Ini untung & rugi jika pemilu serentak
A
A
A
Sindonews.com - Hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden terkait pelaksanaan pemilu serentak tentang persyaratan parpol dan ambang batas pencalonan presiden yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dan Effendi Gazali Cs.
Lantas, apa untung rugi jika pemilu serentak benar-benar dilaksanakan di 2014? Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik memaparkan beberapa analisisnya.
Yang pasti, kata dia, efisiensi anggaran bisa dilakukan jika Pileg dan Pilpres dilakukan secara serentak. Selain itu, parpol tidak harus repot-repot memikirkan parliamentary threshold dan presidential threshold.
"Artinya, kalau gugatan itu dikabulkan berarti Pemilu Presiden tanpa threshold. Itu artinya akan banyak muncul calon. Positifnya kita bisa menyeleksi berbagai potensi kandidat," ujarnya ketika dihubungi Sinddonews, Kamis (23/1/2014).
Namun, ia menilai, banyaknya calon presiden dan calon wakil presiden yang muncul bisa menyebabkan terjadinya ketidakefisienan. Sebab, masyarakat juga dibingungkan karena banyaknya pilihan.
"Ruginya tentu saja pada partai dan caleg-caleg yang sudah mempersiapkan semuanya. Sosialisasi sudah dilakukan dan harus diundur. Bukan kerugian negara tapi masing-masing orang karena sudah mengeluarkan sejumlah biaya," jelas dia.
Kemudian, lanjut dia, ada juga ketidakpastian politik, meski dalam waktu yang tidak lama. "Saya kira akan ada goncang-goncangan. Ketidakstabilan politik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal," pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam permohonannya, Yusril meminta Pemilu Legislatif (Pileg) dan (Pilpres) dilaksanakan serentak. Serta dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).
Ha itu dilakukan Yusril dengan mendaftarkan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji yakni Pasal 3 Ayat 4, Pasal 9, Pasal 14 Ayat 2 dan Pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 4 Ayat 1, Pasal 6a Ayat 2, Pasal 7c, Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD tahun 1945.
"Inti permohonan saya adalah, menyatakan beberapa pasal dari undang-undang pemilihan presiden adalah, bertentangan terhadap UUD 1945 dan saya akan pertahankan pendirian saya di MK," ucap Ketua Dewan Syuro PBB ini.
Baca berita:
Yusril tak setuju pemilu serentak 2019
Lantas, apa untung rugi jika pemilu serentak benar-benar dilaksanakan di 2014? Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik memaparkan beberapa analisisnya.
Yang pasti, kata dia, efisiensi anggaran bisa dilakukan jika Pileg dan Pilpres dilakukan secara serentak. Selain itu, parpol tidak harus repot-repot memikirkan parliamentary threshold dan presidential threshold.
"Artinya, kalau gugatan itu dikabulkan berarti Pemilu Presiden tanpa threshold. Itu artinya akan banyak muncul calon. Positifnya kita bisa menyeleksi berbagai potensi kandidat," ujarnya ketika dihubungi Sinddonews, Kamis (23/1/2014).
Namun, ia menilai, banyaknya calon presiden dan calon wakil presiden yang muncul bisa menyebabkan terjadinya ketidakefisienan. Sebab, masyarakat juga dibingungkan karena banyaknya pilihan.
"Ruginya tentu saja pada partai dan caleg-caleg yang sudah mempersiapkan semuanya. Sosialisasi sudah dilakukan dan harus diundur. Bukan kerugian negara tapi masing-masing orang karena sudah mengeluarkan sejumlah biaya," jelas dia.
Kemudian, lanjut dia, ada juga ketidakpastian politik, meski dalam waktu yang tidak lama. "Saya kira akan ada goncang-goncangan. Ketidakstabilan politik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal," pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam permohonannya, Yusril meminta Pemilu Legislatif (Pileg) dan (Pilpres) dilaksanakan serentak. Serta dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).
Ha itu dilakukan Yusril dengan mendaftarkan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji yakni Pasal 3 Ayat 4, Pasal 9, Pasal 14 Ayat 2 dan Pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 4 Ayat 1, Pasal 6a Ayat 2, Pasal 7c, Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD tahun 1945.
"Inti permohonan saya adalah, menyatakan beberapa pasal dari undang-undang pemilihan presiden adalah, bertentangan terhadap UUD 1945 dan saya akan pertahankan pendirian saya di MK," ucap Ketua Dewan Syuro PBB ini.
Baca berita:
Yusril tak setuju pemilu serentak 2019
(kri)