Subsidi listrik dicabut

Kamis, 16 Januari 2014 - 06:35 WIB
Subsidi listrik dicabut
Subsidi listrik dicabut
A A A
SUBSIDI listrik untuk golongan industri besar segera berakhir. Pemerintah sudah bertekad menghapus kemudahan subsidi listrik yang selama ini dinikmati industri yang tercatat telah mengantongi keuntungan triliunan rupiah.

Industri besar seharusnya menyisihkan sebagian keuntungan untuk membayar listrik tanpa subsidi. Golongan industri besar yang dinilai pemerintah masih menikmati subsidi listrik, termasuk pusat perbelanjaan yang berskala besar, hotel bintang lima, dan sejumlah perusahaan besar yang berstatus sebagai perusahaan terbuka. Kebijakan pemutusan subsidi listrik tersebut sudah disepakati bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Adapun kenaikan tarif dasar listrik (TDL) secara bertahap dipatok sekitar 38,9% sepanjang tahun ini. Kebijakan pencabutan subsidi listrik untuk industri besar bukan sekadar sebagai langka koreksi terhadap sasaran subsidi yang tidak tepat, melainkan juga atas nama penyelamatan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari kebangkrutan sebagai dampak dari penjualan listrik yang masih jauh dari harga keekonomian.

Harga listrik yang murah tidak bisa menutupi biaya operasional perusahaan pelat merah tersebut, sehingga pemerintah terpaksa tiap tahun menyisihkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya puluhan triliun rupiah setiap tahun.

Karena itu, pemerintah berharap golongan industri besar sebagaimana ditegaskan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, sudah tidak menerima subsidi lagi. Pengusaha jangan hanya memikirkan keuntungan sebesar-besarnya.

Pemerintah meminta industri besar juga ikut memikirkan masyarakat kecil yang justru lebih membutuhkan subsidi listrik seperti untuk pelanggan listrik 450 watt dan 900 watt. “Pengusaha harus mengurangi untung sedikit,” tegas Susilo Siswoutomo kemarin saat menyampaikan rencana pemerintah memberlakukan pencabutan subsidi listrik awal tahun ini.

Sementara itu, kalangan pengusaha berharap PLN dan DPR kembali mengkaji kebijakan pemerintah yang melanjutkan kenaikan TDL secara bertahap untuk tahun ini.

Dampak dari kenaikan listrik tahun lalu telah menggerus daya saing industri. Agar industri di dalam negeri tidak semakin terpuruk, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menantang pemerintah agar kenaikan TDL dibebankan kepada konsumen rumah tangga. Selama ini, pihak Apindo menilai pemerintah kurang adil menempatkan industri untuk menyubsidi rumah tangga yang jumlahnya 40 juta.

Suara senada juga dilontarkan pelaku industri yang tergabung dalam Forum Komunikasi Asosiasi-asosiasi Nasional (Forkan), yang tegas menolak kenaikan TDL secara bertahap tahun ini. Beban perusahaan tahun ini dipastikan lebih berat ketimbang tahun lalu, setelah kenaikan upah minimum yang signifikan para pelaku usaha juga harus menyiasati dampak dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang kini menembus level Rp12.000 per dolar Amerika.

Persoalan energi listrik di tengah kebutuhan yang tumbuh cepat itu memang membutuhkan kebijakan yang tepat. Dibutuhkan kebijakan yang bisa mengakomodasi keinginan para pelaku bisnis dan manajemen PLN.

Sepanjang kondisi perusahaan listrik milik negara itu masih terus disubsidi, suara pengusaha pasti sulit didengarkan pemerintah. Selama semester pertama 2013, PLN mencatat konsumsi listrik tumbuh 7,2% menjadi 90,48 terrawatt hour (twh) dari 84,43 twh pada periode yang sama tahun 2012.

Memang ini sebuah kenyataan yang pelik bahwa mengatasi kekurangan tenaga listrik tidak gampang. Di satu sisi PLN diharapkan meraih untung yang besar, tetapi di sisi lain harga produk yang ditawarkan masih jauh dari harga keekonomian.

Selain itu, persoalan internal PLN begitu banyak sehingga sulit membawanya untuk berlari cepat, sebut saja persoalan utang yang kini terus menggunung sebesar Rp210 triliun yang berpotensi membangkrutkan perusahaan.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7302 seconds (0.1#10.140)