dapat insentif tetap
(maf)