PKS sebut TPPU KPK untuk Luthfi kebablasan

Selasa, 10 Desember 2013 - 10:55 WIB
PKS sebut TPPU KPK untuk Luthfi kebablasan
PKS sebut TPPU KPK untuk Luthfi kebablasan
A A A
Sindonews.com - Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq cenderung kebablasan.

Hidayat keberatan atas putusan hakim yang menjerat Luthfi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, pasal Luthfi harus berbeda dengan pasal yang dijatuhkan kepada Ahmad Fathanah.

Apalagi, putusan hakim masih ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam memutuskan perkara bagi Luthfi. Ia mengaku kecewa atas putusan hakim kepada Luthfi.

"Kami apresiasi dengan hakim yang berani menegakkan keadilan hukum, dengan dissenting opinion. Kalau dari saksi ahli, memang harusnya diambil hakim. Tentang TPPU KPK memang kebablasan," kata Hidayat kepada Wartawan, di Jakarta, Selasa (10/12/2013).

Dalam memutus perkara Luthfi, menurut dia, hakim cenderung mengabaikan fakta hukum. Hidayat berpendapat, mestinya pasal yang dijatuhkan kepada Luthfi berbeda dengan Ahmad Fathanah.

"Faktanya, betul Fathanah terima, tapi Pak LHI tidak menerima. Bagaimana disamaratakan dan hukumnya lebih berat," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, fakta hukum yang diabaikan hakim dalam memutus perkara Luthfi seperti hasil percakapan dalam rekaman yang sempat diputar dalam persidangan.

Diceritakannya, mobil yang dipesan dari Fathanah memang milik Fathanah yang dibeli disalah satu show room. Tetapi, dalam persidangan fakta tersebut mengatakan lain.

"Fakta persidangan yang menampilkan Fathanah minta maaf ke PKS karena sudah menyusahkan. Kepada LHI yang sering mencatut nama LHI. Ini fakta dibiarkan," ungkapnya.

Berikut dissenting opinion yang dimaksud, Majelis Hakim menyatakan Luthfi Hasan Ishaaq bersalah dan dihukum pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp1 miliar. Namun, dua hakim adhoc kembali mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas kewenangan KPK melakukan penuntutan terhadap pidana pencucian uang.

Kedua hakim yang mengajukan dissenting opinion adalah I Made Hendra dan Joko Subagyo. Keduanya menyatakan KPK berwenang menyidik perkara pencucian uang yang tindak pidana asalnya korupsi. Kewenangan ini diatur dalam Pasal 74 UU Nomor 8/2010.

"Namun dalam UU Nomor 8 tahun 2010 tidak ada diatur lembaga mana yang berwenang sebagai penuntut umum atas perkara TPPU," kata hakim Joko Subagyo membaca dissenting opinionnya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 9 Desember 2013.

Karena itu, kewenangan penuntutan harus merujuk UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHaP. Dalam UU tersebut mengatur jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak sebagai penuntut umum. Jaksa yang dimaksud adalah jaksa yang berada di bawah Jaksa Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi.

"Karena penuntut umum KPK tidak di bawah Jaksa Agung atau Kejaksaan Tinggi. Oleh karena itu hasil penyidikan haruslah diserahkan pada penuntut umum Kejaksaan Negeri setempat," jelas hakim Joko.

Baca berita:
Majelis Hakim Tipikor vonis Luthfi Hasan 16 tahun penjara
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8828 seconds (0.1#10.140)