Kasus Anas, efek spekulasi lebih besar dari pembuktian
A
A
A
Sindonews.com - Penasihat hukum Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, menyatakan pada kasus dugaan korupsi proyek Sport Center Hambalang, Bogor, Jawa Barat, aspek pembuktian hukum cenderung diabaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Firman, justru efek spekulasi hukum lebih besar memengaruhi fakta hukum ketimbang pembuktian hukum yang sebenarnya.
"Saya melihatnya <>zero evidence, masih nol pembuktiannya," kata Firman, saat menyaksikan sidang Tipikor dengan terdakwa mantan Kabiro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).
Hal itu dijelaskan Firman sekaligus memberi catatan atas sembilan saksi yang dihadirkan pada persidangan dengan terdakwa Deddy Kusdinar terkait kasus Hambalang, di pengadilan Tipikor hari ini. Menurutnya bukti-bukti yang disangkakan kepada kliennya sangat lemah.
"Buktinya mana? Tadi kan jelas dikatakan di persidangan. Kalau bon bisa saja orang kasih nama Anas, tapi kan pembuktian itu harus ada tanda tangan. Ditanya itu (saksi) kan terbantahkan tadi," ujarnya.
Disamping itu, lanjut Firman, setidaknya ada tiga kontruksi hukum yang lemah, tapi dipaksakan pihak KPK. Ketiganya meliputi penganggaran proyek Hambalang, dugaan penerimaan Anas menerima gratifikasi mobil Toyota Harrier, dan jejak Anas di Kongres Partai Demokrat 2010.
Firman menegaskan, tiga aspek hukum itu yang harusnya menjadi pijakan KPK dalam kasus Anas di Hambalang. "Tapi sekali lagi Mas Anas menghormati KPK kalo nanti dipanggil," tungkasnya.
Beredar informasi, pentolan Organisasi Masyarakat (Ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Anas Urbaningrum bakal diperiksa KPK untuk kasus Hambalang. Bahkan, Juru bicara KPK, Johan Budi, menyatakan jadwal Anas akan diperiksa dimungkinkan bakal digelar Pekan depan.
Soal Atut dan Anas, netralitas KPK dipertanyakan
Menurut Firman, justru efek spekulasi hukum lebih besar memengaruhi fakta hukum ketimbang pembuktian hukum yang sebenarnya.
"Saya melihatnya <>zero evidence, masih nol pembuktiannya," kata Firman, saat menyaksikan sidang Tipikor dengan terdakwa mantan Kabiro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).
Hal itu dijelaskan Firman sekaligus memberi catatan atas sembilan saksi yang dihadirkan pada persidangan dengan terdakwa Deddy Kusdinar terkait kasus Hambalang, di pengadilan Tipikor hari ini. Menurutnya bukti-bukti yang disangkakan kepada kliennya sangat lemah.
"Buktinya mana? Tadi kan jelas dikatakan di persidangan. Kalau bon bisa saja orang kasih nama Anas, tapi kan pembuktian itu harus ada tanda tangan. Ditanya itu (saksi) kan terbantahkan tadi," ujarnya.
Disamping itu, lanjut Firman, setidaknya ada tiga kontruksi hukum yang lemah, tapi dipaksakan pihak KPK. Ketiganya meliputi penganggaran proyek Hambalang, dugaan penerimaan Anas menerima gratifikasi mobil Toyota Harrier, dan jejak Anas di Kongres Partai Demokrat 2010.
Firman menegaskan, tiga aspek hukum itu yang harusnya menjadi pijakan KPK dalam kasus Anas di Hambalang. "Tapi sekali lagi Mas Anas menghormati KPK kalo nanti dipanggil," tungkasnya.
Beredar informasi, pentolan Organisasi Masyarakat (Ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Anas Urbaningrum bakal diperiksa KPK untuk kasus Hambalang. Bahkan, Juru bicara KPK, Johan Budi, menyatakan jadwal Anas akan diperiksa dimungkinkan bakal digelar Pekan depan.
Soal Atut dan Anas, netralitas KPK dipertanyakan
(lal)