Lemahnya penanganan bencana

Jum'at, 17 Januari 2014 - 13:47 WIB
Lemahnya penanganan bencana
Lemahnya penanganan bencana
A A A
BENCANA yang belakangan ini terus menghantam Indonesia tentu sangat memilukan kita semua. Bangsa yang sedang berlari untuk terus maju setelah berbagai masalah ekonomi menghadang ternyata harus mendapatkan bermacam kesusahan dari bencana alam yang terus mendera.

Gunung Sinabung yang belum juga reda letusannya membuat banyak warga di sekitarnya meninggalkan aktivitasnya sehari-hari tanpa kepastian. Banjir bandang di Manado yang tak disangka-sangka meluluhlantakkan kota tersebut dan menimbulkan kerugian yang tak terhitung. Lain lagi banjir di Jakarta yang tak juga bisa tertangani dengan maksimal, padahal sudah menjadi rutinitas tahunan.

Selain itu di beberapa lokasi lain di antero Nusantara, berbagai bencana alam terjadi dan membawa kerugian bagi bangsa ini. Sudah barang tentu di saat bencana seperti ini kita harus terlebih dahulu menunjuk hidung masing-masing sebelum menyalahkan orang lain. Bencana alam seperti gunung meletus adalah murni gejala alam yang tak terhindarkan, tetapi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan berbagai bencana alam lain adalah gejala alam yang muncul karena kesalahan manusia juga.

Sudah menjadi pola iklim di Indonesia bahwa pada akhir dan awal tahun curah hujan selalu tinggi, tetapi ketika akhirnya curah hujan yang tinggi tersebut justru mendatangkan bencana berarti kesalahan dari manusialah yang membangun tanpa memperhatikan daya dukung alam. Terlepas dari perdebatan mengenai bencana alam yang juga merupakan dampak dari buruknya hubungan manusia dengan alam, ada poin penting yang sangat mengkhawatirkan dalam rangkaian bencana ini, yaitu sektor penanganan bencana.

Dalam penanganan bencana di berbagai pelosok Nusantara beberapa tahun terakhir sangat tampak kegagapan dari pemerintah. Selalu saja dari bencana ke bencana alasan klasik seperti minimnya peralatan dan sarana pemenuhan kebutuhan korban bencana dimunculkan. Misalnya dalam kasus banjir pemerintah selalu beralasan kekurangan perahu karet, minimnya pasokan kebutuhan pengungsi, ketiadaan genset cadangan, dan berbagai kendala lain.

Padahal sudah ada lembaga yang seharusnya sangat tanggap mengatasi bencana ini seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Bahkan Indonesia cukup unik karena memiliki satu staf khusus untuk presiden yang khusus untuk menangani bencana. Jadi sudah seharusnya tidak ada lagi kegagapan dalam penanganan dampak bencana. Harusnya masalah penanganan bencana yang buruk seperti itu tidak terjadi.

Anggaplah kita masih bisa menerima alasan dari pemerintah melalui berbagai lembaga pemangku kepentingannya bahwa bencana tak dapat dihindari dan dapat terjadi sewaktuwaktu. Namun pemerintah tentu bisa menyiapkan masterplan penanganan potensi bencana dengan melihat sejarah kebencanaan negeri ini.

Selain itu dengan dunia yang nyaris tidak memiliki hambatan di sektor komunikasi ini, sudah seharusnya ada suatu sistem database berbagai sarana dan prasarana penanganan bencana yang online dan realtime sehingga ketika bencana terjadi bisa dikerahkan dengan efektif dan efisien. Misalnya harus dibuat sistem di mana saja perahu karet dan helikopter yang tersedia, juga di mana saja stok barang kebutuhan pengungsi yang dialokasikan untuk penanganan bencana.

Ketika akhirnya bencana terjadi, kesemuanya bisa didistribusikan dan bisa mengurangi penderitaan para pengungsi terdampak bencana. Kita adalah bangsa yang tinggal di suatu kepulauan yang luas dan berada dalam rangkaian gunung berapi (ring of fire) paling aktif di dunia.

Seharusnya persiapan menghadapi bencana adalah suatu yang selalu tertanam dalam pemikiran kita. Kegagapan menghadapi bencana yang ditunjukkan pemerintah harusnya menjadi tamparan keras yang memalukan bagi pemerintah.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5650 seconds (0.1#10.140)