SBY: Bangsa yang bijak selalu memperbaiki diri
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bangsa Indonesia bisa belajar dari pengalaman sejarah. Sejak berdiri pada tahun 1945, kata SBY, sebenarnya Indonesia telah mengalami koreksi sejarah.
"Akhirnya harus terjadi perubahan dramatis. Padahal perubahan dramatis, korban dan harganya amat tinggi," ujar Presiden SBY saat menyampaikan pidato kunci di acara Kongres Kebangsaan di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Dia memberi contoh, setelah 20 tahun merdeka, yakni pada 1965-1966 terjadi krisis. Kemudian, terjadi perubahan dramatis dan fundamental.
"Tahun 1998, 1999, terjadi lagi perubahan besar, disertai krisis dan goncangan. Bahkan 15 tahun lalu banyak yang ramalkan bakal bubar, jatuh. Lantas dari cerita saya apa pelajarannya?" kata SBY.
"Kita tidak boleh halangi terjadinya hukum alam, bahwa perubahan perlu senantiasa dilakukan," tutur dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sistem dan kerangka negara yang dianut dalam periode tertentu sudah baik, tepat dan harus dipertahankan. "Jangan diganggu, menurut saya mengingkari hukum alam dan hukum sejarah," ucapnya.
Maka dari itu, dia mengungkapkan, bangsa yang cerdas dan bijak selalu melakukan evaluasi dan refleksi untuk secara sadar melakukan perbaikan dan perubahan, daripada terjadi revolusi baru, revolusi sosial atau perubahan yang dipaksakan, yang sering menyakitkan.
"Saya masih ingat sidang umum MPR Maret 1998, presiden kita masih Soeharto," tutur SBY.
Saat itu, dia mewakili Fraksi ABRI berbicara di sana. "Saya sampaikan, reformasi tidak bisa dielakkan dan harus dilakukan. Saudara bayangkan waktu itu Pak Soeharto masih presiden. Yang saya maksudkan, reformasi yang dilaksanakan secara konseptual, bukan asal-asalan memiliki arah yang jelas, dilaksanakan gradual atau terus bergerak ke depan dan dikelola dengan baik," tambahnya.
Dia menambahkan, bahwa banyak ide yang baik akhirnya gagal, lantaran tidak dikelola dengan baik.
"Waktu itu banyak yang tidak siap dengarkan kata-kata reformasi, menerima pernyataan saya. Apalagi diucapkan seorang jenderal aktif dan di era politik seperti itu. Bahkan saya dianggap terlalu maju, sehingga membikin ketidaknyamanan sejumlah kalangan," jelasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan, bahwa jika kita semua sepakat perlu ada perubahan, maka perubahan perlu direncanakan dan dipersiapkan. "Mari kita letakkan dalam kerangka pemikiran seperti itu," pungkasnya.
Baca berita:
Korupsi lemahkan aturan hukum & demokrasi
"Akhirnya harus terjadi perubahan dramatis. Padahal perubahan dramatis, korban dan harganya amat tinggi," ujar Presiden SBY saat menyampaikan pidato kunci di acara Kongres Kebangsaan di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Dia memberi contoh, setelah 20 tahun merdeka, yakni pada 1965-1966 terjadi krisis. Kemudian, terjadi perubahan dramatis dan fundamental.
"Tahun 1998, 1999, terjadi lagi perubahan besar, disertai krisis dan goncangan. Bahkan 15 tahun lalu banyak yang ramalkan bakal bubar, jatuh. Lantas dari cerita saya apa pelajarannya?" kata SBY.
"Kita tidak boleh halangi terjadinya hukum alam, bahwa perubahan perlu senantiasa dilakukan," tutur dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sistem dan kerangka negara yang dianut dalam periode tertentu sudah baik, tepat dan harus dipertahankan. "Jangan diganggu, menurut saya mengingkari hukum alam dan hukum sejarah," ucapnya.
Maka dari itu, dia mengungkapkan, bangsa yang cerdas dan bijak selalu melakukan evaluasi dan refleksi untuk secara sadar melakukan perbaikan dan perubahan, daripada terjadi revolusi baru, revolusi sosial atau perubahan yang dipaksakan, yang sering menyakitkan.
"Saya masih ingat sidang umum MPR Maret 1998, presiden kita masih Soeharto," tutur SBY.
Saat itu, dia mewakili Fraksi ABRI berbicara di sana. "Saya sampaikan, reformasi tidak bisa dielakkan dan harus dilakukan. Saudara bayangkan waktu itu Pak Soeharto masih presiden. Yang saya maksudkan, reformasi yang dilaksanakan secara konseptual, bukan asal-asalan memiliki arah yang jelas, dilaksanakan gradual atau terus bergerak ke depan dan dikelola dengan baik," tambahnya.
Dia menambahkan, bahwa banyak ide yang baik akhirnya gagal, lantaran tidak dikelola dengan baik.
"Waktu itu banyak yang tidak siap dengarkan kata-kata reformasi, menerima pernyataan saya. Apalagi diucapkan seorang jenderal aktif dan di era politik seperti itu. Bahkan saya dianggap terlalu maju, sehingga membikin ketidaknyamanan sejumlah kalangan," jelasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan, bahwa jika kita semua sepakat perlu ada perubahan, maka perubahan perlu direncanakan dan dipersiapkan. "Mari kita letakkan dalam kerangka pemikiran seperti itu," pungkasnya.
Baca berita:
Korupsi lemahkan aturan hukum & demokrasi
(kri)