Paksaan penyidik KPK kepada Bu Pur diragukan
A
A
A
Sindonews.com - Kesaksian Mindo Rosalina Manulang menyeret nama Sylvia Sholeha atau belakangan lebih dikenal dengan nama Bu Pur dalam kasus proyek sport center di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Bu Pur mengatakan dirinya ketika di periksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipaksa untuk mengakui kenal dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Namun, psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk tak yakin KPK melakukan pemaksaan itu. Menurutnya, istilah pemaksaan yang dimaksud lebih kepada sikap ketegasan dalam memeriksa. “Saya kira tidak ada pemaksaan itu dalam penyidikan,” katanya, Kamis (12/12/2013).
Hamdi menambahkan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kasus korupsi. Saat ini perempuan sudah sangat maju dan bisa mengungguli laki-laki di berbagai bidang dan kekuasaan.
“Perempuan dan laki-laki sama saja, saat mereka berada pada posisi tinggi dan berkuasa, godaan untuk berbuat korupsi sangat besar terlebih jika mereka memiliki kualitas moral yang rendah dan serakah,” paparnya.
Terseretnya Bu Pur dalam kasus korupsi proyek Hambalang menambah deretan pelaku perempuan dalam kasus korupsi di Indonesia. Setelah sebelumnya sederet nama perempuan besar telah tersandung kasus korupsi, di antaranya Artalyta Suryani dan Miranda Goeltom.
Selanjutnya, nama-nama lain bermunculan, seperti Angelina Sondakh, Mindo Rosalina Manulang, Bunda Putri dan akhirnya sampai kepada terseretnya Bu Pur. “Ini membuktikan bahwa perempuan sudah secara aktif melakukan praktik korupsi,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Sub Komisi Komnas Perempuan Arimbie Heroepoetri mengatakan peran serta perempuan dalam kasus korupsi diposisikan sub ordinat. Pelaku utama dari kasus korupsi sebenarnya adalah pria dan perempuan hanya bertindak sebagai perantara dan penyimpan uang.
“Sejauh yang saya lihat perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi hanya sebagai perantara atau bertugas sebagai bagian dari pencucian uang. Mereka hanya bagian dari sub ordinat, walaupun terlihat seperti aktor korupsi namun pasti di belakangnya ada seseorang yang memerintah,” ujar Arimbie.
Bu Pur mengaku dipaksa penyidik KPK kenal Anas
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Bu Pur mengatakan dirinya ketika di periksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipaksa untuk mengakui kenal dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Namun, psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk tak yakin KPK melakukan pemaksaan itu. Menurutnya, istilah pemaksaan yang dimaksud lebih kepada sikap ketegasan dalam memeriksa. “Saya kira tidak ada pemaksaan itu dalam penyidikan,” katanya, Kamis (12/12/2013).
Hamdi menambahkan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kasus korupsi. Saat ini perempuan sudah sangat maju dan bisa mengungguli laki-laki di berbagai bidang dan kekuasaan.
“Perempuan dan laki-laki sama saja, saat mereka berada pada posisi tinggi dan berkuasa, godaan untuk berbuat korupsi sangat besar terlebih jika mereka memiliki kualitas moral yang rendah dan serakah,” paparnya.
Terseretnya Bu Pur dalam kasus korupsi proyek Hambalang menambah deretan pelaku perempuan dalam kasus korupsi di Indonesia. Setelah sebelumnya sederet nama perempuan besar telah tersandung kasus korupsi, di antaranya Artalyta Suryani dan Miranda Goeltom.
Selanjutnya, nama-nama lain bermunculan, seperti Angelina Sondakh, Mindo Rosalina Manulang, Bunda Putri dan akhirnya sampai kepada terseretnya Bu Pur. “Ini membuktikan bahwa perempuan sudah secara aktif melakukan praktik korupsi,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Sub Komisi Komnas Perempuan Arimbie Heroepoetri mengatakan peran serta perempuan dalam kasus korupsi diposisikan sub ordinat. Pelaku utama dari kasus korupsi sebenarnya adalah pria dan perempuan hanya bertindak sebagai perantara dan penyimpan uang.
“Sejauh yang saya lihat perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi hanya sebagai perantara atau bertugas sebagai bagian dari pencucian uang. Mereka hanya bagian dari sub ordinat, walaupun terlihat seperti aktor korupsi namun pasti di belakangnya ada seseorang yang memerintah,” ujar Arimbie.
Bu Pur mengaku dipaksa penyidik KPK kenal Anas
(lal)